Kerajaan Champa

Kerajaan Champa merupakan kerajaan tertua di Asia Tenggara yang berdiri pada tahun 192 Masehi. Kerajaan yang terletak di wilayah Indocina ini memasuki masa keemasannya pada abad ke-7 sampai ke-10 Masehi. Pada masa awal berdirinya rakyat Champa menganut ajaran Buddha, tetapi kemudian bertransisi ke ajaran Islam meski tidak secara keseluruhan. Keruntuhan Kerajaan Champa pada tahun 1835 dipicu oleh invasi, diskriminasi, dan genosida akibat perbedaan latar belakang agama.

Sejarah Kerajaan Champa kami uraikan secara detail di bawah ini.

Sejarah berdirinya Kerajaan Champa

sejarah kerajaan champa
Penggambaran orang Cham di Boxer Codex dari tahun 1590. Sumber: en.wikipedia.org

Dahulu, orang-orang Champa mempunyai jejak leluhur pelaut yang mendarat di Indocina (Vietnam, Kamboja, Thailand, dan sekitarnya) dari pulau besar Borneo yang sekarang menjadi Pulau Kalimantan sekitar waktu kebudayaan sa huỳnh dari Tiongkok masuk antara 1000 sebelum Masehi dan 200 Masehi. Kerajaan Champa merupakan kelanjutan dari Kerajaan Lâm Ấp atau Linyi yang sudah ada sejak 192 Masehi. Namun, perpindahan kekuasaan dari Lâm Ấp menuju Champa tidak jelas diketahui karena sumber yang ada masih minim.

Lebih dikenal dengan Nagara Champa, ia merupakan pecahan dari koloni Tiongkok. Salah satu pejabat lokal bernama Khu Liên memberontak dan akhirnya mendirikan Lâm Ấp yang kemudian menjadi Kerajaan Champa. Khu Liên menjadi raja pertama Kerajaan Champa.

Nama Champa berasal dari Bahasa Sanskrit campaka yang mengacu pada pohon berbunga magnolia campaka atau cempaka wangi. Tanaman cempaka sering ditumbuhi di wilayah Champa. Uniknya, kerajaan ini memiliki nama dalam berbagai bahasa. Mulai dari nagara campaka dalam Bahasa Sanskrit, linyi dalam Bahasa Mandarin, lam yap dalam Bahasa Kanton, dan negeri cempaka dalam Bahasa Melayu kuno. Penduduk berkewarganegaraan Champa dulu disebut urang campa dalam Bahasa Cham dan cham dalam Bahasa Vietnam.

Letak geografis dan wilayah kekuasaan

letak geografis kerajaan champa
Peta kerajaan-kerajaan Indocina tahun 1300-an. Sumber: www.kompasiana.com

Wilayah Champa terbentang di sepanjang pantai Indocina sebelah barat. Seiring berjalannya waktu, ia berhasil meluaskan wilayahnya hingga ke daerah yang sekarang menjadi bagian dari Laos. Daerahnya meliputi pegunungan hingga ke pesisir, namun lebih memfokuskan pembangunan atau pemusatan kota di daerah pesisir pantai. Hal ini dikarenakan pengetahuan dan pengalaman masyarakat Champa yang sangat ahli memanfaatkan laut.

Kerajaan Champa terdiri dari 5 konfederasi kepangeranan atau kota yang bernama Indrapura, Amaravati, Vijaya, Kauthara, dan Panduraga. Kelima kota besar ini dinamakan berdasarkan nama-nama wilayah India kuno. Awalnya, Champa beribukota di Indrapura (sekarang disebut Dong Duong) yang terletak di wilayah utara Champa dekat dengan Da Nang dan Huế sekarang. Di dekat Da Nang dan Dong Duong terdapat lembah Mi Son atau My Son, salah satu situs sejarah yang menyimpan banyak reruntuhan menara dan candi.

Kemudian saat era kepemimpinan Sri Vijayavarman atau Thất-ly Bì-xà-da-bạt-ma, ibukota dipindahkan ke Vijaya karena berada di tengah wilayah Champa untuk meminimalisir adanya ketidakseimbangan antara sisi utara dan selatan kerajaan.

