Pakaian Adat NTB

Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) identik dengan ragam busana tradisional dan kerajinan tenunnya. Pakaian adat NTB mewakili masing-masing suku yang ada di wilayah ini. Setiap bagian busana sarat akan filosofi yang mencerminkan adat dan budaya dari suku-suku tersebut. Latar belakang penduduk yang mayoritas muslim turut pula mempengaruhi bentuk dan cara pemakaian pakaian tradisionalnya. Tak hanya itu, beberapa pakaian adat NTB adalah contoh akulturasi antar suku seperti yang nampak pada pakaian pengantin perempuan Sumbawa.

Berikut ini adalah macam-macam pakaian adat yang ada di NTB. Setiap jenis pakaian disertai pula dengan foto atau gambar dan keterangannya.

Ragam Pakaian Adat Nusa Tenggara Barat

1. Pakaian Adat Lambung

Contoh pakaian adat NTB suku Sasak Lambung
Pakaian adat Lambung, sumber: https://facebook.com

Suku Sasak adalah salah satu suku asli Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Salah satu keahlian masyarakat suku Sasak adalah membuat tenunan.

Kain tenunan ini juga menjadi bagian dari pakaian adat suku Sasak.

Pakaian adat untuk kaum perempuan suku Sasak dikenal dengan nama Lambung.

Pakaian ini sejenis kebaya longgar berlengan pendek.

Panjang kebaya sebatas pinggang.

Ciri khasnya terletak pada warna dasarnya yang didominasi hitam dengan kerah berbentuk ‘V’.

Sebuah selendang songket khas Sasak diletakkan menjuntai pada bahu kanan.

Sebagai pemanis bagian belakang baju Lambung ini dibuat agak naik.

Model busana ini mirip dengan baju bodo.

Sementara untuk bagian bawah adalah berupa sarung atau biasa disebut kemben yang juga berwarna hitam dengan dihiasi motif flora pada beberapa bagian.

Ikat pinggang bernama sabuk anteng dipakai untuk mengencangkan kemben.

Cara pemakaiannya adalah dengan dililitkan ke pinggang dan menyisakan ujung rumbaian pada sisi kiri.

Aksesoris untuk perhiasan telinga adalah berupa anting-anting besar atau disebut sowang.

Anting berbentuk bulat ini terbuat dari gulungan daun lontar dengan tambahan aksen dari bahan perak.

Aksesoris selanjutnya adalah berupa gelang tangan dan gelang kaki yang gemericing ketika pemakainya berjalan.

Pakaian tradisional Sasak juga dikenakan oleh penari dalam membawakan berbagai tarian tradisional.

2. Pakaian Adat Pegon

Contoh pakaian Adat NTB suku Sasak Pegon
Pakaian adat Pegon, sumber: https://news.detik.com

Pakaian adat Pegon diperuntukkan bagi kaum pria suku Sasak.

Jenis pakaian adat ini mendapat pengaruh dari budaya Jawa selain juga mengadopsi gaya busana Eropa.

Pengaruh budaya Eropa terlihat pada bentuk Pegon yang menyerupai jas yang umumnya berwarna hitam.

Konon paduan busana ini melambangkan kegungan dan kesopanan.

Pada bagian pinggang dililitkan kain songket yang biasa disebut leang atau dodot dan sebilah keris diselipkan diantaranya.

Sebagi penutup pinggang dan bagian bawah tubuh adalah kain dengan wiron yang panjangnya hingga semata kaki.

Kain ini memiliki motif campuran antara corak khas Lombok dan batik Jawa.

Kain wiron ini mengandung filosofi tentang sikap rendah hati. Pria Sasak juga memakai ikat kepala yang disebut sapuq.

Selain melambangkan kejantanan, sapuq juga mengandung makna tentang penghormatan kepada Tuhan yang Esa dan menjaga pikiran pemakainya tetap bersih.

3. Pakaian Adat Rimpu

Contoh Pakaian adat NTB suku Bima Rimpu
Pakaian adat Rimpu, sumber: https://travel.detik.com

Suku Bima atau mereka menyebut diri sebagai dou mbojo bermukim di kota Bima, Kabupaten Bima, dan Kabupaten Dompu.

Suku ini dikenal dengan tradisi dan budaya yang mendapat banyak pengaruh kuat dari budaya Islam.

Hal ini juga terlihat dari pakaian adat orang-orang Bima.

Pakaian adat Rimpu dari suku Bima untuk kaum perempuan sangat unik dan khas serta tertutup sebagaimana disyariatkan dalam ajaran Islam.

