Kerajaan Islam di Indonesia

Indonesia yang berpenduduk muslim terbesar di dunia, tak lepas dari sejarahnya yang dulu pernah melewati masa kerajaan Islam.

Nah, fase kerajaan Islam ini belangsung setelah fase kerajaan Hindu-Buddha.

Kerajaan-kerajaan tersebut menyebar dari wilayah Sumatra hingga ke Maluku, yang wilayah kekuasaannya mencapai ke Papua.

Nah, apa saja kerajaan Islam yang pernah berkuasa di Indonesia?

Dan bagaimana juga sejarah singkatnya?

Berikut adalah daftar lengkap kerajaan Islam di Indonesia, yang pastinya asyik untuk dibaca.

So, happy reading, guys!

Daftar Kerajaan Islam di Indonesia

1. Kerajaan Peureulak / Perlak

kerajaan peureulak perlak meninggalkan makam sebagai sejarah kerajaan islam di indonesia
Sumber gambar: www.baranewsaceh.co

Menurut beberapa sumber, Kerajaan Perlak disebut sebagai kerajaan Islam tertua di Indonesia, sebab kerajaan ini berdiri pada tahun 840-1292 M.

Sementara, pendapat lain mengatakan, Kerajaan Samudra Pasai lah yang merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia, yang berdiri tahun 1267 M.

Awalnya, Kerajaan Perlak merupakan kerajaan yang bercorak Hindu-Budha,

Kawasan ini mulai terwarnai ajaran Islam setelah pedagang Arab dan Gujarat mulai singgah.

Tercatat, rombongan pertama yang datang adalah 100 pedagang Arab yang bermazhab Syiah, yang disambut baik oleh raja Perlak saat itu, Meurah Syahir Nuwi.

Diceritakan, Meurah Syahir Nuwi kemudian menjadi seorang mualaf dan jadi raja Perlak pertama yang memeluk Islam.

Kerajaan Perlak resmi menjadi kerajaan Islam tatkala Sultan Syed Maulana Abdul Azis Syah berkuasa pada tahun 480 Masehi.

Kerajaan Perlak berpusat di Kota Peureulak, yang posisinya persis menghadap Selat Malaka.

Oleh sebab itu, wilayah ini menjadi pelabuhan yang strategis bagi pedagang Arab, Gujarat, Persia, dan Cina dalam melakukan perniagaan.

Kejayaan Kerajaan Perlak, dialami saat Sultan Makdum Alaidin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat berkuasa.

Sebagai kerajaan maritim, Perlak banyak menjual hasil komoditi perdagangannya dari hasil pertanian, hutan, pertambangan, dan seni.

Selain sebagai pemasok rempah-rempah di kawasan Indonesia barat, Perlak juga menjadi sentra penghasil kayu untuk bahan membuat kapal dan jadi kawasan penghasil emas.

Saat itu, Perlak juga bertransformasi menjadi kiblat pendidikan Agama Islam di Indonesia, karena memiliki pesantren yang berskala internasional, yakni Zawiyah Buket Cibrek dan Zawiyah Cot Kala.

Perkawinan antara penduduk lokal dengan para pendatang, terutama dari Arab, tak bisa terhindarkan pada masa itu.

Tujuannya supaya perdagangan setempat makin kuat pengaruhnya, sekaligus sebagai proses Islamisasi.

Dalam bidang politik, pemerintahan di Kerajaan Perlak menganut konsep seperti Daulah Abbasiyah.

Walaupun demikian, pergolakan politik akibat perebutan kekuasaan tetap saja tak terhindarkan, terutama dari golongan Sunni dan Syiah.

Kemakmuran rakyat Perlak juga sempat terusik tatkala Kerajaan Sriwijaya menyerang pada tahun 988 Masehi.

Untuk membalas serangan ini, Sultan Alaudin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat banyak melakukan penguatan politik, terutama dengan jalan politik perkawinan dengan kerajaan lain.

Ternyata, strategi ini tak cukup efektif menyelamatkan Perlak dari keruntuhan.

Kerajaan Perlak secara sah runtuh pada tahun 1292 Masehi, setelah bergabung dengan Kerajaan Samudra Pasai.

Berikut ini adalah daftar silisilah raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Perlak.

  • Sultan Alauddin Syed Maulana Abdul Aziz Shah (840-865 M)
  • Sultan Alauddin Syed Maulana Abdurrahim Shah (865-888 M)
  • Sultan Alauddin Syed Maulana Abbas Shah (888-913 M)
  • Sultan Alauddin Syed Maulana Ali Mughayat Shah (915-918 M)
  • Sultan Makhdum Alauddin Malik Abdul Kadir Shah Johan Berdaulat (918-922 M)
  • Sultan Alauddin Malik Muhammad Amin Shah Johan Berdaulat (922-946 M)
  • Sultan Alauddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (946-973 M)
  • Sultan Alauddin Syed Maulana Mahmud Shah (976-988 M)
  • Sultan Alauddin Malik Mansur Shah Johan Berdaulat (976-1012 M)
  • Sultan Alauddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1012-1059 M)
  • Sultan Alauddin Mansur Shah Johan Berdaulat (1059-1078 M)
  • Sultan Alauddin Malik Abdullah Shah Johan Berdaulat (1078-1100 M)
  • Sultan Alauddin Malik Ahmad Shah Johan Berdaulat (1100-1134 M)
  • Sultan Alauddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1134-1158 M)
  • Sultan Alauddin Usman Shah Johan Berdaulat (1158-1170 M)
  • Sultan Alauddin Malik Muhammad Shah Johan Berdaulat (1170-1196 M)
  • Sultan Alauddin Jalil Shah Johan Berdaulat bertahta tahun (1196-1225 M)
  • Sultan Alauddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat (1225-1263 M)
  • Sultan Alauddin Malik Abdul Aziz Shah Johan Berdaulat (1263-1292 M)

Adapun untuk peninggalan-peninggalan bersejarah dari Kerajaan Perlak, adalah sebagai berikut.

  • Mata uang emas Dirham.
  • Mata uang perak (Kupang).
  • Tembaga.
  • Stempel kerajaan.
  • Makam raja Sultan Alaidin Syed Maulana Abdul Aziz Syah.

2. Kerajaan Samudra Pasai

sejarah samudrai pasai sebagai kerajaan islam di indonesia bisa dipelajari dari makam
Sumber gambar: www.twitter.com

Kerajaan Samudra Pasai merupakan kerajaan yang menurut banyak pendapat dianggap sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia.

Riwayat kerajaan ini berlangsung sekitar 3 abad, dari abad ke-13 hingga abad ke-15 Masehi.

Mulanya, kerajaan ini didirikan oleh Meurah Silu pada tahun 1627 Masehi, yang kemudian menjadi raja pertama Pasai dengan gelar Sultan Malik As Saleh.

Kerajaan ini lokasinya berada di wilayah Lhokseumawe dan Aceh Utara, dekat pesisir pantai utara Sumatra.

Di masa itu, kekuasaan Kerajaan Samudra Pasai meliputi seluruh wilayah Aceh, dengan ibukota berpusat di Kota Pasai.

Pada masa pemerintahan Sultan Malik As Saleh, banyak duta kerajaan yang dikirim ke negara sahabat seperti Cina, India, dan Quilon

Kemudian pada saat Sultan Malik Az-Zahir berkuasa, beliau berhasil menyatukan Kerajaan Peurlak di bawah kekuasaan Samudra Pasai.

Nah, pada masa kekuasaan beliau lah kejayaan Samudra Pasai berlangsung.

Sebagai kerajaan besar, Samudra Pasai pun sudah memiliki tata kelola negara yang mumpuni pada masanya.

Contohnya adalah pemakaian istilah syahbandar, menterim dan kadi untuk membedakan tugas para pejabatnya.

Anak-anak raja dan petinggi pemerintahan diberi gelar Tun.

Karena letaknya yang berada di jalur perdagangan dan pelayaran internasional, Samudra Pasai berkembang jadi pusat perdagangan dan maritim di wilayah Sumatra.

Saat itu, komoditas yang paling terkenal di sini adalah kapur barus, merica, dan emas.

Sebagai alat tukar, masyarakat di sini telah menggunakan koin emas yang dinamakan Dirham untuk alat pembayaran resmi.

Selain berdagang, masyarakat Samudra Pasai pandai juga dalam hal membuat karya tulis.

Karya tersebut kebanyakan memakai huruf Arab dalam Bahasa Melayu, atau yang biasa disebut dengan istilah Arab Jawi.

Salah satu hikayat yang cukup populer saat itu adalah Hikayat Raja Pasai.

Selain ilmu sastra, ilmu tasawuf pun juga ikut berkembang.

Salah satunya adalah buku Durru al-Manzum, yang disusun oleh Maulana Abu Ishak.

Kerajaan Samudra Pasai dikenal memegang teguh syariat Islam yang dianutnya.

Saat itu, pemahaman yang berkembang adalah Madzhab Syafi’i.

Kehidupan spiritual ini makin kental setelah bermunculan ahli-ahli teologi dalam berbagai bidang.

Hal inilah yang memberi pengaruh besar saat masyarakat non-muslim setempat berbondong-bondong masuk Islam.

Sayangnya, kebesaran kerajaan ini harus berakhir karena beberapa faktor, baik internal maupun eksternal.

Pada masa kekuasaan Sultan Zainal Abidin Bahian Syah Malik At Tahir, kondisi kerajaan sedang melemah.

Hal ini makin diperparah dengan adanya konflik keluarga yang berebut kekuasaan.

Hingga akhirnya pasukan Portugis mengadakan serangan ke pusat kekuatan Samudra Pasai pada tahun 1521 Masehi, dan akhirnya Pasai pun bertekuk lutut dalam kekalahan.

Di bawha ini merupakan daftar raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Samudra Pasai.