Di masa-masa akhir kehidupan Champa, ibukotanya menjadi Panduranga di selatan. Hal ini dikarenakan wilayah utara Champa sudah tidak aman karena ancaman dari Kerajaan Vietnam dan Khmer.

Hubungan internasional

1. Champa dengan Tiongkok

Kehidupan awal Champa sangat dipengaruhi oleh Tiongkok karena pendirinya, Khu Liên, memberontak dari pemerintahan Tiongkok kuno. Setelah mendirikan kerajaannya, hubungan Champa dengan Tiongkok membaik karena keduanya masih melakukan hubungan perdagangan sutra dan rempah-rempah.

2. Champa dengan India

Pada abad keempat, situasi daerah Indocina panas dengan konflik. Peperangan terjadi dengan tetangganya Kerajaan Funan di Kamboja. Setelah runtuh, wilayah Funan diakuisisi oleh Champa dan di sinilah pengaruh dari India masuk. Kerajaan Funan adalah kerajaan yang masyarakatnya menganut ajaran campuran dari India dan kepercayaan setempat. Oleh karena itu, ketika dijadikan wilayah Champa, kebudayaan India seolah-olah berhasil disuntikkan kepada Champa dan rakyatnya.

Ini juga menyebabkan Champa memanjangkan tangannya lewat perdagangan ke India karena adanya persamaan kebudayaan. Bahasa Sanskrit kemudian juga digunakan oleh kerajaan dan Hindu Syiwaisme menjadi agama kerajaan. Mereka mengubah namanya dari Lâm Ấp atau Linyi menjadi Champa.

3. Champa dengan Arab

Kebudayaan India bertahan cukup lama di kehidupan Champa kurang lebih selama 600 tahun. Pada abad ke-10, Islam mulai memasuki kerajaan Indocina ini. Pedagang dari Timur Tengah terutama Arab meramaikan pasar dan pelabuhan mereka. Champa dijadikan sebagai jalur perdagangan rempah-rempah yang penting bagi Arab. Champa juga dengan senang hati menerima pedagang dari Arab tidak seperti tetangganya Kerajaan Khmer dari Kamboja yang sering berperang dengan Champa.

Perpaduan budaya semakin terlihat pada tahun 1417 setelah invasi dan serangan dari Kerajaan Đại Việt atau Vietnam. Arab dan Champa sering melakukan pernikahan antar ras mulai dari rakyat hingga ke pejabat kerajaan.

4. Champa dengan Indonesia

Di awal cerita, kita mengetahui bahwa orang-orang Cham dahulu adalah pelaut-pelaut yang berasal dari Pulau Kalimantan. Bahasa yang mereka bawa termasuk ke dalam rumpun Bahasa Austronesia (bahasa kepulauan), bahasa yang nantinya melahirkan Melayu, Bahasa Indonesia, dan lain-lain. Bahkan, Bahasa Cham saat ini termasuk ke dalam rumpun Bahasa Austronesia.

Setelah berdirinya kerajaan, Champa melakukan hubungan perdagangan dengan Kerajaan Sriwijaya, kerajaan maritim Buddha terbesar di Indonesia. Sayangnya, hubungan baik mereka tidak lama setelah Sriwijaya mengetahui bahwa Champa semakin maju dan wilayahnya meluas. Hal ini membuat Sriwijaya melakukan penyerbuan ke pesisir Champa. Orang-orang Cham menyebut mereka dengan nama Javaka.

Tidak hanya terdiri dari orang Jawa dan Sumatra, penyerbuan juga dilakukan oleh orang-orang Kunlun atau Tiongkok yang tinggal di Sriwijaya. Setelah runtuhnya Sriwijaya, Champa kembali stabil dan herannya tidak jera untuk melakukan hubungan dagang dengan Indonesia, yakni dengan kerajaan Hindu terbesar di Indonesia, Majapahit.

Kehidupan di Kerajaan Champa

1. Agama

Kehidupan agama Champa mengalami tiga kali perubahan kepercayaan mayoritas masyarakatnya. Pertama, ketika leluhur Champa menetap di Indocina, kepercayaan yang dianut adalah animisme (percaya dengan roh-roh leluhur).

