Kerajaan Pontianak

Kesultanan Pontianak adalah kerajaan Melayu yang didirikan pada 23 Oktober 1771 (12 Rajab 1185 H) oleh Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie.

Daerah muara Sungai Kapuas sebagai lokasi berdirinya kerajaan ini termasuk kawasan yang diserahkan Sultan Banten pada VOC Belanda.

Ia memperoleh pengesahan sebagai Sultan Pontianak dari Belanda pada tahun 1779.

Monarki termuda kedua di Nusantara ini memiliki kisah pendirian kerajaan, pencarian lokasi, serta pemilihan nama yang menarik.

Untuk mengetahui lebih terang mengenai kisah tersebut, sekaligus posisi Kerajaan Pontianak terhadap tahun-tahun penjajahan, simak selengkapnya di bawah ini:

Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Pontianak

a. Awal Masuknya Islam di Kerajaan Pontianak

Para pelaut dari Arab, Persia, dan Gujarat yang berdatangan di Kalimantan Barat telah memperlihatkan tradisi Agama Islam kepada warga setempat.

Agama Islam masuk dari Johor dan Bintan, kemudian dari Brunei melewati aliran Sungai Sambas dan berpusat di Kerajaan Sambas.

Dari Sambas inilah penyebarannya baru mencapai Singkawang, Mempawah, dan Pontianak menelusuri Sungai Kapuas.

Setelah sampai di Pontianak, perkembangan Agama Islam berlanjut ke daerah Landak.

Namun, mengenai kapan agama Islam masuk ke Pontianak tidak ada keterangan yang lebih jelas.

b. Berdirinya Kerajaan Pontianak

lokasi kerajaan pontianak
Sumber: https://djawanews.com

Nama dan peran dari Syarif Abdurrahman tak terpisahkan dengan sejarah pendirian Kerajaan Pontianak.

Beliau memimpin pembukaan hutan di ujung delta Sungai Kapuas dan Sungai Landak.

Syarif Abdurrahman dan pasukannya berhasil mendirikan rumah sederhana dan tempat beribadah dalam satu minggu.

Dalam bahasa daerah setempat, nama Pontianak yang diberikan pada tempat itu berarti hantu wanita pengganggu atau kuntilanak.

Asal usul penamaan ini adalah gangguan yang dialami rombongan Syarif Abdurrahman saat melakukan babad alas menyusuri Sungai Kapuas, pada malam hari Jumat 9 Rajab 1185, 18 oktober 1771.

Gangguan yang dianggap sebagai ulah hantu jahat menakuti anak buah perahu rombongan.

Mereka lantas tidak meneruskan perjalanan keesokan harinya.

Sambil memerhatikan situasi sekitar, Syarif Abdurrahman memerintahkan anak buahnya agar menembakkan meriam ke arah sumber suara tersebut.

Usai keberhasilannya melenyapkan gangguan, Syarif Abdurrahman dinobatkan sebagai Sultan Pontianak dengan gelar Syarif Abdurrahman Ibnu Al-Habib Al-Kadrie pada tanggal 8 Sya’ban 1192 H.

Penobatan ini dihadiri oleh Raja Muda Riau, Raja Mempawah, Landak, Kubu dan Matan.

Berdirinya pemerintahan Syarif Abdurrahman di Pontianak ini ditandai dengan berdirinya Masjid Jami’ Sultan Abdurrahman Al Kadrie dan Keraton Kadriah.

c. Perkembangan Ajaran Islam di Pontianak

Para pedagang muslim dan da’i-da’i yang berkelana mendatangi Kalimantan Barat dengan misi mereka untuk menyebarkan Islam.

Perkembangan ajaran agama ini turut pula dipengaruhi oleh Sultan Syarif Abdurrahman, bangsawan Arab yang berperan sebagai raja sekaligus pendakwah.

Peran penting Habib Husein Al-Qadrie di Kalimantan (ayah Sultan Syarif Abdurrahman Al-Qadrie) juga tak luput memiliki andil dalam perjuangan masuknya Islam di Kalimantan.

Kendati jumlah umat Islam Kalimantan pada masa Syarif Husein bin Ahmad Al-Qadrie masih sedikit, berdirinya Kerajaan Islam Pontianak merubah Islam menjadi agama mayoritas.

Kesungguhan dari Sultan Syarif Abdurrahman Al-Qadrie sebagai raja untuk meneruskan perjuangan dakwah dari sang ayahlah penyebabnya.