  • Sultan Malik as-Saleh (Meurah Silu) (1267–1297 M)
  • Sultan Al-Malik az Zahir I (Muhammad I) (1297–1326 M)
  • Sultan Ahmad I (1326–1330 M)
  • Sultan Al-Malik az Zahir II (1330–1349 M)
  • Sultan Zainal Abidin I (1349–1406 M)
  • Ratu Nahrasyiyah (1406–1428 M)
  • Sultan Zainal Abidin II (1428–1438 M)
  • Sultan Shalahuddin (1438–1462 M)
  • Sultan Ahmad II (1462–1464 M)
  • Sultan Abu Zaid Ahmad III (1464–1466 M)
  • Sultan Ahmad IV (1466–1466 M)
  • Sultan Mahmud (1466–1468 M)
  • Sultan Zainal Abidin III (1468–1474 M)
  • Sultan Muhammad Syah II (1474–1495 M)
  • Sultan Al-Kamil (1495–1495 M)
  • Sultan Adlullah (1495–1506 M)
  • Sultan Muhammad Syah III (1506–1507 M)
  • Sultan Abdullah (1507–1509 M)
  • Sultan Ahmad V (1509–1514 M)
  • Sultan Zainal Abidin IV (1514–1524 M)

Bukti-bukti sejarah Kerajaan Samudra Pasai banyak ditemukan di Aceh Udara dan di dekat Kota Lhokseumawe.

Peninggalan-peninggalan tersebut antara lain adalah:

  • Stempel kerajaan
  • Cakra Donya
  • Naskah Surat Sultan Zainal Abidin
  • Komplek makam kerajaan
  • Uang dirham emas

3. Kerajaan Aceh Darussalam

kerajaan aceh darussalam sebagai kerajaan islam di indonesia meninggakan masjid raya baiturrahman
Sumber gambar: www.pinterest.com

Selain Samudra Pasai, di Nanggroe Aceh Darussalam juga berdiri kerajaan besar Islam lainnya yang bernama Kerajaan Aceh Darussalam.

Kebesaran kerajaan ini tak tanggung-tanggung pada masanya, sebab saat itu bisa bersanding dengan negara Maroko, Aqra, Istanbul, dan Persia.

Sejarah kerajaan ini bisa dibilang cukup panjang karena menembus 4 abad lamanya, dari tahun 1496 Masehi hingga 1903 Masehi.

Kerajaan ini berdiri beberapa waktu setelah tumbangnya Kerajaan Samudra Pasai, tepat saat pelantikan Sultan Ali Mughayat Syah menjadi raja Aceh Darussalam.

Sebagai ibukota, Kerajaan Aceh Darussalam ini berpusat di Banda Aceh.

Kejayaan Kerajaan Aceh Darussalam terjadi pada saat pemerintahan Sultan Iskandar Muda.

Saat awal-awal berdirinya kerajaan ini, wilayah kekuasaannya meliputi Lamuri, Peurlak, Daya, Lidie, Pidie, Nakur, dan Daya.

Kerajaan Johor, saat itu juga tak luput dari penyerbuan yang dilakukan pada tahun 1564 Masehi.

Sementara, kerajaan lain seperti Deli takluk pada tahun 1612 Masehi, Bintan takluk tahun 1614 Masehi, berikut dengan wilayah Kapar Perlamaan dan Minangkabau.

Kemudian pada tahun 1618 Masehi serangan dilanjutkan ke Semenanjung Malaka untuk menaklukkan Kerajaan Pahang dan Petaka.

Karena terletak di jalur utama perdagangan dan pelayaran internasional, maka kehidupan ekonomi kerajaan juga berkembang dalam pada kedua sektor tersebut.

Saat itu pedagang-pedagang asing banyak datang ke wilayah Aceh, seperti dari Arab, Turki, Syam, Persia, Mesir, India, Cina, Jepang, Inggris, Perancis, dan Belanda.

Komoditi utama yang sering dicari di Aceh anatara lain damar, kemenyan, kayu cendana, kamper, minyak rasamala, lada, sutra, lilin, gading, dan tali-temali.

Sementara komoditi yang sering didatangkan dari negara lain adalah beras, gula, mentega, anggur, timah, kurma, boraksi, besi, kain tenun, guci, kopi, teh, batu karang, dan tembakau.

Di bidang sosial, rakyat setempat sangat teguh memegang hukum syariat Islam dalam menjalankan kehidupan.

Bidang peradilan pun cukup dijunjung tinggi dengan ditunjuknya pejabat Teuku Kadhi Malikul Adil sebagai hakim tinggi.

Nah, sebagai bagian dari kebudayaan, di Aceh juga berkembang bidang sastra yang melahirkan berbagai hikayat terkenal, seperti Hikayat Malem Dagang, Hikayat Malem Diwa, dan lain-lain.

Kekuatan militer Kerajaan Aceh Darussalam juga tak bisa dipandang sebelah mata, sebab mereka punya armada laut yang kuat, dengan mendatangkan pelatih dari Turki, India, dan Arab.

Berakhirnya kegemilangan Kerajaan Aceh pada tahun 1903 Masehi tak lepas dari buruknya kondisi internal kerajaan yang lemah dan keropos.

Satu per satu wilayah kekuasaan Kerajaan Aceh mulai melepaskan diri dan jadi kerajaan sendiri.

Hal ini tentu tak lepas dari hasutan penjajah Belanda yang saat itu memang ingin menjatuhkan Aceh.

Akhirnya, pada masa kekuasaan Sultan Muhammad Daud Syah, sejarah panjang Kerajaan Aceh Darussalam runtuh di tangan Belanda pada tahun 1903 Masehi.

Berikut adalah silsilah raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Aceh Darussalam.

  • Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528 M).
  • Sultan Salahuddin (1528-1537 M).
  • Sultan Alaudin Riayat Syah al-Kahar (1537-1568 M).
  • Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M).
  • Sultan Iskandar Thani (1636-1641 M).
  • Sultan Sri Alam (1575-1576 M).
  • Sultan Zain al-Abidin (1576-1577 M).
  • Sultan Ala‘ al-Din Mansur Syah (1577-1589 M).
  • Sultan Buyong (1589-1596 M).
  • Sultan Ala‘ al-Din Riayat Syah Sayyid al-Mukammil (1596-1604 M).
  • Sultan Ali Riayat Syah (1604-1607 M).
  • Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam (1607-1636 M).
  • Iskandar Thani (1636-1641 M).
  • Sri Ratu Safi al-Din Taj al-Alam (1641-1675 M).
  • Sri Ratu Naqi al-Din Nur al-Alam (1675-1678 M).
  • Sri Ratu Zaqi al-Din Inayat Syah (1678-1688 M).
  • Sri Ratu Kamalat Syah Zinat al-Din (1688-1699 M).
  • Sultan Badr al-Alam Syarif Hashim Jamal al-Din (1699-1702 M).
  • Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui (1702-1703 M).
  • Sultan Jamal al-Alam Badr al-Munir (1703-1726 M).
  • Sultan Jauhar al-Alam Amin al-Din (1726 M).
  • Sultan Syams al-Alam (1726-1727 M).
  • Sultan Ala‘ al-Din Ahmad Syah (1727-1735 M).
  • Sultan Ala‘ al-Din Johan Syah (1735-1760 M).
  • Sultan Mahmud Syah (1760-1781 M).
  • Sultan Badr al-Din (1781-1785 M).
  • Sultan Sulaiman Syah (1785 M).
  • Alauddin Muhammad Daud Syah.
  • Sultan Ala‘ al-Din Jauhar al-Alam (1795-1815 dan 1818-1824 M).
  • Sultan Syarif Saif al-Alam (1815-1818 M).
  • Sultan Muhammad Syah (1824-1838 M).
  • Sultan Sulaiman Syah (1838-1857 M).
  • Sultan Mansur Syah (1857-1870 M).
  • Sultan Mahmud Syah (1870-1874 M).
  • Sultan Muhammad Daud Syah (1874-1903 M)

Berikut ini adalah jejak-jejak peninggalan Kerajaan Aceh Darussalam yang masih bisa dinikmati sebagai bagian wisata sejarah.

  • Masjid Raja Baiturrahman
  • Taman Sari Gunongan
  • Masjid Tua Indrapuri
  • Benteng Indrapatra
  • Makam Sultan Iskandar Muda
  • Masjid Indrapurwa
  • Uang Emas Kerajaan Aceh
  • Meriam Kerajaan Aceh
  • Pinto Khop
  • Hikayat Perang Sabi
  • Batu Aceh
  • Masjid Teungku Di Anjong

4. Kerajaan Demak

kerajaan demak adalah kerajaan islam di Indonesia
Sumber gambar: www.tripadvisor.com

Persebaran agama Islam di Pulau Jawa erat kaitannya dengan Kerajaan Demak.

Hal ini tak lepas karena Wali Songo memusatkan kegiatan awalnya di kerajaan yang berdiri selama 79 tahun ini.

Kerajaan Demak sendiri, didirikan oleh Raden Patah yang merupakan putra dari seorang Raja Majapahit yang memperistri keturunan Cina.

Daerah Demak, yang dijadikan pusat kota Kerajaan Demak, dulunya adalah wilayah kekuasaan Majapahit.

Namun, setelah Majapahit runtuh, Raden Patah memilih memisahkan diri dan membentuk kerajaan baru bercorak Islam.

Dalam sektor politik, kerajaan banyak melakukan ekspansi ke wilayah lain, terumata daerah-daerah yang masih bercorak Hindu.

Letak Demak yang berada di dekat pantai utara Jawa, membuat kehidupan ekonominya bergantung pada sektor perdagangan dan pelayaran.

Pelabuhan Jepara berhasil dikuasai, untuk menjual komoditi utamanya yang berupa kacang, madu, beras, lilin, dan gula merah.

Kultur agam Islam begitu kental di kalangan masyarakat Demak, terutama akibat aktifnya Wali Songo melakukan dakwah Islam lewat internal kerajaan.

Puncak kejayaan Kerajaan Demak, terjadi pada era kepemimpinan Sultan Trenggana.

Saat itu, daerah kekuasaan kerajan meliputi wilayah timur dan barat Pulau Jawa.

Kehebatannya yang masih diingat sampai sekarang adalah tatkala Sunda Kelapa berhasil direbut dari tangan Portugus.