Kedua, ketika Funan runtuh dan pengaruh dari India masuk pada abad keempat, agama mayoritas masyarakatnya menjadi Hindu dengan aliran Saiwa. Artinya, mereka adalah Hindu yang memiliki aliran menyembah Dewa Siwa sebagai manifestasi Tuhan atau sang pencipta. Jika di India menggunakan candi dari batu dan tanah liat, penganut Hindu di Champa menggunakan candi dari batu bata merah sebagai tempat untuk berdoa dan melakukan ritual pemujaan.

Ketiga, memasuki tahap islamisasi ketika pengaruh dari Arab dan Gujarat datang. Para pedagang Arab menyebarkan pesan Islam ke masyarakat kecil dan menengah di pasar atau pelabuhan tempat mereka berjualan. Sedangkan tokoh-tokoh petinggi kerajaan dipengaruhi melalui perkawinan dengan orang Arab atau penganut Islam.

Abad ke-17 resmi mengubah Champa menjadi kerajaan Islam karena pada saat itu raja-raja mereka telah menjadi menganut ajaran Islam. Ini akhirnya memicu orientasi keagamaan orang-orang Cham. Ketika Vietnam menggabungkan wilayah Champa dengan mereka, mayoritas orang-orang Cham sudah memeluk agama Islam. Sama halnya seperti orang Jawa, Islam yang dianut Champa dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu dari leluhur mereka. Kegiatan, bahasa, tata krama, musik, dan kebudayaan merupakan percampuran dari pengaruh Islam, Hindu, dan budaya Champa sendiri.

2. Budaya

kehidupan budaya kerajaan champa
Patung yang dibuat oleh orang-orang Cham, sekarang tersimpan dalam Museum Patung Champa Da Nang. Sumber: hiveminer.com

Kebudayaan dan kehidupan sosial Champa dipengaruhi oleh Tiongkok, Kamboja, India, Indonesia, dan Arab. Meskipun demikian bahasa yang digunakan orang-orang Cham adalah Cham dan Sanskrit.

Apakah kalian tahu kalau Bahasa Cham digunakan oleh orang Aceh sekarang? Ya, bahasa ini digunakan sebagai bahasa utama di wilayah sekitar pesisir Aceh. Ini menunjukkan bahwa pengaruh kebudayaan dari Champa sampai hingga ke Indonesia. Para peneliti yakin bahwa bahasa daerah Aceh pesisir adalah turunan dari Bahasa Proto-Cham, bahasa Cham kuno. Namun, bagaimana tersebarnya bahasa tersebut dan hubungan antara Aceh dan Champa masih dibincangkan.

Meskipun dipimpin oleh seorang raja laki-laki, Kerajaan Champa menerapkan sistem matrilineal dalam kehidupannya. Artinya, para ibu berhak menurunkan warisannya kepada anak perempuannya terlebih dahulu. Anak perempuan mereka yang sudah berkeluarga juga harus tinggal bersama atau dekat dengan orang tua mereka. Diberlakukan sistem matrilineal seperti masyarakat Minangkabau di Sumatra Barat karena mitos Nona Po Nagar, seorang petani Champa berbudi luhur yang diberkati roh-roh menyebrangi lautan dengan sebatang kayu dan kemudian menikah dengan petinggi Tiongkok lalu kembali untuk menyejahterakan masyarakat Cham. Berkat jasa dan ceritanya, para wanita punya kekuatan juga di pemerintahan dan keluarganya.

3. Ekonomi

Kehidupan ekonomi di Kerajaan Champa cukup stabil dan makmur. Bahkan, pedagang dari Arab menjadikannya sebagai salah satu jalur perdagangan rempah-rempah yang vital bagi mereka. Selain dengan Arab, Champa memiliki hubungan dagang dengan Kerajaan Khmer di Kamboja, pedagang dari Gujarat (India), Tiongkok, Sriwijaya dan Majapahit dari Indonesia. Komoditas unggulan dari Champa adalah lidah buaya, gading gajah, dan kayu gaharu.