Nuansa pengaruh Islam akan terasa kental saat mendatangi Kampung Bansir, Kampung Kapur, Kampung Banjar Serasan, dan Kampung Saigon.

Islam sudah menyebar luas di wilayah Pontianak pada masa itu.

Letak Geografis dan Peta Wilayah Kerajaan Pontianak

kerajaan pontianak letak geografis
Sumber: https://alanqasaharica.blogspot.com

Kerajaan Pontianak diperkirakan terletak di dekat pertemuan tiga sungai besar, yaitu Sungai Kapuas dengan Sungai Landak sebagai cabangnya.

Terdapat tiga nama sungai dari titik ini, yaitu Sungai Landak yang mengalir dari timur laut, Sungai Kapuas Kecil dari arah timur, serta Sungai Kapuas Besar sebagai pertemuan keduanya mengaliri arah barat dan bermuara di laut.

Silsilah Kerajaan Pontianak

1. Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie (1771-1808)

kerajaan pontianak didirikan oleh
Sumber: https://www.wikiwand.com

Syarif Abdurahman Alkadrie menjadi sultan pertama yang mendirikan sekaligus memimpin Pontianak.

Pengangkatannya bukan semata-mata keinginan sendiri.

Bila dilihat kembali dengan lebih saksama, beliau merupakan menantu Raja Mempawah dan Raja Banjarmasin, telah memiliki pengikut, dan ayahnya seorang ulama.

Tentu saja ini membuka peluang besar bagi beliau memperoleh dukungan dari pengikutnya menjadi raja.

Para pengikutnya mendirikan pemukiman baru di sekitar keraton.

Kepemimpinan Syarif Abdurrahman Alkadrie mengembangkan Pontianak menjadi kota perdagangan dan pelabuhan.

Beliau wafat pada tahun 1808, dan dimakamkan di Batu Layang, Pontianak.

2. Syarif Kasim Alkadrie (1808-1819)

Sepeninggalan Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie, Syarif Kasim Alkadrie (putra sulung beliau) naik tahta pada 1808 sampai 1819.

Kesultanan Pontianak semakin mempererat kerja sama dengan Kerajaan Belanda dan Inggris di bawah kekuasaannya sejak tahun 1811.

Sultan Syarif Kasim wafat pada 25 Februari 1819.

3. Syarif Osman Alkadrie (1819-1855)

Adik Sultan Syarif Kasim, Syarif Usman Alkadrie, menggantikan beliau setelah wafat mulai 1819 hingga 1855.

Banyak kebijakan bermanfaat yang dikeluarkan pada masa kekuasaan Sultan Syarif Usman.

Dua di antaranya melanjutkan pembangunan Masjid Jami’ pada 1821, dan memperluas Istana Kadriah pada tahun 1855.

Beliau meletakkan jabatannya pada April 1855, dan wafat pada 1860.

4. Syarif Hamid Alkadrie (1855-1872)

Putra tertua Sultan Syarif Usman, Syarif Hamid Alkadrie, dilantik menjadi sultan pada 12 April 1855 dan menjabat hingga 1872.

5. Syarif Yusuf Alkadrie (1872-1895)

Usai wafatnya Sultan Syarif Hamid pada 1872, Syarif Yusuf Alkadrie sebagai putra tertua naik tahta beberapa bulan kemudian pada 1872 sampai 1895.

Beliau adalah raja terkenal yang menjadi satu-satunya sultan yang jarang turut campur dalam perkara-perkara pemerintahan.

Daripada itu, Syarif Yusuf Alkadrie lebih aktif dalam bidang keagamaan sebagai penyebar Agama Islam.

Sultan Syarif Yusuf mengakhiri pemerintahannya pada 15 Maret 1895.

6. Syarif Muhammad Alkadrie (1895-1944)

Sultan Syarif Yusuf digantikan oleh putranya, Syarif Muhammad Alkadrie yang dinobatkan pada 6 Agustus 1895 dan memimpin Pontianak hingga 1944.

Kerja sama Kesultanan Pontianak dengan Belanda semakin erat dan kuat pada masa ini.

Masa pemerintahan beliau pun menjadi yang terpanjang dalam catatan sejarah Kesultanan Pontianak.

Pembaruan dan moderenisasi di Pontianak tak lain adalah berkat peran dan dorongan dari beliau.

Beliau merupakan Sultan Melayu pertama yang mengenakan pakaian kebesaran Eropa di Kalimantan Barat, selain pakaian Melayu, Teluk Belanga sebagai pakaian resmi.