Pakaian adat Rimpu ini sesungguhnya adalah cara berbusana untuk menutup bagian atas tubuh dengan mengenakan kain sarung tenun khas Bima-Dompu atau biasa disebut tembe nggoli oleh masyarakat setempat.

Sedangkan untuk bagian bawah tubuh dari pinggang hingga kaki juga mengenakan sarung dimana cara mengenakannya dililitkan seperti biasa kemudian ujungnya diselipkan atau dijepit agar tidak terlepas.

Cara pemakaian ini dikenal dengan sebutan sanggentu.

Contoh Pakaian adat NTB Bima Rimpu Biasa
Pakaian adat Rimpu untuk perempuan yang sudah menikah, sumber: https://www.bimakini.com

Pakaian adat Rimpu ini secara umum dapat dibedakan menjadi dua jenis yakni Rimpu Mpida dan Rimpu Biasa.

Pakaian Rimpu Mpida dikenakan oleh kaum perempuan yang belum menikah. Rimpu Mpida terbagi lagi ke dalam beberapa jenis, salah satunya adalah Rimpu Cili.

Sebagai deskripsi, Rimpu Cili menutup sekujur tubuh dan hanya menyisakan bagian mata yang terbuka sehingga menyerupai cadar.

Sedangkan Rimpu Biasa dikenakan oleh perempuan yang telah menikah.

Sedikit berbeda dengan Rimpu Cili, Rimpu Biasa membiarkan bagian wajah penggunanya tetap terbuka.

Sebenarnya tidak hanya suku Bima, suku Dompu juga mengenakan Rimpu sebagai pakaian tradisionalnya.

4. Pakaian Adat Katente Tembe

Pakaian adat NTB suku Bima Katente Tembe
Pakaian adat Katente Tembe, sumber: https://www.picuki.com

Bila pakaian adat kaum perempuan Bima dikenal dengan nama Rimpu maka pakaian adat atau cara berbusana kaum pria Bima adalah Katente Tembe.

Pakaian adat ini juga terdiri dari dua helai kain sarung, tetapi terdapat perbedaan pada cara pemakaiannya.

Pada Katente Tembe salah satu sarung dililitkan ke pinggang hingga menutupi lutut sementara yang lainnya diselempangkan ke bahu atau dikenal dengan istilah saremba.

Sarung ini tidak hanya dikenakan saat bekerja ke sawah atau ladang namun juga berfungsi saat menunaikan ibadah shalat.

Oleh karena itu, konon cara berpakaian Katente Tembe ini mengandung makna tentang kerja keras dan ketaatan dalam beribadah.

Selain menjadi pakaian tradisional suku Bima, Katente Tembe juga merupakan busana masyarakat suku Dompu.

Banyaknya persamaan antara keduanya karena secara geografis kedua suku bermukim di wilayah yang berdekatan.

Penjelasan lain terkait persamaan ini adalah merujuk pada sejarah kedua suku yang masih serumpun.

5. Pakaian Adat Poro

Contoh pakaian adat NTB Poro suku Bima
Pakaian adat suku Bima, sumber: Lembaga Sampela Mbojo https://web.facebook.com

Selain busana Rimpu yang mendapat pengaruh dari budaya Islam, masyarakat Bima juga memiliki pakaian tradisional lain yang dikenal dengan nama baju Poro untuk kaum perempuan.

Poro adalah baju polos tanpa motif ataupun hiasan.

Pakaian ini terbuat dari kain yang meskipun bahan dasarnya tipis tetapi tidak tembus pandang.

Terdapat pembagian warna pada baju Poro yang disesuaikan dengan latar belakang pemakainya.

Baju Poro yang didominasi warna-warna gelap seperti hitam, biru tua, cokelat tua, dan ungu dikenakan oleh para ibu.

Sementara warna merah diperuntukkan bagi para gadis.

Keluarga bangsawan sendiri mengenakan warna kuning dan hijau.

Sebagai pasangan baju Poro yang dikenakan sebagai bawahan adalah sarung Palekat dengan motif kotak-kotak yang dipakai hingga ke mata kaki.

Sementara untuk aksesoris adalah berupa gelang dan anting.

6. Pakaian Adat Poro Rante dan Pasangi

 

Contoh Pakaian adat NTB Poro Rante dan Pasangi suku Bima
Pakaian Pengantin suku Bima, sumber: https://docplayer.info

Poro Rante adalah merupakan pakaian adat untuk pengantin perempuan Bima.

Poro Rante berwarna merah dengan hiasan cepa atau bunga emas yang memenuhi permukaan bidang baju.

Baju ini dipadukan dengan kain songket atau tembe songke dengan motif bunga kakando, samobo, atau satako.

Songket ini dikenakan dengan ikat pinggang berwarna keemasan bernama salepe.