Namun, sayangnya riwayat kerajaan ini harus berakhir akibat terjadi perebutan kekuasaan.

Anak Sultan Trenggana, yakni Sunan Prawata yang seharusnya menjadi pewaris kerajaan, dibunuh oleh pamannya sendiri, Adipati Kalinyamat.

Setelah itu, peritiwa bunuh-membunuh terus berlangsung dari Adipati Kalinyamat, Arya Panangsang, hingga pemberontakan Joko Tingkir.

Adapun raja-raja yang berkuasa di Kerajaan Demak adalah sebagai berikut.

  • Raden Patah (1500-1518 M)
  • Pati Unus (1518-1521 M)
  • Sultan Trenggono (1521-1546 M)
  • Sunan Prawata (1546 M)
  • Arya Panangsang (1546-1554 M)

Untuk peninggalan-peninggalan bersejarah dari Kerajaan Demak, antara lain adalah sebagai berikut.

  • Dampar Kencana
  • Pintu Bledek
  • Piring campa
  • Soko Tatal / Soko guru
  • Makam Sunan Kalijaga

5. Kerajaan Cirebon

kerajaan cirebon adalah kerajaan islam di indonesia
Sumber gambar: www.kompasiana.com

Memasuki abad ke-15 Masehi sampai 16 Masehi, Kerajaan Cirebon menjadi kerajaan Islam yang cukup ternama di kawasan Jawa Barat.

Kerajaan Cirebon didirikan oleh Sunan Gunung Jati, atau Raden Syarif Hidayatullah pada tahun 1479 Masehi.

Letaknya yang berada di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Barat, membuat kerajaan ini juga mempunyai kebudayan sendiri, yang tidak dominan Sunda ataupun Jawa.

Dulunya kawasan ini adalah salah satu kekuasaan Kerajaan Pajajaran, yang dipimpin oleh Pangeran Walangsungsang.

Tetapi, akibat ekspansi yang dilakukan Kerajaan Demak di bawah pimpinan Sunan Gunung Jati, wilayah ini berhasil dijatuhkan dan didirikanlah Kerajaan Cirebon.

Nah, dengan kemenangan itulah Sunan Gunung Jati memulai dakwah Islam-nya, dari wilayah Cirebon, kemudian menyebar hingga ke seluruh wilayah Jawa Barat.

Dalam aspek ekonomi, posisi kerajaan yang berada di jalur pelayaran dan perdagangan internasional, membuat kerajaan ini banyak disinggahi pedagang.

Dalam aspek sosial, kehidupan warga sekitar selain berdagang, juga banyak yang jadi nelayan.

Komoditi utama dari Kerajaan Cirebon adalah ikan dan udang kecil.

Masa akhir dari riwayat Kerajaan Cirebon terjadi pada masa kepemimpinan Penembahan Girilaya.

Pada saat Kerajaan Mataram Islam dikuasai Sultan Amangkurat I, ia meminta Cirebon tunduk padanya, tetapi ditolak.

Hal ini memicu emosi Amangkurat I, sehingga Panambahan Girilaya ditangkap dan dipenjarakan sebagai tahanan politik hingga wafat.

Setelah itu, Kerajaan Cirebon dipecah menjadi 2 yang dikuasai oleh anaknya, yakni Kerajaan Kasepuhan yang dipimpin Martajaya dan Kerajaan Kanoman yang dipimpin Kartawijaya.

Berikut adalah silsilah raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Cirebon.

  • Syarif Hidayatullah / Sunan Gunung Jati (1479-1495 M)
  • Pangeran Pasarean (1495-1552 M)
  • Pangeran Dipati Carbon I (wafat sebelum dinobatkan)
  • Fatahillah (1552-1562 M)
  • Panembahan Ratu (1568-1649 M)
  • Pangeran Dipati Anom (wafat sebelum dinobatkan)
  • Penambahan Girilaya (1649-1662 M)

Adapun peninggalan Kerajaan Cirebon yang tersisa hingga kini adalah sebagai berikut.

  • Keraton Kasepuhan Cirebon
  • Keraton Kanoman
  • Keraton Kacirebonan
  • Keraton Keprabon
  • Kereta Singa Barong
  • Masjid Sang Cipta Rasa
  • Makam Sunan Gunung Jati
  • Patung Macan Putih
  • Alun-Alun Sangkala Buana (Saptonan)
  • Bangunan Mande Pengiring

6. Kerajaan Banten

kerajaan banten berkembang sebagai kerajaan islam di indonesia
Sumber gambar: www.bujangmasjid.blogspot.com

Kerajaan Banten merupakan kerajaan besar Islam yang kekuasaannya mencakup Banten dan Lampung.

Sejarah berdirinya Kerajaan Banten tak lepas dari sejarah Kerajaan Pajajaran yang bercorak Hindu.

Di abad ke-16, bangsa Portugis mulai datang ke Jawa dengan menjajaki kerja sama dengan Pajajaran.

Lewat kerjasama ini, Portugis membangun kantor dagang di Sunda Kelapa, lengkap dengan benteng pertahanannya.

Sultan Trenggono, dari Demak, mencoba melancarkan serangan ke area ini dengan pasukan yang dipimpin Fatahillah.

Bukan saja Sunda Kelapa yang berhasil direbut saat itu, bahkan daerah Banten yang dikuasai Pajajaran juga berhasil ditaklukkan.

Kemudian, Sunda Kelapa diubah namanya menjadi Jayakarta, dan di Banten didirikan kerajaan baru dengan nama Kerajaan Banten.

Secara geografis, wilayah Kerajaan Banten terletak di pesisir Selat Sunda, yang memisahkan Sumatra dan jawa.

Karena lokasinya yang strategis, tak ayal membuat banyak pedagang dan pelayar yang singgah di pelabuhan ini.

Kejayaan Kerajaan Banten terjadi pada masa Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa, dari tahun 1651 Masehi hingga 1682 Masehi.

Saat itu, Banten memiliki armada laut yang kuat seperti yang dipunya Bangsa Eropa.

Wilayah Lampung, yang memiliki komoditas lada yang besar, juga berhasil ditaklukkan.

Akibatnya, komoditi perdagangan dan pelayaran semakin kuat pasca perebutan kekuasaan ini.

Transaksi perdagangan pun semakin meningkat, yang selalu ramai siang dan malam.

Untuk menambah pemasukan, pihak kerajaan juga memberlakukan pemungutan pajak pada setiap transaksi sehingga dari hasil ini mampu memberikan kesejahteraan bagi warga setempat.

Selain perdagangan, roda perekonomian rakyat Banten juga dihasilkan dari sektor pertanian dan perkebunan.

Sayangnya, meski Sultan Ageng Tirtayasa berhasil memimpin kejayaan Kerajaan Banten, pada masa kepemimpinannya juga tercium aroma kejatuhan.

Hal ini, tak lain disebabkan karena anaknya, yang bernama Sultan Haji, sering berselisih paham dengan Sultan Ageng dalam bab kekuasaan.

Ternyata masalah ini berhasil dimanfaatkan Belanda untuk mempengaruhi Sultan Haji, supaya mau membelot bersamanya.

Perang tak terelakkan antara kedua belah pihak, dimana Sultan Haji bergabung dengan Belanda, melawan Sultan Ageng yang dibantu 2 anaknya yang lain, Syekh Yusuf dan Pangeran Purbaya.

Dalam pertempuran ini, pihak Kerajaan Banten mengalami kekalahan, sehingga kekuasaan jatuh dalam genggaman Sultan Haji.

Sebagai balasan terima kasih, Sultan Haji menyerahkan Lampung kepada VOC dan Sultan Haji berkuasa di Banten sampai akhir hayatnya.

Sepeninggal Sultan Haji, Banten langsung dikuasai VOC.

Berikut adalah silsilah raja yang berkuasa di Kerajaan Banten.

  • Sultan Hasanudin (1552-1570 M)
  • Syekh Maulana Yusuf (1570-1580 M)
  • Maulana Muhammad (1580-1596 M)
  • Abdul Mufakhir (1596-1651 M)
  • Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682 M)
  • Sultan Haji (1682-1687 M)

Adapun sisa peninggalan Kerajaan Banten adalah sebagai berikut.

  • Masjid Agung Banten
  • Istana Keraton Kaibon
  • Istana Keraton Surosowan
  • Benteng Speelwijk
  • Danau Tasikardi
  • Vihara Avalokitesvara
  • Meriam Ki Amuk

7. Kerajaan Pajang

masjid laweyan jadi saksi sejarah berdirinya kerajaan pajang sebagai kerajaan islam di indonesia
Sumber gambar: www.wikimapia.org

Kerajaan Pajang merupakan kerajaan Islam di Jawa Tengah, yang disebut-sebut sebagai penerus Kerajaan Demak.

Berdirinya Kerajaan Pajang tak lepas dari peran pendirinya, yakni Jaka Tingkir, yang juga menjadi raja pertama Pajang pada tahun 1568-1583 Masehi.

Awalnya, Jaka Tingkir adalah seorang pengabdi di Kerajaan Demak dengan pangkat lurah wiratamtama atau kepala prajurit.

Kejeniusan Jaka Tingkir ternyata tak luput dari perhatian Raja Demak, yakni Sultan Trenggono, yang kemudian mengangkatnya sebagai menantu dengan memperistri Ratu Mas Cempaka.

Sebagai hadiah pernikahan, Jaka Tingkir diangkat menjadi bupati Pajang yang bergelar Hadiwijaya.

Sepeninggal Sultan Trenggono, Demak mengalami kekacauan akibat perebutan kekuasaan.

Bahkan peristiwa saling bunuh-membunuh pun sering terjadi.

Sampai akhirnya, Arya Panangsang, yang merupakan Raja Demak saat itu, berniat juga untuk membunuh Hadiwijaya.

Mengetahui hal ini, Hadiwijaya melakukan serangan lebih dahulu ke arah istana Demak dengan bantuan Ki Penjawi dan Ki Ageng Pamanahan hingga mendapatkan kemenangan.

