Pakaian Adat Gorontalo

Pakaian adat Gorontalo menjadi salah satu produk kebudayaan yang menarik, karena punya keunikan berupa tujuh macam warna dengan kedalaman filosofinya.

Busana paling terkenal dari wilayah yang berdiri pada 22 Desember 2000 ini adalah sepasang pakaian pengantinnya, yakni Mukuta dan Biliu.

Selain warna, ada pula serangkaian perhiasan serta aksesoris yang juga melambangkan arti khusus.

Apakah busana adat yang dimiliki oleh Gorontalo hanya Mukuta dan Biliu?

Bagaimana dengan pakaian lain beserta acara-acara yang melibatkan penggunaan mereka, misalnya pada pembaiatan?

Berikut rincian dan penjelasannya:

Jenis Pakaian Adat Gorontalo (Sulawesi)

Belum pernah ada penyebutan secara resmi mengenai detail baju adat yang berasal dari daerah Gorontalo.

Maka penjabaran rinciannya pun cenderung menyebutkan nama-nama jenis aksesorisnya, baik pada pakaian adat untuk pria maupun wanita.

Adapula yang menyebutkan Ngambe sebagai nama pakaian adatnya.

Kendati begitu, Gorontalo punya sepasang baju pernikahan yang umum digunakan bernama Makuta dan Billiu.

Para mempelai lelaki menggunakan Makuta dan Walimono, sementara pengantin wanita mengenakan Biliu dan Payungga untuk menaiki tempat pelaminan khas Gorontalo atau Peude.

Warna-warna yang mengisi keduanya adalah kuning keemasan, walau ada pula penggunaan warna ungu, hijau, atau warna lain.

Namun kedua pakaian ini dibedakan oleh bentuk dan beberapa hiasan khususnya.

Berikut makna baju pernikahan adat Gorontalo dan hiasannya:

1. Makuta/Mukuta/Mukura dan Walimono (Baju Pengantin Pria)

pakaian adat gorontalo kaum lelaki
Sumber: https://restuemak.com

Pakaian yang dikhususkan untuk mempelai pria disebut Makuta atau Paluwala dan Walimono.

Literatur lain, situs web tanya-jawab umum yakni Brainly menyebutnya Payungga Tilambia.

Perlengkapan pada pakaian ini bisa dikatakan lebih sedikit ketimbang mempelai wanitanya.

Ditambah sejumlah aksesoris, misalnya Tudung Makuta.

Ada pula rangkaian aksesoris lain pada baju ini, antara lain:

a. Tudung Makuta

makna Tudung Makuta pakaian adat gorontalo
Sumber: https://docplayer.info

Asal kata Makuta adalah Mahkota.

Sebelum nama ini dikenal pada akhir abad ke-19 (tepatnya 1892), masyarakat menggunakan nama Paluwala dari kata Piloluwala yang berarti “sumber”.

Kepanjangannya adalah Polunete Unggala to Delemo Pohala, atau “suatu ikatan dalam keluarga besar”, yakni Duluwo lou Limo lo Pohala Gorontalo, Suwawa, Limboto, Atinggola, dan Bolango.

Olongia atau Raja adalah satu-satunya pemakai Paluwala, sebagai sumber dari dua kekuasaan pada saat itu.

Usai berganti menjadi Mahkota, bentuk Paluwala telah mengalami banyak perubahan.

Tidak ada lagi Bako, Buntali, dan Dungo Ayu (semacam kotak rangka dan daun-daun kayu) dalam Makuta.

Penyebabnya adalah penyusupan Pemerintah Hindia Belanda yang sedikit demi sedikit memengaruhi kebudayaan dan adat istiadat Gorontalo, termasuk mencampuri bentuk Paluwala beserta hiasan-hiasannya.

Tudung Makuta juga sering disebut Laapia Bantali.

Menjadi penghias kepala sebagai penutup berbentuk bulu unggas yang menjulang ke atas dengan bagian belakang terkulai.

Filosofinya adalah seorang pria atau suami diharapkan berkedudukan tinggi sebagai pemimpin, sekaligus sikap dan budi pekerti lemah lembut sebagaimana bulu unggas.