Kemajuan di bidang pendidikan dan kesehatan juga disokong oleh beliau.

Modal swasta dari Eropa dan Cina yang memasuki Pontianak juga hasil dorongan Syarif Muhammad Alkadrie.

Beliau memberikan dukungan terhadap Bangsa Melayu dan Cina dalam perkembangan perkebunan karet, kelapa, kopra, serta industri minyak kelapa di Pontianak.

7. Syarif Thaha Alkadrie (1944-1945)

Sulit menemukan catatan sejarah yang menjelaskan masa pemerintahan Sultan Thaha.

Mayoritas literatur menganggap rentang waktu antara 1944 hingga 1945 adalah masa kekosongan tampuk kepemimpinan.

8. Syarif Hamid Alkadrie (1945-1950)

pemerintahan di kerajaan pontianak
Sumber: https://id.wikipedia.org

Dalam ranah perpolitikan menjelang kemerdekaan RI, Sultan Syarif Hamid menjadi raja yang paling menonjol di Kalimantan Barat.

Lahir pada 12 Juli 1913 di Pontianak, dasar pemikirannya sangat moderat karena berlatar belakang pendidikan Barat.

Kehidupannya sebelum dilantik sebagai sultan lebih banyak dijalani di luar Kalimantan Barat.

Penobatannya sebagai raja bergelar Sultan Hamid II berlangsung pada 29 Oktober 1945.

Sultan Hamid II adalah seorang cerdas dengan pengalaman politik yang luas.

Beliau telah banyak menempati posisi yang cukup tinggi, baik pada masa penjajahan hingga Indonesia merdeka.

Sistem Pemerintahan dan Kehidupan Kerajaan Pontianak

a. Kehidupan Politik

Sultan Syarif Muhammad Alkadrie menjamin adanya fasilitas pendirian dan pengembangan organisasi-organisasi dalam aspek politik, baik yang berada di lingkungan kerabat kesultanan hingga di antara tokoh tokoh masyarakat.

b. Kehidupan Ekonomi

Penduduk Kota Pontianak yang sangat heterogen menyebabkan mata pencaharian masyarakat pun bermacam-macam.

Selain pertanian, perdagangan juga berlangsung di Kalimantan Barat.

Penduduk yang menempati pedalaman Kalimantan, mencukupi kebutuhan hidup mereka melalui hasil hutan, ternak, dan perikanan.

Hasilnya bisa dijual untuk memenuhi kebutuhan lain yang tidak bisa didapat dari sekitar.

Bila ada kebutuhan berbeda yang tidak ada, impor dari luar negeri bisa dilakukan.

Transaksi keuangan sudah berlaku dalam perdagangan di Pontianak.

Rutinitas perdagangan ini tentu saja buah dari keberadaan pelabuhan Pontianak dan kedatangan pedagang Cina.

Pelabuhannya berperan sebagai pintu gerbang Kalimantan Barat, karena berada di dua jalur lalu lintas laut internasional.

Tempat ini menjadi penghubung wilayah nusantara melalui Selat Malaka.

Tak ayal, daerah ini sering disinggahi kapal-kapal besar sejak zaman dahulu.

c. Kehidupan Sosial

Penduduk asli daerah ini adalah Suku Dayak.

Setelah Pontianak berdiri, beberapa suku dari daerah-daerah lain berdatangan.

Mulai dari dalam hingga luar wilayah Kalimantan Barat.

Pembagian wilayah Pontianak menimbulkan tendensi sistem pelapisan sosial.

Sebelah timur cenderung berdasarkan agama dan keturunan.

Sementara di barat, penguasa cenderung dipandang sebagai lapisan atas; lalu para alim ulama, tokoh masyarakat, serta orang-orang kaya sebagai golongan menengah; kemudian petani, pedagang kecil, buruh, dan lainnya menempati golongan bawah.

d. Kehidupan Budaya

Agama menjadi salah satu dasar budaya yang penting.

Sebagai koridor dalam melaksanakan hidup, unsur ini sangat penting bagi masyarakat lokal agar kebahagiaan material dan spiritual dapat tercapai.

Sebagian besar penduduk kota dan pedesaan di Kalimantan Barat beragama Islam.

Sementara mayoritas penduduk pedalaman menganut kepercayaan tradisional atau kepercayaan lama.

Kedatangan Agama Islam di Kalimantan Barat bermula dari Johor dan Bintan.

Kemudian memasuki aliran Sungai Sambas dan berpusat di Kerajaan Sambas.