Setelah peristiwa ini, berdirilah Kerajaan Pajang pada tahun 1568 Masehi, yang beribu kota di Kota Pajang, Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah.

Era kejayaan Pajang dirasakan saat Sultan Hadiwijaya berkuasa.

Selama masa kepemimpinannya, terjadi banyak perluasan wilayah, dari Boyolali, Klaten, Salatiga, Butuh, Madiun, Bagelan, Blora, Banyumas, Kediri, Surabaya, dan Madura.

Dari sektor ekonomi, kehidupan rakyat Pajang juga mencapai kesejahteraan dengan mata pencahariannya sebagai petani.

Hal ini tak lepas dari posisi Pajang yang diapit Sungai Dengkeng dan Sungai Pepe, sehingga memiliki tanah yang subur.

Komoditi utama yang dihasilkan Kerajaan Pajang adalah beras dan kapas.

Bahkan, di abad ke-16 hingga ke-17 Masehi, komoditi beras ini sangat melimpah hingga bisa diekspor ke luar daerah memanfaatkan transportasi Sungai Bengawan Solo.

Tak hanya itu, di kawasan ini juga berkembang sektor tekstil, yang meliputi industri benang, kain batik, tenun, serta kain mori.

Dari sektor kehidupan sosial budaya, terdapat percampuran budaya Jawa dan Islam di sini, antara lain seperti upacara Kejawen, Pesta Angka Wiyu, Grebeg Syawal, dan Grebeg Maulid.

Saat Pajang memindahkan kekuasaan Demak ke wilayah Pajang, Surakarta berkembang ajaran ma’rifat yang dilancarkan oleh Syeikh Siti Jenar.

Sontak, ajaran Wali Songo yang tadinya begitu kental di wilayah Demak, kini mulai menurun akibat runtuhnya Demak dan berdirinya Kerajaan Pajang.

Berakhirnya riwayat Kerajaan Pajang mulai tercium sepeninggal Sultan Hadiwijaya.

Sebab, Pangeran Benawa dan Arya Pangiri berebut tahta kerajaan setelah itu.

Arya Pangiri yang naik tahta tidak berlaku bijaksana selama memimpin.

Sementara, di sisi lain, Pangeran Benawa diam-diam mengadakan koalisi dengan Sutawijaya dari Kerajaan Mataram Islam untuk menyerang Arya Pangiri.

Akhirnya, Arya Pangiri dapat ditumbangkan dan Pangeran Benawa naik tahta.

Kekuasaan inipun tak berlangsung lama, sebab setelah itu Pangeran Benawa pergi meninggalkan Pajang dan menyerahkan kekuasaan Pajang kepada Kerajaan Mataram Islam.

Berikut adalah silsilah raja Kerajaan Pajang dan masa kekuasaannya.

  • Jaka Tingkir (1568 – 1583 M)
  • Arya Pangiri (1583 M – 1586 M)
  • Pangeran Benawa (1586 – 1587 M)

Adapaun peniggalan Kerajaan Pajang di anataranya adalah sebagai berikut.

  • Masjid Laweyan
  • Bandar Kabanaran
  • Makam Para Bangsawan Pajang
  • Makam Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya)
  • Pasar Laweyan

8. Kerajaan Mataram Islam

kerajaan mataram baru merupakan kerajaan islam di indonesia
Sumber gambar: www.twitter.com

Kerajaan Mataram Islam merupakan salah satu kerajaan Islam terbesar di Pulau Jawa.

Sebab, saat itu kekuasaannya pernah meliputi hampir seluruh Jawa, kecuali Batavia yang masih diduduki Belanda.

Berdirinya Kerajaan Mataram Islam, tak lepas dari sejarah penyerangan ke arah Demak yang dilakukan Sultan Hadiwijaya dari Pajang dan dibantu oleh Ki Ageng Pamanahan.

Sebagai imbal jasa, Ki Ageng Pamanahan diberi tanah di Hutan Mentaok oleh Sultan Hadiwijaya, yang nantinya menjadi cikal bakal Kerajaan Mataram.

Kerajaan ini baru benar-benar berdiri sendiri setelah Sutawijaya, anak Ki Ageng Pamanahan, melakukan serangan ke Pajang.

Setelah itu, barulah pusat kekuasaan di Pajang dipindahkan ke Hutan Mentaok, lalu berpindah lagi ke Kotagede, Yogyakarta.

Masa kejayaan Kerajaan Mataram Islam terjadi saat Sultan Agung berkuasa.

Seperti yang disebutkan di atas, kekuasannya hanya menyisakan Batavia saja yang belum ditaklukkan dari seluruh wilayah Pulau Jawa.

Meski sudah melakukan serangan ke basis pertahanan VOC, nyatanya Sultan Agung masih menderita kekalahan dari Belanda.

Sebab, pasukannya kala itu dilanda kelelahan dan banyak juga yang terkena wabah penyakit selama perjalanan Yogyakarta-Batavia.

Kehidupan ekonomi di Mataram, sangat ditopang oleh hasil pertaniannya, dengan komoditi utama berupa beras.

Hasil beras yang melimpah ini, sampai bisa diekspor ketersediannya ke negara lain.

Sementara, dari aspek budaya, terjadi percampuran antara budaya Hindu-Jawa dan ajaran Islam.

Misalnya saja, upacara Grebeg yang mulanya untuk upacara pemujaan roh, setelah ajaran Islam masuk diganti jadi upacara hari besar Islam, seperti Grebeg Syawal, Grebeng Maulid, dan lain-lain.

Untuk menata kehidupan sosialnyasendiri, sudah ada tugas-tugas khusus yang dititahkan raja kepada para penghulu, khotib, naid, surantana, dan jaksa.

Sayangnya, kebesaran kerajaan ini harus berakhir, yang mulai tercium sejak Sultan Agung kalah dari Belanda di Batavia.

Hal ini makin diperparah karena Sultan Amangkurat I mulai menjajaki kerjasama dengan VOC untuk membendung pemberontakan Trunojoyo.

Pengaruh VOC ke internal Kerajaan Mataram pun semakin terasa tatkala kekuasaan ada di tangan Sultan Amangkurat II.

Pada masa pemerintahan Sultan Amangkurat III, beliau mengibarkan bendera perlawanan kepada kolonial.

Akibatnya, pihak Belanda naik pitam, dengan mengangkat Pakubuwana I sebagai raja tandingan.

Keberadaan 2 orang raja di Kerajaan Mataram Islam menyebabkan kondisi internal jadi terpecah.

Hingga pada era kepemimpinan Pakubuwana III, akhirnya Kerajaan Mataram Islam dipecah menjadi 2, yakni Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta.

Mulai dari situlah akhir dari riwayat Kerajaan Mataram Islam.

Di bawah ini merupakan raja-raja yang dulunya berkuasa di Kerajaan Mataram Islam.

  • Ki Ageng Pamanahan (1556-1584 M)
  • Sutawijaya / Panembahan Senopati (1584-1606 M)
  • R.M. Jolang / Panembahan Anyakrawati (1606-1613 M)
  • R.M. Rangsang / Sultan Agung (1613-1645 M)
  • Amangkurat I (1645-1677 M)
  • Amangkurat II (1677-1703 M)

Adapun peninggalan Kerajaan Mataram Islam yang masih bisa ditemui hingga sekarang, antara lain sebagai berikut.

  • Masjid Kotagede
  • Pasar Kotagede
  • Komplek Makam Pendiri Kerajaan Imogiri
  • Gapura Candi Bentar
  • Meriam Segara Wana dan Syah Brata
  • Pertapaan Kembang Lampir
  • Kalender Jawa
  • Buku Sastragending
  • Perayaan Sekaten

9. Kerajaan Ternate

benteng tolukko dipakai kerajaan ternate sebagai kerajaan islam di indonesia untuk berperang melawan belanda
Sumber gambar: www.backpackerjakarta.com

Kerajaan Ternate, atau yang juga disebut Kerajaan Gapi, merupakan salah satu kerajaan Islam yang terletak di Maluku.

Dalam sejarahnya, kerajaan ini cukup memberi pengaruh besar di masa kedatangan bangsa Eropa.

Sebab, hal ini tak lepas dari fakta jika kepulauan di Maluku merupakan pusat rempah-rempah dunia dengan jumlah yang melimpah.

Kerajaan Ternate didirikan sebagai bagian dari konsensus yang diadakan para momole untuk menjawab banyaknya pedagang asing yang datang di awal abad ke-13.

Sebab, pada masa itu, banyak perompak di sekitar Maluku yang sewaktu-waktu bisa menyerang keamanan bangsa asing ini.

Pertemuan diadakan oleh para momole dari Kampung Tobanga, Tubo, Tobana, dan Toboleu, hingga tercetuslah ide pendirian Kerajaan Ternate yang berpusat di Sempala.

Secara geografis, posisi Kerajaan Ternate ini cukup strategis, sebab terletak di jalur perdagangan utama yang menghubungkan Sulawesi dan Papua.

Kehidupan ekonomi rakyat setempat, ditopang oleh sektor perdagangan, pertanian, dan perikanan.

Hasil bumi yang utama di sini adalah rempah-rempah seperti cengkeh, pala, dan lada yang banyak diincar Bangsa Eropa.

Masuknya Agama Islam ke kawasan ini, juga tak lepas dari interaksi masyarakat setempat dengan pedagang Arab dan Adama.

Sementara, Agama Katolik berkembang pasca masuknya Bangsa Portugis ke kawasan tersebut, yang disebarkan oleh Pendeta Fransiscus Xaverius.

Pengaruh lain yang diberikan Kerajaan Ternate adalah penggunaan Bahasa Ternate yang ternyata meningkat pemakaiannya, khususnya di Sulawesi, Maluku, dan sebagian Papua.

Para sultan di Kerajaan Ternate diposisikan seperti khalifah yang wajib menjaga kesejahteraan dan keselamatan rakyat.

Masa kejayaan Kerajaan Ternate sendiri, terjadi pada saat Sultan Baabullah berkuasa di akhir abad ke-16.

Pada masa itu, Sultan Baabullah diberi gelar Sultan 72 Pulau, sebab beliau berhasil menguasai pulau sebanyak itu.