Sebagai pelengkap adalah sapu tangan atau pasapu yang terbuat dari bahan sutera dengan sulaman benang perak.

Di masa lalu pengantin tradisional Bima mengenakan aksesoris sebagai hiasan rambut  yang dibuat dari gabah padi atau keraba.

Hiasan kepala lain yang umum dikenakan pada pengantin perempuan Bima adalah kembang goyang atau Jungge dondo berupa kembang panjang yang terbuat dari manik-manik.

Selain itu, aksesoris lainnya berupa anting-anting yang dinamakan bangko dondo dan gelang atau biasa disebut ponto yang semuanya berwarna keemasan.

Sementara pakaian adat pengantin pria Bima bernama Pasangi.

Pakaian adat ini terdiri dari baju lengan panjang berwarna merah, cokelat, atau hitam.

Sementara pakaian berwarna hijau atau kuning diperuntukkan bagi kaum bangsawan.

Pakaian ini bersulam benang emas atau perak, kemudian dipadukan dengan bawahan berupa celana panjang atau biasa disebut sarowa dondo yang juga dihiasi sulaman benang emas atau perak.

Selanjutnya adalah kain songket yang biasa disebut sarung siki atau tembe siki dikenakan di luar celana panjang.

Baba berupa ikat pinggang besar biasanya berwarna merah atau cokelat.

Sedangkan salepe atau ikat pinggang dikenakan diluar baba.

Kemudian sebilah keris atau biasa disebut sampari diselipkan pada sisi kiri depan di dekat rusuk.

Keris ini bagian hulunya ditutup dengan sehelai sapu tangan kuning yang dalam bahasa setempat disebut pasapu monca.

7. Pakaian Adat Donggo

Contoh pakaian adat NTB Donggo Bima
Pakaian perempuan Donggo, sumber: http://www.visionerbima.com

Donggo salah satu suku yang ada di Kabupaten Bima.

Masyarakat Donggo mendiami kawasan pegunungan dan dataran tinggi Bima.

Suku ini memiliki pakaian tradisional yang berbeda coraknya dari suku lainnya di Bima.

Ciri khas yang menonjol pada pakaian suku ini adalah didominasi oleh warna hitam.

Warna hitam ini identik dengan ritual kematian yang dilakukan oleh suku ini pada masa lampau.

Pada laki-laki tua dan dewasa pakaian tradisionalnya berupa baju berkerah dengan warna hitam atau biru tua.

Pakaian ini dilengkapi dengan ikat kepala sambolo dengan warna yang sama yang bercorak kotak-kotak.

Pelengkap pakaian lainnya adalah berupa ikat pinggang atau salongo yang terbuat dari benang kapas dan ditenun sendiri.

Sementara untuk remaja laki-laki juga mengenakan pakaian yang dibuat dari benang kapas berwarna hitam yang dihiasi corak garis-garis putih.

Pakaian ini memiliki model leher bundar seperti kaos yang disebut baju mbolo wo’o.

Sebagai pelengkap adalah salongo berwarna merah atau kuning yang fungsinya sebagai tempat menyematkan pisau.

Sedangkan untuk wanita tua dan dewasa mengenakan pakaian yang disebut kababu yakni berupa baju hitam pendek yang terbuat dari benang katun.

Sebagai bawahan adalah berupa celana dengan panjang di bawah lutut yang dinamakan deko.

Selain itu, kaum perempuan dewasa mengenakan sarung yang dalam bahasa setempat dinamakan tambe me’e.

Sarung berwarna hitam atau biru tua ini dililitkan di luar deko.

Pakaian ini kemudian dilengkapi dengan aksesoris berupa giwang dan kalung dari manik-manik berwarna merah.

Sedangkan pakaian untuk remaja perempuan suku Donggo bernama kani dou sampela.

Contoh pakaian adat NTB perempuan suku Donggo
Potret gadis Donggo dalam pakaian tradisional, sumber: https://gramho.com

Sama halnya seperti perempuan dewasa, remaja perempuan mengenakan kababu dilengkapi dengan bawahan berupa deko berbentuk segitiga yanng panjangnya hingga ke lutut.

Sementara untuk sarung khas Donggo atau tembe Donggo juga berwarna hitam dengan motif kotak-kotak putih yang diikatkan ke pinggang dikenakan luar deko.

Aksesoris untuk remaja putri adalah kalung manik-manik merah yang dibiarkan menjuntai hingga ke dada.

8. Pakaian adat Suku Sumbawa

Contoh pakaian adat NTB suku Sumbawa
Pakaian dan sarung khas Sumbawa, sumber: https://www.indonesiakaya.com/

Suku Sumbawa yang dikenal juga dengan nama Samawa mendiami wilayah Sumba Barat, Nusa Tenggara Barat.