Menjelang abad ketujuh hingga sepuluh, pelabuhan Champa menarik perhatian pedagang-pedagang luar sehingga membuat ekonomi kerajaan berkembang pesat dan Champa bisa menguatkan armada lautnya. Ini berkat kemampuan berlaut dan berlayar dari leluhur mereka.

Di daerah pegunungan mereka menambang emas dan perak, menebang pohon untuk kayu. Beberapa ada juga yang menjadi peternak. Mereka tidak mengandalkan pertanian seperti tetangga-tetangganya.

Silsilah raja

silsilah raja kerajaan champa
Mahkota milik Raja Po Klong M’hnai. Sumber: en.wikipedia.org

Berikut adalah daftar raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Champa berdasarkan catatan sejarah. Ia memiliki dinasti layaknya kabinet kepemimpinan. Dinasti ini dinamakan berdasarkan pusat pemerintahan atau ibukota saat kepemimpinan raja tersebut.

1. Dinasti Kandapurpura

  • Sri Mara atau Khu Liên (192-220)
  • Phạm Hùng (220-230)
  • Phạm Duật (230-336)
  • Phạm Văn (336-349)
  • Phạm Phật (349-377)
  • Bhadravarman I atau Phạm Hồ Đạt (380-413)
  • Gangarajavarman I atau Phạm Địch Chớn
  • Manorathavarman atau Dịch-lợi Mã-nặc-lạp-đát-bạt-ma
  • Gangarajavarman II atau Dịch-lợi Phạm-địch-văn
  • Phạm Dương Mại I (421-431)
  • Phạm Dương Mại II (431-446)
  • Jayavarman I atau Phạm Thần Thành (455-472)
  • Jayavarman II atau Phạm Đang Căng Thuần (472-492)
  • Phạm Chư Nông (492-498)
  • Phạm Văn Tẩn (498-510)
  • Devavarman atau Phạm Thiên Khởi (510-526)
  • Vijayavarman atau Phạm Bật Tôi Bật Ma (526-529)
  • Rudravarman I atau Luật Đà La Bạt Ma (529-572)

2. Dinasti Simhapura

  • Sambuvarman atau Phạm Phạn Chi (572-629)
  • Kandarpadharmavarman atau Phạm Đầu Lê (629-645)
  • Bhasadharmavarman atau Phạm Trấn Long
  • Bhadresvaravarman atau Bạt Đà La Thú La Bạt Ma
  • Vikrantavarman I atau Dịch-lợi Chư-cát-địa (663-686)
  • Vikrantavarman II atau Dịch-lợi Kiến-đa-thế-ma (686-731)
  • Rudravarman II atau Dịch-lợi Lô-đà-la (731-758)

3. Dinasti Indrapura

  • Prithindravarman atau Dịch-lợi Tất-để-bân-đà-la-bạt-ma (757-770)
  • Satyavarman atau Dịch-lợi Tát-đa-bạt-ma (770-787)
  • Indravarman I atau Dịch-lợi Nhân-đà-la-bạt-ma (787-803)
  • Harivarman I atau Dịch-lợi Ha-lê-bạt-ma
  • Vikrantavarman III atau Dịch-lợi Bì-kiến-đà-bạt-ma

4. Dinasti Bhrigu

  • Indravarman II atau Dịch-lợi Nhân-đà-la-bạt-ma (854-898)
  • Jaya Simhavarman I atau Xà-da Tăng-gia-bạt-ma (898-903)
  • Bhavavarman atau Xà-da Ha-la-bạt-ma (903-910)
  • Indravarman III atau Xà-da Nhân-đức-man (910-960)
  • Jaya Indravarman I atau Dịch-lợi Nhân-di-bàn (959-965)
  • Paramesvaravarman I atau Dịch-lợi Bế-mi-thuế (965–982)
  • Indravarman IV atau Dịch-lợi Nhân-đà-la-bạt-ma (982–986)
  • Indravarman V atau Lưu Kế Tông (986-988)