Wilayah kekuasaannya mencakup Sulawesi Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, dan semua kecil di sekitar Pulau Marshall serta Pulau Kai di Filipina dan Pulau Nusa Tenggara.

Keberhasilan Sultan Baabullah dalam mengusir Bangsa Portugis dari tanah Maluku adalah suatu fakta jika Kerajaan Ternate punya andil besar dalam perjuangan kemerdekaan Bangsa Indonesia.

Sayangnya, kebesaran ini harus berakhir tatkala koalisi Bangsa Spanyol dan Portugis membuat politik adu domba.

Berikut adalah silsilah raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Ternate.

  • Baab Mashur Malamo (1257 – 1272 M)
  • Jamin Qadrat (1277 – 1284 M)
  • Komala Abu Said (1284 – 1298 M)
  • Bakuku (Kalabata) (1298 – 1304 M)
  • Ngara Malamo (Komala) (1304 – 1317 M)
  • Patsaranga Malamo (1317 – 1322 M)
  • Cili Aiya (Sidang Arif Malamo) (1322 – 1331 M)
  • Panji Malamo (1331 – 1332 M)
  • Syah Alam (1332 – 1343 M)
  • Tulu Malamo (1343 – 1347 M)
  • Kie Mabiji (Abu Hayat I) (1347 – 1350 M)
  • Ngolo Macahaya (1350 – 1357 M)
  • Momole (1357 – 1359 M)
  • Gapi Malamo I (1359 – 1372 M)
  • Gapi Baguna I (1372 – 1377 M)
  • Komala Pulu (1377 – 1432 M)
  • Gapi Baguna II (1432 – 1486 M)
  • Zainal Abidin (1486 – 1500 M)
  • Sultan Bayanullah (1500 – 1522 M)
  • Hidayatullah (1522 – 1529 M)
  • Abu Hayat II (1529 – 1533 M)
  • Tabariji (1533 – 1534 M)
  • Khairun Jamil (1535 – 1570 M)
  • Baabullah Datu Syah (1570 – 1583 M)
  • Said Barakat Syah (1583 – 1606 M)
  • Mudaffar Syah I (1607 – 1627 M)
  • Hamzah (1627 – 1648 M)
  • Mandarsyah (1648 – 1650 M, masa pertama)
  • Manila (1650 – 1655 M)
  • Mandarsyah (1655 – 1675 M, masa kedua)
  • Sibori (1675 – 1689 M)
  • Sultan Said Fatahullah (1689 – 1714 M)
  • Sultan Amir Iskandar Zulkarnain Syaifuddin (1714 – 1751M)
  • Sultan Ayan Syah (1751 – 1754 M)
  • Sultan Syah Mardan (1755 – 1763 M)
  • Sultan Jalaluddin (1763 – 1774 M)
  • Sultan Harunsyah (1774 – 1781 M)
  • Sultan Achral (1781 – 1796 M)
  • Sultan Muhammad Yasin (1796 – 1801 M)
  • Sultan Muhammad Ali (1807 – 1821 M)
  • Sultan Muhammad Sarmoli (1821 – 1823 M)
  • Sultan Muhammad Zain (1823 – 1859 M)
  • Sultan Muhammad Arsyad (1859 – 1876 M)
  • Sultan Ayanhar (1879 – 1900 M)
  • Sultan Muhammad Ilham (1900 – 1902 M)
  • Iskandar Muhammad Jabir Syah (1929 – 1975 M)
  • Haji Mudaffar Syah (Mudaffar Syah II) (1975 – 2015 M)

Peninggalan Kerajaan Ternate antara lain sebagai berikut.

  • Istana Sultan Ternate
  • Masjid Jami Ternate
  • Komplek makam raja
  • Al Qur’an tulisan tangan
  • Benteng Tolukko

10. Kerajaan Tidore

benteng torre menjadi saksi sejarah berdirinya kerajaan tidore sebagai kerajaan islam di indonesia
Sumber gambar: www.kataomed.com

Kerajaan Tidore merupakan kerajaan Islam yang didirikan sekitar abad ke-14 Masehi.

Dari awal berdiri, kerajaan ini sudah berusaha untuk melawan upaya penjajahan bangsa asing, yang salah satunya datang dari VOC Belanda.

Tapi, karena faktor bertetanggaan dengan Kerajaan Ternate, kedua kerajaan ini juga bersaing memperebutkan hegemoni politik di sekitar Maluku.

Untuk itu, Kerajaan Ternate mendirikian persekutuan dagang Uli-Lima atau Persekutuan Lima Bersaudara yang kekuasaannya meliputi Ambon, Obi, Seram, Bacan, dan Ternate sendiri.

Sementara, Kerajaan Tidore membangun persekutuan dagang Uli-Siwa atau Persekutuan Sembilan Bersaudara yang wilayahnya mencakup Halmahera, Jalilo, hingga Papua.

Secara geografis, letak kerajaan ini juga masuk dalam jalur perdagangan penting dunia, karena pelayaran dari Sulawesi menuju Papua selalu melewati kawasan ini.

Masa kejayaan Kerajaan Tidore berlangsung tatkala Sultan Nuku berkuasa selama 25 tahun, dari tahun 1780 hingga 1805 Masehi.

Pada masa kepemimpinan beliau, Ternate dan Tidore, yang dahulunya punya sejarah persaingan dan perselisihan, dapat disatukan.

Wilayah kekuasaannya pada masa itu meliputi Pulau Seram, Halmahera, Makean, Jaililo, Kai, Raja Ampat, dan Papua.

Atas jasa-jasanya dalam upaya pengusiran penjajah, Sultan Nuku pun mendapat gelar Pahlawan Nasional Indonesia.

Hasil bumi seperti pala, lada dan cengkeh merupakan komoditi utama yang dihasilkan Kerajaan Tidore.

Permintaan terhadap hasil pertanian ini meningkat sejak abad ke-12 Masehi hingga abad ke-15 Masehi, utamanya saat pedagang asing mulai datang.

Sebagai kerajaan Islam, syariat dan hukum Islam begitu kental diberlakukan di kawasan Tidore.

Agama Islam mulai masuk ke kawasan Tidore dengan dibawa pedagang dari Malaka dan Jawa.

Sementara, Agama Katolik mulai menyebar semenjak Bangsa Portugis mulai datang, khususnya karena disebarkan pendeta Fransiskus Xaverius.

Ketika bangsa Belanda datang, agama Protestan pun mulai muncul di daerah kekuasaan Kerajaan Tidore.

Keruntuhan Kerajaan Tidore terjadi akibat adanya adu domba yang dilancarkan Bangsa Spanyol dan Portugis.

Walaupun kedua bangsa asing ini kemudian bisa dipukul mundur, penjajah Belanda dengan VOC-nya kemudian datang dan berhasil menguasai rempah-rempah di kawasan Maluku.

Berikut adalah silsilah raja yang pernah memimpin Kerajaan Tidore.

  • Kolano Syahjati Atau Muhammad Nakil Bin Jaffar As Shiddiq
  • Kolano Bosa Mawange
  • Kolano Syuhud Atau Nam Subu
  • Kolano Balibunga
  • Kolano Duko Adoya
  • Kolano Kie Matiti
  • Kolano Seli
  • Kolano Matagena
  • Kolano Nuruddin (1334 – 1372)
  • Kolano Hasan Syah (1372 – 1405)
  • Sutan Ciriliyati Atau Djamaluddin (1495 – 1512)
  • Sultan Al Mansur (1512 – 1526)
  • Sultan Amiruddin Iskandar Zulkarnaen (1526 – 1535)
  • Sultan Kyai Mansur (1535 – 1569)
  • Sultan Iskandar Sani (1569 – 1586)
  • Sultan Gapi Baguna (1586 – 1600)
  • Sultan Mole Majimo Atau Zainuddin (1600 – 1626)
  • Sultan Ngora Malamo Atau Alauddin Syah (1626 – 1631)
  • Sultan Gorontalo Atau Saiduddin (1631 – 1642)
  • Sultan Saidi (1642 – 1653)
  • Sultan Mole Maginyau Atau Malikiddin (1653 – 1657)
  • Sultan Saifuddin Atau Jou Kota (1657 – 1674)
  • Sultan Hamzah Fahruddin (1674 – 1705)
  • Sultan Abdul Fadhlil Mansur (1705 – 1708)
  • Sultan Hassanudin Kaicil Garcia (1708 – 1728)
  • Sultan Amir Bifodlil Aziz Muhidin Malikul Manan (1728 – 1757)
  • Sultan Muhammad Mashud Jamalludin (1757 – 1779)
  • Sultan Patra Alam (1780 – 1783)
  • Sultan Hairul Alam Kamalludin Asgar (1784 – 1797)
  • Sultan Syaifuddin Muhammad / Sultan Nuku (1797 – 1805)
  • Sultan Zainal Abidin (1805 – 1810)
  • Sultan Motahuddin Muhammad Tahir (1810 – 1821)
  • Sultan Achmadul Mansur Sirajuddin Syah (1821 – 1856)
  • Sultan Achmad Syaifuddin Alting (1856 – 1892)
  • Sultan Achmad Fatahuddin Alting (1892 – 1894)
  • Sultan Achmad Kawiyuddin Alting (1894 – 1906)
  • Sultan Zainal Abidin Syah (1906 – 1947)
  • Sultan Djafar Syah (1947 – 1967)
  • Sultan Husain Syah (1967 – Sekarang)

Peninggalan bersejarah dari Kerajaan Tidore antara lain sebagai berikut.

  • Benteng Tahula Dan Torre
  • Kadato Kie (Istana Kie)

11. Kerajaan Gowa dan Tallo

kerajaan gowa tallo adalah kerajaan islam di indonesia yang berhasil ditaklukkan belanda dengan perjanjian bongaya
Sumber gambar: www.wikipwdia.com

Kerajaan Gowa Tallo merupakan simbol kejayaan Islam di wilayah timur Indonesia, yang pusatnya ada di Kota Makassar.