Suku ini menyebut diri mereka sebagai Tau Samawa.

Suku Sumbawa memiliki kerajinan khas berupa songket yang dibuat dari benang katun, dan dihias dengan benang emas dan perak.

Songket khas Sumbawa ini dinamakan Kere’ Alang.

Pakaian adat wanita Sumbawa bernama lamung pene yang berupa baju kebaya lengan pendek.

Sedangkan untuk bagian bawah adalah tembe lompa yakni berupa sarung songket dengan motif kotak-kotak.

Kain ini dikenakan hingga semata kaki.

Contoh Pakaian adat NTB perempuan Sumbawa Lamung Pene
Lamung Pene, sumber: https://gramho.com

Ikat pinggang perak menjadi aksesoris pelengkapnya di samping sapu tangan atau sapu to’a yang diselempangkan pada bahu kiri.

Aksesoris lainnya berupa kalung, hiasan telinga yang dinamakan bengkor troweh, dan gelang tangan.

Pakaian adat laki-laki Sumbawa dinamakan Lamung.

Pakaian ini memiliki model serupa jas lengan panjang yang tertutup bagian atasnya.

Sebagai bawahan adalah berupa celana panjang yang disebut saluar belo.

Celana panjang ini dilengkapi dengan songket yang fungsinya seperti dodot.

Perhiasan kepala kaum pria adalah berupa ikat kepala sapu dengan motif kotak-kotak.

Ikat kepala ini dari tenunan yang terbuat dari benang katun Sumbawa.

Lain lagi dengan pakaian pengantin Sumbawa.

Contoh Pakaian adat NTB pengantin suku Sumbawa
Pakaian adat Pengantin Sumbawa, sumber: http://rumpin-samawa.blogspot.com

Pengantin perempuan mengenakan pakaian yang berbeda dari pakaian adat biasa.

Pakaian pengantin untuk wanita golongan bangsawan adalah berupa baju dengan lengan pendek atau disebut lamung yang bentuknya menyerupai baju bodo dari dari Sulawesi Selatan.

Konon hal ini dikarenakan pengaruh pakaian tradisional masyarakat Bugis yang memang banyak bermukim di wilayah ini pada masa lampau.

Pada hampir seluruh bagian baju diberi hiasan sulaman emas berbentuk bunga.

Sebuah sapu tangan atau kida sanging dengan motif daun berwarna emas atau perak disampirkan di bahu kiri.

Sebagai bawahan menggunakan rok panjang atau dapat juga berupa rok pendek yang dihiasi motif bunga senada dengan baju.

Selain itu pengantin juga mengenakan kalung dan gelang yang terbuat dari emas yang dinamakan ponto atau kelaru.

Selanjutnya hiasan kepala menggunakan kembang goyang, aksesoris ini juga banyak dikenakan oleh para pengantin dari berbagai daerah lainnya hanya saja bentuknya berbeda.

Pengantin laki-laki Sumbawa mengenakan baju lengan panjang berwarna hitam bernama gadu yang dihiasi bunga emas atau cepa.

Sebuah kain seperti selendang berwarna merah dengan motif bunga bernama simbangan diselempangkan di atas gadu.

Sebagai bawahan adalah celana panjang berwarna hitam dengan hiasan bunga pada tepi-tepinya.

Pada bagian luar celana dililitkan sebuah kain yang dibentuk meyerupai rok atau biasa disebut tope.

Ikat pinggang atau pending dikenakan sebagai penahan tope.

Selanjutnya sebagai hiasan kepala adalah berupa mahkota yang biasa disebut pasigar.

Mahkota ini terbuat dari kain yang dilipat berbentuk kipas dengan motif daun dan bunga emas.

Sebagai pelengkap pakaian pengantin pria adalah sebilah keris yang diselipkan pada pending.

Demikianlah pakaian adat yang ada di Nusa Tenggara Barat.

Pakaian tradisional di Indonesia saat ini sudah banyak ditinggalkan dan tidak lagi menjadi pakaian sehari-hari.

Gaya hidup modern dan kepraktisan menjadi alasan utamanya.

Sementara beberapa pakaian adat masih bertahan dan digunakan pada momen-momen tertentu seperti pada acara pernikahan.

Melestarikan pakaian adat dan tradisional adalah bagian dari memelihara adat dan budaya bangsa.

Riska Sri Handayani

- A traveller, writer, and storyteller- Seorang penggemar travelling yang mendokumentasikan catatan perjalanannya dalam potret dan cerita.

Update : [modified_date] - Published : [publish_date]

Tinggalkan komentar