Peletakan Layi yang menjulang ke atas sebagai simbol hubungan Arab-Alif dengan makna Ke-Esa-an Tuhan.

Hiasan lima daun emas dilekatkan padanya, untuk mengartikan lima prinsip hidup adat istiadat Gorontalo, yaitu:

  • Aadati, kebiasaan yang sopan
  • Buto, hukum
  • Tinepo, penghargaan sesama umat
  • Tombula, membalas penghormatan orang lain
  • Wuudu, adat berpakaian

Disusul kemudian hiasan delapan bintang kecil di atas lima daun prinsip, yang berarti kebersamaan dalam menganut lima prinsip tersebut oleh 8 negeri di Gorontalo.

Delapan negeri ini antara lain Hunginaa, Bilinggata, Tibawa, Wuwabu, Tomilito, Lupoyo di Kerajaan Gorontalo dan Dunggala, serta Butaiyo di Kerajaan Limboto.

Ada lagi di bawahnya berupa 6 bintang lain yang mengiaskan 6 Rukun Iman, yaitu:

  1. Kepercayaan kepada Tuhan
  2. Kepercayaan kepada Malaikat-Malaikat
  3. Kepercayaan kepada Kitab-Kitab Suci
  4. Kepercayaan kepada Para Rasul
  5. Kepercayaan Kepada Hari Akhir atau Hari Kiamat
  6. Kepercayaan Kepada Takdir atau Qada dan Qadar

Satu bintang terbesar yang letaknya di atas seluruh bintang kecil serta tepat di tengah-tengah Layi adalah lambang Ketuhanan Yang Maha Esa.

Hiasan dua bentuk mata di kiri dan kanan bagian depan berarti Sang Raja harus bermata tajam dalam memperhatikan keadaan rakyat.

Rantai dan umbai-umbai yang dililitkan mengelilingi sayap Makuta memberi makna keberadaan rakyat dan seluruh harapan mereka.

Kemudian hiasan ular naga di samping kanan dan kiri sayap Makuta menggambarkan kewaspadaan.

b. Baju Raja/Baju Takuwa

Ber-Takwa Doa, Baju Raja yang pemakaiannya dipasangkan dengan Makuta, dan namanya Boo Takuwa Daa.

Arti nama Boo adalah baju, sedangkan asal kata Takuwa adalah Takwa atau takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Hiasan dua buah tali yang dililitkan pada leher serta melekat ke arah bawah Baju Raja memiliki pengertian sebagaimana kalung pada Billiu.

Perancangan Baju Raja dilakukan bersama perubahan Paluwala menjadi Makuta.

c. Celana Raja

Celana ini berhiaskan seutas tali lurus dari atas ke bawah di samping kanan dan kiri sebagai perlambang bahwa perilaku Raja harus jujur kepada rakyat.

Pemakaian sepatu baru dikenal sebagai pasangan baju ini pada akhir abad ke-19.

d. Ikat Pinggang dan Pending

bentuk Ikat Pinggang dan Pending pakaian adat gorontalo
Sumber: https://shopee.co.id

Pengertian keduanya memiliki kesamaan dengan Bintolo dan Etango pada pakaian Billiu.

e. Pedang

pakaian adat gorontalo Pedang huwangga
Sumber: https://gpswisataindonesia.info

Menurut bahasa daerah di Gorontalo, pedang bisa disebut juga Jambiya atau pedang kebesaran.

Penggunaannya sebagai lambang pertanggungjawaban Raja dalam membela dan mempertahankan kerajaan bersama-sama rakyat.

Sepotong kain merah terikat padanya, yang berarti Raja harus berani dan berjiwa patriotisme.

Penyematannya juga dirangkaikan bersama sebuah sajak:

Bangusa Talalo (memelihara bangsa)

Lipu Po Duluwalo (membela negara)

Openu demoputi Tulalo (lebih baik berputih-tulang)

Bodila moputi Baya (daripada berputih-muka)

Arti tegasnya adalah “lebih baik berkalung tanah daripada malu”.

f. Bako

bagian bagian pakaian adat gorontalo
Sumber: https://twitter.com

Kalung atau Bako berwarna kuning keemasan.