Berdiri pada tahun 1605 Masehi, kerajaan yang terletak di wilayah Sulawesi Selatan ini menjadi bertransformasi jadi pusat persebaran Islam paling luas saat itu.

Daeng Manrabia, yakni raja Gowa, dan Karaeng Matoaya, yang merupakan raja Tallo, sama-sama telah memeluk agama Islam saat itu.

Dengan dipersatukannya kedua wilayah ini, maka diputuskanlah Daeng Manrabia menjadi raja, sementara Karaeng Matoaya sebagai perdana menteri.

Selama berkuasa, Daeng Manrabia bergelar Sultan Alaudin, sementara Karaeng Matoaya diberi gelar Sultan Abdullah.

Puncak kejayaan Kerajaan Gowa-Tallo terjadi pada saat Sultan Hasanuddin berkuasa.

Saat itu, pelabuhan Makassar berkembang pesat, sehingga membawa rakyatnya hidup dalam kesejahteraan.

Hal ini tak lepas dari posisi geografis Kerajaan Gowa-Tallo yang strategis, dengan menghubungkan Malaka, Jawa, dan Maluku.

Masyarakat Makassar juga memiliki tradisi migrasi yang cukup kuat, sehingga terkenal jago dalam berlayar dan membuat perahu pinisi.

Saat itu, wilayah kekuasaan Kerajaan Gowa-Tallo mencakup hampir seluruh Sulawesi Selatan dan juga Nusa Tenggara.

Islam mulai masuk ke wilayah Makassar disebabkan pengaruh dari Kerajaan ternate.

Raja Gowa pertama yang menerima dakwah Islam ini adalah Karaeng Tunigallo, yang kemudian bergelar Sultan Alaudin Awwalul-Islam.

Dua tahun berlalu dari situ, rakyat Gowa-Tallo pun berbondong-bondong jadi mualaf.

Tak hanya itu, sebab 6 tahun kemudian rakyat Sulawesi Selatan juga melakukan hal yang sama.

Keruntuhan Kerajaan Gowa-Tallo disebabkan oleh serangan penjajah Belanda.

Perselisihan yang sudah lama terjadi antara Kerajaan Gowa-Tallo dan Kerajaan Bone dimanfaatkan oleh pihak Belanda.

Saat itu, Aru Palaka, yang merupakan raja Bone, diajak bersekongkol untuk menaklukkan Makassar.

Kebetulan Kerajaan Gowa-Tallo juga sering berselisih dengan Belanda, akibat dari praktik monopoli perdagangan yang mereka terapkan.

Pertempuran dan perselisihan antara Gowa-Tallo dan Belanda yang dibantu Aru Palaka pun tak terelakkan.

Alhasil, Ayam Jantan dari Timur, yang merupakan julukan Sultan Hasanuddin dan pasukannya mengalami kekalahan berat.

Akibat kekalahan ini, Sultan Hasanuddin dipaksa untuk menandatangai Perjanjian Bongaya pada tahun 1667 Masehi, yang isinya sangat merugikan rakyat Makassar.

Berikut adalah silsilah raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Gowa-Tallo.

  • Tumanurung berkuasa di tahun ±1300
  • Tumassalangga Baraya
  • Puang Loe Lembang
  • I Tuniatabanri
  • Karampang ri Gowa
  • Tunatangka Lopi berkuasa di tahun ±1400
  • Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna
  • Pakere Tau Tunijallo ri Passukki
  • Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi’ Kallonna
  • I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiyung Tunipallangga Ulaweng
  • I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatte
  • I Manggorai Daeng Mameta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo
  • I Tepukaraeng Daeng Parabbung Tuni Pasulu
  • I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin I Tuminanga ri Gaukanna
  • I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikussaid Tuminanga ri Papang Batuna
  • I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla’pangkana
  • I Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri Allu’
  • Sultan Mohammad Ali (Karaeng Bisei) Tumenanga ri Jakattara
  • I Mappadulu Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone Sultan Abdul Jalil Tuminanga ri Lakiyung (1677-1709)
  • La Pareppa Tosappe Wali Sultan Ismail Tuminanga ri Somba Opu (1709-1711)
  • I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi
  • I Manrabbia Sultan Najamuddin
  • I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi
  • I Mallawagau Sultan Abdul Chair (1735-1742)
  • I Mappibabasa Sultan Abdul Kudus (1742-1753)
  • Amas Madina Batara Gowa (1747-1795)
  • I Mallisujawa Daeng Riboko Arungmampu Tuminanga ri Tompobalang (1767-1769)
  • I Temmassongeng Karaeng Katanka Sultan Zainuddin Tuminanga ri Mattanging (1770-1778)
  • I Manawari Karaeng Bontolangkasa (1778-1810)
  • I Mappatunru / I Mangijarang Karaeng Lembang Parang Tuminang ri Katangka (1816-1825)
  • La Oddanriu Karaeng Katangka Tuminanga ri Suangga (1825-1826)
  • I Kumala Karaeng Lembang Parang Sultan Abdul Kadir Moh Aidid Tuminanga ri Kakuasanna (1826-1893)
  • I Malingkaan Daeng Nyonri Karaeng Katangka Sultan Idris Tuminanga ri Kalabbiranna (1893-1895)
  • I Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembangparang
  • I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad Tahur Muhibuddin Tuminanga ri Sungguminasa (1936-1946)
  • Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin (1946-1978)
  • Andi Maddusila Patta Nyonri Karaeng Katangka Sultan Alauddin II (2011-2014)
  • I Kumala Andi Idjo Sultan Kumala Idjo Batara Gowa III Daeng Sila Karaeng Lembang Parang (2014-Sekarang)

Untuk peninggalannya, daftarnya adalah sebagai berikut.

  • Benteng Fort Rotterdam
  • Masjid Katangka
  • Kompleks Makam Raja dan keluarga
  • Museum Balla Lompoa Raja Gowa
  • Benteng Somba Opu
  • Batu Pallantikang
  • Makam Syekh Yusuf

12. Kerajaan Bone

kejayaan kerajaan bone sebagai kerajaan islam di indonesia dicapai pada kekuasaan aru palakka
Sumber gambar: www.mapio.net

Kerajaan Bone adalah kerajaan Islam yang berkedudukan di wilayah Sulawesi Selatan.

Sebelum Islam datang, kerajaan ini sudah berdiri terlebih dahulu pada abad ke-14 Masehi.

Adalah Tomanurung ri Matajang Matasilompoe yang berperan sebagai pendiri kerajaan, dengan cara menyatukan 7 komunitas.

Islam masuk ke Bone berkat peran Sultan Alauddin, yang merupakan raja ke-14 Kerajaan Gowa, karena saat itu Bone masih masuk dalam kekuasaannya.

Hal ini juga dilakukan ke wilayah lainnya seperti Wajo, Soppeng, dan Luwu.

La Teri Ruwa atau Sultan Adam Matindore ri Bantaeng (1611-1616 M) adalah raja pertama Bone yang memeluk Islam.

Tapi karena rakyat masih menolak ajaran baru ini, dengan terpaksa ia harus meninggalkan tahtanya.

Padahal, Matinroe ri Sidenreng atau We Tenrituppu, yang merupakan raja sebelumnya (1602-1611 M), juga sudah memeluk Islam, tapi pada saat ia sudah lengser.

Baru pada masa kepemimpinan Matinroe ri Tallo atau La Tenripale (1616-1631 M), agama Islam ini diterima dengan tangan terbuka.

Hal ini pun membuat struktur adat mengalami beberapa perubahan, seperti penambahan Ade’ Pitue dan Parewa Sara yang berperan sebagai pejabat syariat.

Masa kejayaan Kerajaan Bone terjadi pada era kepemimpinan La Tenritatta Arung Palakka Sultan Saadudin berkuasa.

Lebih tepatnya, hal ini terjadi setelah Bone menang pada perang Makassar yang terjadi pada tahun 1669 Masehi.

Sebab, saat itu Bone berhasil menjadi kerajaan yang paling dominan di Sulawesi Selatan.

Kerajaan Bone baru menemui kejatuhannya karena kalah saat pertempuran melawan Belanda tahun 1905 Masehi.

Peperangan ini dilatar belakangi perebutan wilayah antar kedua belah pihak.

Berikut ini adalah silsilah raja yang pernah memimpin Kerajaan Bone.

  • Manurunge ri Matajang, Mata Silompoe, mytos.
  • La Ummasaq, Petta Panre Bessie (1423-1447).
  • La Saliu Kerrémpelua (1447-1502).
  • We Benrigauq, Mallajange ri Cina (1502-1507).
  • La Tenrisukki, Mappajunge (1507-1534)
  • La Uliyo Bote-E, Matinroe ri Itterung (1534-1559.
  • La Tenrirawe Bongkange, Matinroe ri Gucinna (1559-1584).
  • La Iccaq, Matinroe ri Addenenna (1584-1595).
  • La Pattaweq, Matinroe ri Bettung (1595-1602).
  • We Tenrituppu, Matinroe ri Sidenreng (1602-1611)
  • La Tenriruwa, Sultan Adam, Matinroe ri Bantaeng (1611-1616)
  • La Tenripale, Matinroe ri Tallo (1616-1631)
  • La Maddaremmeng, Matinroe ri Bukaka (1631-1644)
  • La Tenriaji, Arungpone, Matinroe ri Pangkep (1644-1672)
  • La Tenritatta, Daeng Serang, Malampe-E Gemme’na, Arung Palakka (1672-1696)
  • La Patau Matanna Tikka, Matinroe ri Nagauleng (1696-1714).
  • We Bataritoja, Datu Talaga Arung Timurung, Sultanah Zainab Zulkiyahtuddin (1714-1715).
  • La Padassajati, Toappeware, Petta Rijalloe, Sultan Sulaeman (1715-1718).
  • La Pareppa, Tosappewali, Sultan Ismail, Matinroe Ri Sombaopu (1718-1721).
  • La Panaongi, Topawawoi, Arung Mampu, Karaeng Bisei (1721-1724).
  • We Bataritoja, Datu Talaga Arung Timurung, Sultanah Zainab Zulkiyahtuddin (1724-1749).
  • La Temmassonge, Toappawali, Sultan Abdul Razak, Matinroe Ri Mallimongeng (1749-1775).
  • La Tenritappu, Sultan Ahmad Saleh, MatinroE Ri Rompe Gading (1775-1812).
  • La Mappasessu, Toappatunru, Sultan Ismail Muhtajuddin, Matinroe Ri Laleng Bata (1812-1823).
  • We Imaniratu, Arung Data, Sultanah Rajituddin, Matinroe Ri Kessi (1823-1835).
  • La Mappaseling, Sultan Adam Najamuddin, Matinroe Ri Salassana (1835-1845).
  • La Parenrengi, Arungpugi, Sultan Ahmad Muhiddin, Matinroe Riajang Bantaeng (1845-1857).
  • We Tenriawaru, Pancaitana Besse Kajuara, Sultanah Ummulhuda, Matinroe Ri Majennang (1857-1860).
  • La Singkeru Rukka, Sultan Ahmad Idris, Matinroe Ri Topaccing (1860-1871).
  • We Fatimah Banri, Datu Citta, Matinroe Ri Bolampare’na (1871-1895).
  • La Pawawoi, Karaeng Sigeri, Matinroe Ri Bandung (1895-1905).