5. Dinasti Indrapura II

  • Harivarman II atau Dịch-lợi Băng-vương-la (989–997)
  • Sri Vijayavarman atau Thất-ly Bì-xà-da-bạt-ma (997-1007)
  • Harivarman III atau Dịch-lợi Ha-lê-bạt-ma (1007-1010)
  • Paramesvaravarman II atau Thi Nặc Bài Ma Diệp (1010-1018)
  • Vikrantavarman IV atau Dịch-lợi Bì-kiến-đà-bạt-ma (1018-1030)
  • Jaya Simhavarman II atau Sạ Đẩu (1030-1044)

6. Dinasti Vijaya

  • Jaya Paramesvaravarman I atau Ứng Ni (1044-1060)
  • Bhadravarman III (1060-1061)
  • Rudravarman III atau Chế Củ (1061-1074)

7. Dinasti Sud

  • Harivarman IV (1074-1080)
  • Jaya Indravarman II atau Chế Ma Na (1080-1081)
  • Paramabhodhisatvavarman (1081-1086)
  • Jaya Indravarman II atau Chế Ma Na (1086-1113)
  • Harivarman V (1114-1129)

8. Dinasti Vijaya II

  • Jaya Indravarman III (1139-1145)
  • Rudravarman IV (1145-1147)
  • Jaya Harivarman I atau Chế Bì La Bút (1147–1166)
  • Jaya Harivarman II (1166-1167)
  • Jaya Indravarman IV (1167-1190)
  • Suryajayavarman (1190-1191)
  • Jaya Indravarman V (1191-1192)
  • Suryavarman atau Vidyanandana (1190-1203)
  • Jaya Paramesvaravarman II (1220-1254)
  • Jaya Indravarman VI (1252-1257)
  • Indravarman V (1257-1285)
  • Jaya Simhavarman III atau Chế Mân (1285-1307)
  • Jaya Simhavarman IV atau Chế Chí (1307-1312)
  • Jaya Simhavarman V atau Chế Năng (1312-1318)
  • Jaya Ananda atau Chế A Nan (1318-1342)
  • Maha Sawa atau Ma-kha Trà-hòa (1342-1360)
  • Jaya R’čăm B’nga atau Chế Bồng Nga (1360-1390)
  • Jaya Simhavarman VI atau La Ngai (1390-1400)
  • Indravarman VI atau Ba Đích Lại (1400-1441)
  • Maha Vijaya atau Ma-kha Bí-cai (1441-1446)
  • Maha Kali atau Ma-kha Quý-lai (1446-1449)
  • Maha Kaya atau Ma-kha Quý-do (1449-1458)
  • Maha Saya atau Ma-kha Trà-duyệt (1458-1460)
  • Maha Sajan atau Ma-kha Trà-toàn (1460-1471)
  • Maha Sajai atau Ma-kha Trà-toại (1471-1474)

9. Dinasti Panduranga

  • Po Uwaluah
  • Po Binnasur
  • Po Putik
  • Po Sulika atau Bà Gia-nễ-các-đáp
  • Po Klong Garai atau Bà Khắc-lượng Gia-lai (1167-1205)
  • Sri Agarang atau Kế Khả (1205-1247)
  • Cei Anâk atau Kế Lực (1247-1281)
  • Po Dobatasuar atau Bà Điệp (1281-1306)
  • Po Patarsuar atau Bà Bức (1306-1328)
  • Po Binnasuar atau Bà Bính (1328-1373)
  • Po Parican atau Bà Phát (1373-1397)
  • Po Kasit atau Bà Khiết (1433-1460)
  • Po Kabrah atau Bà Kế (1460-1494)
  • Po Kabih atau Bà Cấp (1494-1530)
  • Po Karutdrak atau Bà Khứ (1530-1536)
  • Maha Sarak atau Ma-kha Trà-lộc (1536-1541)
  • Po Kunarai atau Bà Bãi (1541-1553)
  • Po At atau Bà Ất (1553-1579)
  • Po Klong Halau atau Bà Khắc-lượng Khất-lưu (1579-1603)
  • Po Nit atau Bà Nhiếp (1603-1613)
  • Po Jai Paran atau Bà Thái (1613-1618)
  • Po Aih Khang atau Bà Ưng (1618-1622)
  • Po Klong M’hnai atau Bà Khắc-lượng Như-lai (1622-1627)
  • Po Rome atau Bà Lâm (1627-1651)
  • Po Nraop atau Bà Thấm (1651-1653)
  • Po Saktiraydapaghoh atau Bà Thích (1654-1657)
  • Po Jatamah atau Bà Chất (1657-1659)
  • Po Saot atau Bà Tranh (1659-1692)
  • Po Saktiraydapatih atau Bà Tử (1695-1727)
  • Po Ganuhpatih atau Bà Thị (1627-1730)
  • Po Thuntiraidaputih atau Nguyễn Văn Thuận (1730-1732)
  • Po Rattiraydaputao atau Nguyễn Văn Đạt (1732-1763)
  • Po Tisundimahrai atau Nguyễn Văn Thiết (1763-1765)
  • Po Tisuntiraydapaghoh atau Nguyễn Văn Tịch (1768-1780)
  • Po Tisuntiraydapuran atau Nguyễn Văn Tá (1780-1781)
  • Cei Brei atau Nguyễn Văn Chiêu (1783-1786)
  • Po Tisuntiraydapuran atau Nguyễn Văn Tá (1786-1793)
  • Po Ladhuanpaghuh atau Nguyễn Văn Hào (1793-1799)
  • Po Saong Nyung Ceng atau Nguyễn Văn Chấn (1799-1822)
  • Po Bait Lan atau Nguyễn Văn Lân (1822)
  • Po Klan Thu atau Nguyễn Văn Vĩnh (1822-1828)
  • Po Phaok The atau Nguyễn Văn Thừa (1828-1832)
  • Po War Palei atau Bà Hóa Ba-lai (1834-1835)