Baru dari Sambas penyebarannya sampai di Singkawang, Mempawah, lalu Pontianak.

Perkembangan kehidupan dua kepercayaan (Islam dan kepercayaan lokal) ini berlangsung damai dan berjalan tenang.

Dengan kata lain, Kalimantan Barat memiliki sistem kebudayaan yang terbagi atas sistem budaya penduduk asli, penganut Hindu atau Buddha, dan Islam.

Kedatangan VOC dan Kolonial Hindia Belanda

VOC mengirim ekspedisi yang dipimpin oleh Willem Ardinpalm pada tahun kepemimpinan Sultan Syarif Abdurrahman.

Mulanya, beliau menolak bekerja sama dengan VOC.

Namun akhirnya tetap menerimanya secara diplomatik sebagai mitra dagang, setelah pendekatan intensif dalam 2 kali kunjungan.

VOC diizinkan membuka pos di seberang istana kesultanan (kini dikenal sebagai daerah Tanah Seribu).

Langkah monopoli Belanda berikutnya adalah pembuatan perjanjian mengenai penduduk Tanah Seribu dengan sultan pada 5 Juli 1779.

Pihaknya ingin Tanah Seribu bisa menjadi daerah kegiatan bagi mereka.

Kepala Daerah Karesidenan Borneo Barat kemudian menduduki tempat ini bersama Asisten Residen Kepala Daerah Kabupaten Pontianak.

Masa Kejayaan dan Keemasan (Wilayah Kekuasaan)

Sebagai kerajaan terakhir di Kalimantan Barat, perkembangan Kerajaan Pontianak bisa dibilang cukup pesat di bawah kepemimpinan Sultan Syarif Abdurrahman Al Qadrie.

Kerajaan Pontianak mengalami masa kejayaannya, karena pemerintahan Sultan Syarif Abdurrahman Al Qadrie begitu giat mengembangkan perdagangan.

Relasi antarpelabuhan Sambas, Sellakau, Sebakau, dan Singkawang bergulir lancar.

Perkembangan relasi dagang dengan para saudagar Cina, India, dan Eropa pun demikian.

Abdurrahman memanfaatkan kedudukan kuatnya sebagai upaya melakukan ekspansi untuk menaklukkan Kerajaan Sanggau.

Kendati Kerajaan Sanggau selaku vazal (negeri bawahan) Kerajaan Banten merasa terancam, Banten tak berdaya membantu mereka.

Banten akhirnya menyerahkan kekuasaan Sanggau pada Kesultanan Pontianak.

Pergolakan dan Penyebab Runtuhnya Kerajaan Pontianak

monumen mandor kerajaan pontianak
Sumber: https://id.wikipedia.org

Kelahiran Pontianak yang berbarengan dengan bercokolnya imperialisme Barat, menimbulkan tekanan terhadap kehidupan kesultanan ini di bawah eksploitasi kekuasaan mereka.

VOC yang terlalu mencampuri persoalan internal kerajaan, melibatkan Pontianak dalam perseteruan politik dan ekonomi antarkerajaan.

Adanya konflik perbatasan Mempawah dan Sambas menambah rumit perebutan kekuasaan di wilayah Kalimantan Barat.

Kendatipun terselesaikan lewat perantara Syarif Abdurrahman Al Qadri selaku Sultan Pontianak, pertentangannya dengan Panembahan Mempawah meningkat.

Faktor ini tak pelak menjadi sebab-musabab kemunduran Kerajaan Pontianak.

Setelah mengalami beragam kemunduran, Kerajaan Pontianak pun tak kuasa lagi menopang dirinya dari kemungkinan keruntuhan.

Kerajaan Pontianak runtuh pada saat kepemimpinan Sultan Syarif Muhammad sedang redup.

Pada saat itu pula, bala tentara Kekaisaran Jepang yang datang ke Pontianak (sekitar 1942) bersekutu dengan Belanda dan menghancurkan kerajaan.

Penghancuran dilakukan melalui serangkaian penangkapan yang terjadi antara September 1943 hingga awal 1944.

Jepang juga menyiksa dan membunuh ribuan penduduk Pontianak dan sekitarnya.

Mereka menewaskan Sultan Syarif Muhammad beserta sejumlah anggota keluarga dan kerabat kesultanan, pemuka adat, para cendekiawan, dan tokoh masyarakat Pontianak pada 28 Juni 1944.

Tragedi berdarah ini dikenal dengan sebutan “Peristiwa Mandor”.