Di bawah ini adalah sisa-sisa peninggala Kerajaan Bone.

  • Museum Lapawawoi (dulu istana raja Bone)
  • Makam raja-raja Bone
  • Bola Soba
  • Patung Arung Palakka

13. Kerajaan Buton

benteng buton adalah saksi sejarah kerajaan buton sebagai kerajaan islam di indonesia
Sumber gambar: www.dailysia.com

Kerajaan Buton merupakan kerajaan bercorak Islam yang berkedudukan di Sulawesi Tenggara.

Berdirinya kerajaan ini tak lepas dari 4 orang yang datang dari Semenanjung Melayu.

Mereka adalah Simalui, Sijawangkati, Sipanjonga, dan Sitamanajo yang disebut sebagai Mia Patamiana.

Kedatangan ke-4 orang tersebut ditandai dengan pembangunan kampung baru, yang disebut dengan nama Wolio.

Saat itu ada 4 Wolio yang dibangun, yang disebut dengan istilah Limbo, yakni Barangkatopa, Gundu-gundu, Baluwu, dan Paropa.

Nah, dari ke-4 wilayah itulah terdapat kerajaan-kerajaan kecil yang terdiri dari Kamaru, Batauga, Todanga, Wabula, dan Tobe-tobe, yang kemudian bersatu membentuk Kerajaan Buton.

Islam baru sah jadi agama Kerajaan Buton pada saat Halu Oleo atau Lakilaponto berkuasa.

Baginda sultan saat itu diislamkan oleh ulama Johor bernama Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-Fathani.

Setelah itu, Halu Oleo diberi gelar Sultan Murhum yang berkuasa dari tahun 1491 Masehi hingga 1537 Masehi.

Sebagai kerajaan Islam, peratuan perundang-undangan pun diterapkan sesuai syariat, yang disusun dalam hukum Murtabat Tujuh.

Pada masa jayanya, kerajaan ini banyak bersahabat dengan berbagai kerajaan di Sulawesi dan Jawa.

Hingga, hubungan diplomatik ini membawa dampak perekonomian yang baik dalam hal perdagangan Kerajaan Buton.

Sebagai kerajaan yang panjang nafasnya, dari abad ke-13 hingga ke-19 Masehi, Buton memiliki pemerintahan monarki sejak awal berdiri.

Untuk memudahkan pemerintahan, diterapkan desentralisasi wilayah yang membagi kekuasaannya menjadi 72 wilayah kecil atau Kadie.

Struktur pemerintahannya pun cukup rapi, yang terdiri dari Sultan sebagai puncak pemerintahan, yang dibantu sekretaris sultan, Bonto, Menteri besar, Bontona (menteri), dan kepala Siolimbona.

Saat Sultan La Buke berkuasa, juga dibangun benteng pertahanan yang letaknya 3 kilometer dari bibir pantai pada tahun 1634 Masehi.

Uniknya, selama masa penjajahan, wilayah Buton ini tidak mendapat gangguan yang berarti dari para penjajah.

Bahkan, saat Sultan Himayatuddin membatalkan perjanjian dengan VOC secara sepihak, Belanda pun tinggal diam.

Padahal, perjanjian itu sangat menguntungkan Buton karena wilayahnya akan dilindungi Belanda dari serangan Kerajaan ternate dan Kerajaan Gowa.

Saat perompak Eropa menjarah kapal VOC di sekitar perairan Buton pun, sultan juga membiarkan saja.

Nah, riwayat kerajaan ini baru tutup usia saat Indonesia memasuki pemerintahan Orde Lama.

Saat itu, Presiden Soekarno menemui Sultan Muhammad Falihi yang merupakan raja Bone serta Gubernur Adeling dari Makasar, untuk mengajaknya bergabung ke Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sejak saat itulah, sejarah Kerajaan Bone benar-benar selesesi.

Kemudian pada tahun 1952 wilayah Kerajaan Buton ini terbagi menjadi dua kabupaten di Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan.

Silsilah raja yang pernah memerintah di Kerajaan Buton antara lain sebagai berikut.

  • Putri Wa kaa Kaa (1332-? M)
  • Putri bawambona
  • Raja Bataraguru
  • Raja Mulae
  • Sultan Murhum (1491-1537 M)
  • Sultan La Tumparasi (1545-1552)
  • Sultan La Sangaji (1566-1570 M)
  • Sultan La Elangi (1578-1615 M)
  • Sultan La Balawo (1617-1619)
  • Sultan La Buke (1632-1645)
  • Sultan La Saparagau (1645-1646 M)
  • Sultan La Cila (1647-1654 M)
  • Sultan La Awu (1654-1664 M)
  • Sultan La Simbata (1664-1669 M)
  • Sultan La Tangkaraja (1669-1680 M)
  • Sultan La Tumpamana (1680-1689 M)
  • Sultan La Umati (1689-1697 M)
  • Sultan La Dini (1697-1702 M)
  • Sultan La Rabaenga (1702 M)
  • Sultan La Sadaha (1702-1709 M)
  • Sultan La Ibi (1709-1711 M)
  • Sultan La Tumparasi (1711-1712M)
  • Sultan Langkariri (1712-1750 M)
  • Sultan La Karambau (1750-1752 M)
  • Sultan Hamim (1752-1759 M)
  • Sultan La Seha (1759-1760 M)
  • Sultan La Karambau (1760-1763 M)
  • Sultan La Jampi (1763-1788 M)
  • Sultan La Masalalamu (1788-1791 M)
  • Sultan La Kopuru (1791-1799 M)
  • Sultan La Badaru (1799-1823 M)
  • Sultan La Dani (1823-1824 M)
  • Sultan Muh. Idrus (1824-1851 M)
  • Sultan Muh. Isa (1851-1861 M)
  • Sultan Muh. Salihi (1871-1886 M)
  • Sultan Muh. Umar (1886-1906 M)
  • Sultan Muh. Asikin (1906-1911 M)
  • Sultan Muh. Husain (1914 M)
  • Sultan Muh. Ali (1918-1921 M)
  • Sultan Muh. Saifu (1922-1924 M)
  • Sultan Muh. Hamidi (1928-1937 M)
  • Sultan Muh. Falihi (1937-1960 M)

Sedangkan untuk barang-barang peninggalan Kerajaan Buton, antara lain adalah di bawah ini.

  • Benteng Keraton Buton
  • Tiang bendera setinggi 21 meter
  • Masjid Kesultanan Buton
  • Naskah Peninggalan Buton

14. Kerajaan Banjar

masjid banjar adalah saksi bersejarah kerajaan banjar yang merupakan kerajaan islam di indonesia
Sumber gambar: www.twitter.com

Kerajaan Banjar merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau kalimantan.

Kerajaan ini didirikan oleh Sultan Suriansyah atau Pangeran Samudra, pada tahun 1526 Masehi.

Awal mula berdirinya kerajaan ini adalah sebagai pemberian dari Pangeran Tumenggung kepada Pangeran Samudra karena sudah membantu Kerajaan Daha dalam peperangan.

Hal ini terjadi juga tidak lepas dari jalur keturunan Pangeran Samudra yang merupakan cucu Raja Sukarama, raja Kerajaan Daha sebelumnya.

Sebelum mangkat, Raja Sukarama berpesan, supaya kelak Daha diteruskan oleh cucunya yang bernama Pangeran Samudra.

Karena usianya masih kecil, maka tahta kerajaan dikendalikan lebih dahulu oleh Pangeran Tumenggung.

Itupun ia harus juga berselisih dengan saudara Pangeran Samudra yang lainnya, yakni Pangeran mangkubumi dan Pangeran Bagalung.

Sebagai pusat kerajaan, awalnya Banjar beribukota di Banjarmasin sampai tahun 1520 Masehi.

Tapi kemudian, ibu kota ini mengalami beberapa kali perpindahan, yakni ke Pemakuan tahun 1612 M, lalu ke Tambangan tahun 1622 M, dan terakhir pindah ke Martapura pada tahun 1632 M.

Pada masa jayanya, wilayah kekuasaan Kerajaan Banjar cukup banyak, tapi ada 5 yang utama, yakni Daha, Gagelang, Kuripan atau Amuntai, Pandan Arum, dan Pudak Sategal.

Kelima wilayah ini merupakan daerah yang dikuasai Kerajaan Banjar sebagai hasil warisan dari kerajaan Hindu yang ada di Kalimantan sebelumnya.

Untuk mengatur pemerintahan, raja telah menunjuk pejabat Adipati untuk membawahi provinsi, Mangkubumi yang menguasai kabupaten, serta Pambakal yang bertugas memimpin desa.

Untuk menjaga keamanan rakyat sipil, juga dibentuk satuan keamanan yang disebut Mamagasari.

Sementara, untuk memastikan keamanan keraton, dibentuklah satuan keamanan yang dinamakan Sarawisa.