Masa kejayaan

Melihat dari banyaknya raja yang memimpin Champa, kerajaan ini termasuk kerajaan yang masa hidupnya sangat panjang. Hal ini membuktikan bahwa Champa mampu mempertahankan kerajaannya hingga berabad-abad.

Masa-masa emasnya muncul di titik-titik tertentu di wilayah mereka pada periode tertentu. Seperti contoh perekonomian Kota Indrapura meningkat pesat pada abad 7-10, lalu abad ke-12 Vijaya, dan abad ke-15 Kota Panduranga menjadi kaya. Hal ini dikarenakan pada masa itu ibukota berpindah-pindah sehingga di mana ibukota saat itu berada sangat menentukan kondisi ekonomi kerajaan.

Masa kejayaannya disimpulkan terjadi ketika ibukota berada di Indrapura pada abad 7-10 di masa pemerintahan Raja Prithindravarman sampai Raja Jaya Simhavarman II. Indrapura menjadi kota yang maju. Pelabuhan-pelabuhan Champa menarik perhatian pedagang lokal dan asing untuk berjualan. Mereka juga berhasil mengontrol perdagangan rempah-rempah dan sutra di Asia Tenggara pada saat itu.

Era ini juga meninggalkan situs sejarah yang masih bertahan sampai sekarang seperti My Son atau Mi Son dan Po Klong Garai. Ia juga berhasil memadamkan sulut api dengan tetangganya, Kerajaan Khmer dari Kamboja dengan cara perkawinan politik antara petinggi kerajaan. Hal yang sama dilakukan juga dengan Kerajaan Majapahit. Sayangnya, strategi ini gagal dilakukan dengan Kerajaan Sriwijaya dan Vietnam.

Penyebab runtuhnya

1. Invasi dan serangan

Penyerbuan pertama datang dari armada kapal Sriwijaya yang menyerang pesisir dan pelabuhan Champa sekitar abad ketujuh. Hal ini dikarenakan Sriwijaya tidak menganggap lagi Champa sebagai rekan ekonominya melainkan sebagai saingan karena kemajuan ekonomi Champa yang pesat. Tanpa diduga, Sriwijayalah yang runtuh terlebih dahulu.

Ancaman lain datang dari tetangga Champa, Kerajaan Khmer dan Vietnam. Khmer dan Champa sempat damai karena perkawinan politik. Tetapi, tidak bertahan lama karena Champa yang memeluk ajaran Islam pada abad ke-10 tidak mau melakukan pernikahan dengan non-muslim dari Khmer.