Pembunuhan dan tindakan semena-mena ini pun memelopori Perang Dayak Desa.

Jenazah Sultan Syarif Muhammad baru ditemukan Syarif Hamid Alkadrie (putra beliau) pada 1946.

Syarif Hamid dapat terselamatkan dari pembantaian massal, karena sedang tidak berada di Pontianak.

Beliau menjadi tahanan perang Jepang di Batavia sejak 1942 hingga kebebasannya pada 1945.

Peninggalan dan Sumber Sejarah Kerajaan Pontianak

1. Keraton Kadriah

peninggalan kerajaan pontianak beserta gambarnya
Sumber: http://wediatraveling.blogspot.com

Sultan Syarif Abdurrahman Alqadrie bin Al Habib Husain Alqadrie mendirikan Keraton Kadriah saat membuka hutan untuk pemukiman baru pada tahun 1771 M/1185 H.

Keraton Kadriah kini dikenal dengan nama Istana Kadriah.

halaman depan keraton kadriah kerajaan pontianak
Sumber: http://fajarprasetyo.blogspot.com

Lokasi Istana ini berada di Kampung Beting, Kelurahan Bugis Dalam, Kecamatan Pontianak Timur, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat.

Tepatnya di dekat pertemuan Sungai Landak, Kapuas Kecil, dan Kapuas Besar.

kerajaan melayu pontianak
Sumber: https://www.travsharing.com

Keraton atau Istana Kadriah mulai dibangun pada tahun 1771 M dan baru rampung pada tahun 1778 M.

Di dalamnya juga masih tersimpan beragam benda peninggalan berupa Kaca Pecah Seribu, Al-Quran tulisan tangan, dan silsilah keturunan Sultan Pontianak.

2. Masjid Agung Pontianak (Masjid Sultan Syarif Abdurrahman)

kerajaan pontianak terletak di daerah kalimantan barat dengan peninggalan yang terkenal masjid
Sumber: https://ayrarentcar.com

Pembangunan masjid ini berlangsung pada masa kepemimpinan Sultan Abdurrahman.

Bangunan ini dibangun kembali oleh Sultan Syarif Usman, dengan tetap mempertahankannya sebagai masjid kesultanan.

Untuk menjaga keabadian Abdurrahman sebagai pembuatnya, maka nama beliau dipatri sebagai nama masjid itu.

kerajaan islam di pontianak adalah
Sumber: https://ayrarentcar.com

Selain menjadi tempat ibadah, Masjid Jami’ Abdurrahaman juga berfungsi sebagai tempat penyebaran dan penggalian ilmu-ilmu Islam.

Masjid ini mampu menampung jamaah sholat hingga sekitar 1.500 orang.

Pembuatan masjid jami’ ini ditujukan untuk mengenang jasa-jasa Syarif Abdurrahman, sehingga Islam bisa dengan mudah diterima oleh masyarakat dan menjadi agama mayoritas.

3. Makam Batu Layang

raja kerajaan pontianak
Sumber: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id

Makam Batu Layang juga biasa disebut Taman Makam raja-raja Kerajaan Pontianak.

Mulai dari raja pertama (Sultan Syarief Abdurrahman Al-Qadrie) hingga raja terakhir (Sultan Hamid II), serta beberapa keluarga raja dimakamkan di sini.

akhir kerajaan pontianak
Sumber: http://hijabpacker.com

Tempat ini biasanya ramai dikunjungi khususnya pada Hari Besar Islam.

Makam ini terletak lebih kurang 2 kilometer dari Tugu Khatulistiwa yang dapat dikunjungi dengan menggunakan transportasi darat maupun transportasi air (sampan).

pusara raja kerajaan pontianak
Sumber: https://travelingyuk.com

Makam Batu Layang dikatakan menjadi salah satu bentuk peradaban Islam di Pontianak, mungkin karena tempat ini merupakan pusara bagi pahlawan Agama Islam.

Mereka menyebarkan ajaran-ajarannya, sehingga Islam sangat berkembang pada masa itu.

Kini, Islam telah menjadi agama mayoritas.

Makam ini pun sebagai penanda jejak-jejak keberadaan orang-orang yang berjasa menyebarkan Islam di Pontianak.

Miftachul Arifin

Peminat genre fantasi dalam perbukuan, penulisan, dan perfilman yang ingin terus belajar berkarya. Saya pun penggemar musik-musik orkestra, terutama dari biola, cello, dan piano.

Update : [modified_date] - Published : [publish_date]

Tinggalkan komentar