Dari aspek ekonomi, rakyat Banjar banyak yang bekerja sebagai petani dan pedagang.

Komoditi utama yang dihasilkan di sini adalah lada, yang berhasil diekspor hingga ke negeri Tiongkok.

Kehidupan budaya setempat, banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa.

Sebab, pada masa itu, banyak orang Jawa yang bermigrasi ke Banjar sebagai akibat perluasan wilayah Banjar ke Pulau Jawa.

Ketika berdiri, sebenarnya Kerajaan Banjar sendiri merupakan kerajaan bercorak Hindu.

Tetapi, setelah Islam datang, Pangeran Samudra langsung menerimanya dan mengubah citra Kerajaan Banjar menjadi kerajaan Islam.

Paling tidak, ada 2 ulama besar yang terkenal dari Kerajaan Banjar, yakni Muhammad Arsyad Al-Banjari dan Muhammad Nafis al-Banjari .

Muhammad Arsyad Al-Banjari berperan penting membuat pedoman hukum kerajaan berdasarkan syariat Islam.

Sementara, Muhammad Nafis al-Banjari punya peranan dalam mengembangkan sekolah berbasis Islam.

Kemunduran Kerajaan Banjar mulai terasa tatkala Pangeran Antasari berkuasa, sebab pada masa itu Belanda mulai melakukan serangan.

Tapi, kekuasaan Banjar benar-benar habis pada masa kekuasaan Sultan Muhammad Seman karena beliau gugur di medan perang saat melawan Belanda di tahun 1905 Masehi.

Berikut adalah daftar silsilah raja yang pernah memerintah di Kerajaan Banjar.

  • Pangeran Samudra (1526-1545 M)
  • Sultan Rahmatullah (1545-1570 M)
  • Sultan Hidayatullah (1570-1595 M)
  • Sultan Mustain Billah (1595-1620 M)
  • Ratu Agung (1620-1637 M)
  • Sultan Saidullah (1637-1642 M)
  • Adipati Halid (1642-1660 M)
  • Amirullah Bagus Kesuma (1660-1663 M)
  • Pangeran Adipati Anum (1663-1679 M)
  • Sultan Tahlilullah (1679-1700 M)
  • Sultan Tahmidullah (1700-1734 M)
  • Pangeran Tamjid (1734-1759 M)
  • Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah (1761-1801 M)
  • Sultan Suleman Al Mutamidullah (1801-1825 M)
  • Sultan Adam Al Wasik Billah (1825-1857 M)
  • Pangeran Tamjidillah (1857-1859 M)
  • Pangeran Antasari (1859-1862 M)
  • Sultan Muhammad Seman (1862-1905 M)

Adapaun untuk peninggalan sejarahanya, adalah sebagai berikut.

  • Masjid Sultan Suriansyah
  • Candi Agung Amuntai

15. Kerajaan Islam di Sumatra

peta kekuasaan kerajaan samudra yang merupakan kerajaan islam di indonesia berkembang di sumatra
Sumber gambar: www.dhottest.wordpress.com

Untuk kerajaan-kerajaan Islam di Sumatra, daftar lengkapnya adalah sebagai berikut.

  • Kerajaan Jeumpa (777M M)
  • Kesultanan Peureulak (840-1292 M)
  • Kesultanan Samudera Pasai (1267-1521 M)
  • Kesultanan Lamuri (800-1503 M)
  • Kerajaan Pedir (1400-1524 M)
  • Kerajaan Daya (1480 M-Kini)
  • Kerajaan Linge (1025 M-Kini)
  • Kesultanan Aceh (1496-1903 M)
  • Kesultanan Indrapura (1347 M-Kini)
  • Kerajaan Pagaruyung (1347 M-Kini)
  • Kerajaan Siguntur (1250 M-Kini)
  • Kerajaan Sungai Pagu (1500 M-Kini)
  • Kerajaan Bungo Setangkai
  • Kesultanan Jambi (1600 M-Kini)
  • Kesultanan Serdang (1723 M-Kini)
  • Kesultanan Asahan (1630 M-Kini)
  • Kesultanan Deli (1632 M-Kini)
  • Kesultanan Langkat (1568 M-Kini)j
  • Kesultanan Siak
  • Kesultanan Palembang (1455 M-Kini)
  • Kesultanan Riau Lingga (1824-1911 M)
  • Kesultanan Kota Pinang (1630-1946 M)
  • Kesultanan Pelalawan (1725-1946 M)
  • Kerajaan Indragiri (1347-1945 M)
  • Kerajaan Aru (1200-1613 M)
  • Kesultanan Barus (1300-1858 M)
  • Kerajaan Padang (1630-1946 M)
  • Kerajaan Tamiang (1330-1558 M)
  • Kerajaan Tulang Bawang (1500 M-Kini)
  • Kepaksian Sekala Brak (1400 M-Kini)
  • Kerajaan Dharmasraya

16. Kerajaan Islam di Jawa

peta kekuasaan kerajaan mataram islam yang merupakan kerajaan islam di indonesia yang wilayahnya hampir mencakup seluruh jawa kecuali batavia
Sumber gambar: www.borneochannel.com

Paling tidak, di Pulau Jawa pernah berdiri 7 kerajaan bercorak Islam, yang daftarnya antara lain sebagai berikut.

  • Kesultanan Cirebon (1430-1666 M)
  • Kesultanan Demak (1500-1550 M)
  • Kesultanan Banten (1524-1813 M)
  • Kesultanan Pajang (1568-1618 M)
  • Kesultanan Mataram (1586-1755 M)
  • Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (1755 M-sekarang)
  • Kasunanan Surakarta Hadiningrat (1755 M-sekarang)

17. Kerajaan Islam di Kalimantan

kerajaan banjar tumbuh sebagai kerajaan islam di indonesia dan merupakan kerajaan islam terbesar di kalimantan
Sumber gambar: www.sejarah-negara.com

Di bawah ini adalah daftar kerajaan Islam yang pernah berdiri di Pulau Kalimanatan.

  • Kerajaan Selimbau (600-Kini M)
  • Kerajaan Sintang (1500-Kini M)
  • Kerajaan Mempawah (1740 M-Kini)
  • Kerajaan Tanjungpura (800-1590 M)
  • Kerajaan Landak (1292 M-Kini)
  • Kerajaan Kubu (1772 M-Kini)
  • Kerajaan Bangkalaan (1780-1905 M)
  • Kerajaan Sanggau (1310 M-Kini)
  • Kerajaan Tayan (1780 M-Kini)
  • Kerajaan Kusan (1785-1912 M)
  • Kesultanan Pasir (1516-1905 M)
  • Kesultanan Banjar (1526-1905 M)
  • Kesultanan Kotawaringin (1615 M-Kini)
  • Kerajaan Pagatan (1750 M)
  • Kesultanan Sambas (1671 M-Kini)
  • Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura (1300 M-Kini)
  • Kesultanan Berau (1377-1830 M)
  • Kesultanan Sambaliung (1810-1960 M)
  • Kesultanan Gunung Tabur (1800-1953 M)
  • Kesultanan Pontianak (1771 M-Kini)
  • Kerajaan Tidung (1515-1916 M)
  • Kerajaan Tidung Kuno (1076-1551 M)
  • Dinasti Tengara (1551-1916 M)
  • Kesultanan Bulungan (1731-1964 M)

18. Kerajaan Islam di Sulawesi

kerajaan gowa tallo sebagai kerajaan islam di indonesia banyak berperang melawan belanda di sulawesi
Sumber gambar: www.artisanalbistro.com

Untuk kerajaan-kerajaan Islam di Pulau Sulawesi, di bawah ini adalah daftar lengkapnya.

  • Kesultanan Gowa (1300 M-Kini)
  • Kesultanan Buton (1332-1911 M)
  • Kesultanan Bone (abad ke-17 M)
  • Kesultanan Makassar
  • Kerajaan Banggai (abad ke-16 M)
  • Kerajaan toli-toli
  • Kerajaan Muna
  • Kerajaan Buol
  • Kerajaan Wajo
  • Kedatuan Luwu
  • Kerajaan Tallo
  • Kerajaan Palu
  • Kerajaan Parigi
  • Kerajaan Soppeng
  • Kerajaan Bungku
  • Kerajaan Siang
  • Kerajaan Gorontalo
  • Kerajaan Mongondow
  • Kerajaan Tawaeli

19. Kerajaan Islam di Nusa Tenggara Barat & Timur

nusa tenggara barat dan timur juga berdiri kerajaan islam di indonesia
Sumber gambar: www.kumparan.com

Berikut ini daftar kerajaan Islam yang berdiri di NTT dan NTB.

  • Kesultanan Bima
  • Kesultanan Sumbawa
  • Kerajaan Adonara
  • Kerajaan Taliwang
  • Kerajaan Dompu
  • Kerajaan Selaparang
  • Kerajaan Lamakera

20. Kerajaan Islam di Maluku

malku mempunyai kerajaan islam di indonesia, takni kerjaan ternate dan tidore
Sumber gambar: www.wikimedia.org

Di Kepulauan Maluku juga berdiri beberapa kerajaan Islam, di anatara adalah:

  • Kesultanan Ternate (1257 M-Kini)
  • Kesultanan Tidore (1081 M-Kini)
  • Kesultanan Jailolo
  • Kesultanan Bacan
  • Kerajaan Tanah Hitu (1470-1682 M)
  • Kerajaan Iha
  • Kerajaan Huamua

Nah, itulah tadi daftar kerajaan Islam di Indonesia yang ternyata memiliki pengaruh besar dalam menentukan arah sejarah bangsa.

Kalau kamu ada pertanyaan seputar kerajaan Islam ini, jangan lupa tuliskan di kolom komentar di bawah ini ya, guys.

Jangan lupa like dan share juga, biar teman-temanmu tahu sejarah asyik kerajaan-kerajaan Islam di bumi nusantara ini.

Anas Fauzi

Hallo! Saya adalah seorang engineer. Selain menyukai dunia blogging, saya juga senang membaca dan menanam.

Update : [modified_date] - Published : [publish_date]

Tinggalkan komentar