Perpecahan dan konflik terjadi lagi antara dua kerajaan Indocina ini. Invasi Khmer dilakukan pada 1080 Masehi dan 1145 Masehi. Candi-candi dan istana berhasil dihancurkan di Vijaya dan My Son. Ibukota terpaksa dipindahkan ke Panduranga. Pada 1177 Masehi, Champa melakukan serangan balik ke Khmer dan berhasil membunuh Raja Khmer.

Serangan dari Kerajaan Vietnam juga dilancarkan hampir bersamaan dengan invasi dari Khmer pada tahun 1021, 1026, dan 1044 Masehi. Naasnya, Raja Jaya Simhavarman II berhasil dibunuh oleh Đại Việt di istana. Kota Vijaya dibakar dan menewaskan hampir 30.000 orang Cham.

Tidak berhenti di situ, tahun 1471 Đại Việt kembali beraksi dan melakukan penghancuran besar di Champa. Sekitar 60.000 rakyat tewas dan Raja Po Kabrah dibunuh. Kota Amaravati dan Vijaya jatuh ke tangan Vietnam dan dijadikan wilayahnya oleh Kaisar Lê Thánh Tông. Rakyat Champa melarikan diri secara besar-besaran ke Kamboja, Malaka, dan Sumatra. Akibatnya, populasi penduduk Champa berkurang drastis.

2. Diskriminasi dan genosida

diskriminasi dan genosida adalah salah satu penyebab runtuhnya kerajaan champa
Arena pertarungan gajah dan harimau. Sumber: www.kompasiana.com

Setelah mengalami pengurangan wilayah dan jumlah penduduk secara drastis, sisa-sisa Urang Champa yang masih menetap di Kerajaan Champa semakin tragis. Champa yang semakin ‘mengislamkan’ diri tidak diterima oleh Kerajaan Khmer. Penguasa Khmer tidak menginginkan adanya perbedaan dan menindaknya dengan cara membunuh lebih dari 500.000 orang Champa. Kerajaan Vietnam juga berhasil mengambil Kota Kauthara dan Indrapura pada tahun 1653. Menyisakan hanya Panduranga sebagai wilayah Champa.

Segenap raja-rajanya mempertahankan sekuat tenaga Champa hingga akhirnya jatuh pada 1832 ketika Po Phaok The menyerah dan Panduranga dikuasai oleh Vietnam. Champa menjadi bawahan Vietnam dan akhirnya dibubarkan pada 1835 dengan raja terakhirnya Po War Palei.

Diskriminasi terhadap Champa masih berlanjut dari Vietnam. Mereka membangun sebuah arena pertarungan gajah dan harimau. Gajah menandakan Vietnam dan harimau menandakan Champa. Di pertarungan itu, gajah selalu menang dan menjadi raja sedangkan harimau adalah pemberontak yang ujung-ujungnya mati.

3. Perang Vietnam

wisata kebudayaan kerajaan champa di vietnam
Orang-orang Champa kini melestarikan budayanya melalui wisata. Sumber: en.wikipedia.org

Sekitar tahun 1960-an ketika perang antara Vietnam dengan Amerika berlangsung, masyarakat Champa di titik ini sudah hampir punah. Namun, peninggalan mereka masih bertahan. Sayangnya, tidak bertahan lama karena Amerika membombardir beberapa situs sejarah Champa, menyisakan sedikit benda bersejarah milik Urang Champa. Pemerintah Vietnam saat ini juga kurang cakap dalam merawat peninggalannya. Beberapa bangunan dibiarkan ditumbuhi lumut dan rumput. Sisi baiknya, beberapa situs dan benda-benda Champa sudah dipindahkan ke museum dan dirawat oleh arkeolog-arkeolog.

Peninggalan sejarah

Meski berkurang akibat Perang Vietnam, Kerajaan Champa masih menyisakan peninggalan yang bisa ditemukan di Vietnam, di antaranya sebagai berikut.

1. Menara Po Klong Garai

peninggalan kerajaan champa
Menara Po Klong Garai. Sumber: jaydtravelphotog.com

Candi atau menara Po Klong Garai didirikan atas perintah Raja Jaya Simhavarman III atau Chế Mân pada masa pemerintahannya yang bertujuan untuk menghormati Raja Po Klong Garai yang memerintah sebelumnya. Po Klong Garai berhasil menyelesaikan konflik dengan Khmer melalui jalan damai dan ketika ia meninggal dipercaya menjadi dewa. Bangunan ini dibuat juga sebagai tempat berdoa agar Po Klong Garai terus menjaga Champa dan penduduknya. Sekarang menara ini bersemayam di Phan Rang, Ninh Thuan.

2. Menara Po Nagar

gambar menara po nagar, peninggalan kerajaan champa
Menara Po Nagar. Sumber: tripadvisor.com

Menara atau candi Po Nagar terletak di Kota Kauthara (sekarang Nha Trang, Khanh Hoa). Bangunan ini didedikasikan untuk Po Nagar yang selain seorang petani yang menjadi penemu bangsa Cham, dipercaya juga sebagai seorang dewi yang merawat bumi. Seiring berjalannya waktu menara ini hancur dan dibangun kembali. Prasasti-prasasti juga ditemukan di sekitar candi Po Nagar yang berisi perintah membuat patung dewa dan dewi, restorasi bangunan, dan bukti kemenangan perang.

3. Museum

peninggalan patung kerajaan champa
Patung Siwa, salah satu koleksi patung di Museum Patung Cham Da Nang. Sumber: robertharding.com

Arkeolog dan cendikiawan dari Vietnam dan pihak asing membuat museum-museum untuk menjaga warisan Champa. Karya patung dan pahatan orang-orang Cham disimpan dalam museum-museum ini. Koleksi terbanyak ada di Museum Patung Cham Da Nang di Da Nang. Selain itu ada juga koleksi Champa di Museum Seni Rupa di Hanoi, Museum Sejarah di Hanoi, Museum Seni Rupa di Saigon, Museum Sejarah di Saigon, dan Musée Guimet di Paris.

4. Situs My Son

wisata my son kerajaan champa di vietnam
Situs My Son di Vietnam yang kurang terawat ditumbuhi lumut dan ilalang. Sumber: id.wikipedia.org

Situs Mỹ Sơn atau Mi Son terletak di dekat Kota Hoi An, Quang Nam. Didirikan oleh Raja Bhadravarman I atau Phạm Hồ Đạt. Ia merupakan situs sejarah yang lama dilupakan dan baru ditemukan pada tahun 1889 oleh Camille Paris dari Perancis.

Di situs ini terdapat sekitar 70 candi. Akan tetapi, ketika Perang Vietnam pecah, candi yang tersisa berjumlah sekitar 20 candi. Itupun tidak dalam keadaan utuh, berlumut, dan memilukan. My Son dulu digunakan sebagai pusat keagamaan dan makam untuk tokoh-tokoh agama dan pejabat kerajaan yang dianggap suci. Berjalannya waktu situs My Son berusaha dipulihkan hingga menjadi sarana wisata sejarah untuk pengunjung.

5. Situs Dong Duong

candi dong duong kerajaan champa
Salah satu lapik atau alas tumpuan patung di situs Dong Duong. Sumber: alamy.com

Kompleks candi atau menara Dong Duong didirikan oleh Jaya Indravarman I atau Dịch-lợi Nhân-di-bàn. Sama seperti My Son, situs ini diporak-porandakan selama Perang Vietnam. Sekarang situs ini terdiri dari tiga lapangan, sebuah aula pertemuan besar, candi suci, dan dua patung perunggu.

Cukup sekian cerita kali ini tentang nagara champa Selasares. Semoga bisa memberikan pengetahuan baru bagi kalian yang ingin belajar sejarah Champa. Jika tertarik lebih lanjut, Selasares bisa lho merencanakan perjalanan wisata ke Vietnam untuk mengunjungi situs-situs Kerajaan Champa. Sampai jumpa di artikel selanjutnya.

Geolana Wijaya Kusumah

Selamat datang di bumi Geo! Halo, aku Geo bisa juga dipanggil Geol. Ya benar sekali, sesuai dengan namaku, aku suka dengan hal-hal berbau Geografi dan hobiku bergeol alias Dance.

Update : [modified_date] - Published : [publish_date]

Tinggalkan komentar