Bako menyimbolkan suatu ikatan pernikahan yang dimiliki seorang pria dengan wanitanya, serta ikatan kekeluargaan antardua keluarga pengantin.

g. Pasimeni

Pasimeni menjadi hiasan tambahan pada baju untuk lambang keadaan dalam kehidupan berumah tangga yang harus harmonis juga damai, tanpa perkelahian hingga menimbulkan keretakan.

h. Sibii

Filosofi sifat suami pemimpin keluarga yang telah sesuai adat Gorontalo, dilambangkan oleh aksesoris kepala pria ini.

Maka di balik kewibawaannya pula, harus ada sifat lembut.

2. Biliu dan Payungga (Pakaian Pengantin Perempuan)

pakaian adat billiu untuk pengantin wanita gorontalo
Sumber: https://www.idntimes.com

Biliu dan Payungga merupakan busana adat kebesaran khusus pengantin wanita.

Makna yang terkandung dalam Bili’u adalah sebgai pengantin, sang gadis diangkat (Biluwato) dan dinobatkan sebagai Ratu Rumah Tangga.

Ayuwa (sikap) dan Popoli (tingkah laku), tak terkecuali sifat dan pembawaan dalam lingkungan keluarga diperlihatkan pada pengangkatan ini, melalui blus atau baju kurung dengan bawahan rok panjang kuning.

Lalu mengenakan Payunga Tilambio, pakaian mempelai wanita tanpa hiasan kepala atau Bayalo Boa Ute melainkan hanya konde berhiaskan Sunthi, sementara sang pria memakai Payunga Tilambi.

Secara terperinci, bagian-bagiannya ada tiga, yakni baju kurung berlengan panjang (Galenggo), busana rok dalam (Bulluwa lo Rahasia atau Oyilomuhu), dan busana terluar berbentuk kain dipenuhi ornamen keemasan (Bide atau Alumbu).

Bagian dada berhiaskan lapisan Kububu Loduhelo yang terbuat dari kain beludru hitam dilapisi ornamen kuning keemasan.

Kemudian hiasan Peetu hitam dilapisi emas dan gelang berukuran besar melengkapi ujung lengannya.

Sejumlah aksesoris pelengkap juga dikenakan oleh mempelai wanita, antara lain:

a. Baya lo Boute

pakaian adat gorontalo kaum wanita
Sumber: https://gopos.id

Sebagaimana terlihat dari foto di atas, ikat kepala khusus pada rambut penganti wanita sebagai simbol pengikatan oleh hak dan kewajiban sebagai istri dalam waktu dekat, atau dalam dua arti:

Satu tanggung jawab yang telah mengikat sang ratu.

Segala bentuk pemikirannya mesti berdasarkan kematangan pertimbangan dan kebijaksanaan, serta dimanfaatkan semata-mata untuk kepentingan orang banyak atau rakyat.

b. Tuhi-Tuhi (Tutuhi)

filosofi Tuhi-tuhi pakaian adat gorontalo
Sumber: olamitarestorangorontalo

Berupa 7 buah galah dengan panjang yang lebih besar ketimbang lainnya.

Adanya mereka sebagai simbol pengibaratan dua kerajaan besar, yakni Gorontalo dan Limboto, juga kesatuan lima kerajaan yang saling bersahabat antarsuku Gorontalo.

Seperti Kerajaan Tuwawa (Suwawa), Limutu, Hulontalo, Bungalo/Bulonga, serta Atinggola.

c. Ponge-Mopa

makna Ponge-Mopa pakaian adat gorontalo
Sumber: olamitarestorangorontalo

Berupa 6 buah tangkai-tangkai rendah untuk mengibaratkan 6 orang Bubato atau pemangku adat untuk Kerajaan Gorontalo.

Keenamnya antara lain, seorang Baate-Bate (Ketua Adat), seorang Tuntungiyo/Wu’u (Pengatur), serta 4 orang Kimalaha (pelaksana adat) sekaligus kepala kampung dan koordinator pelaksana tugas-tugas pemerintahan bergelar:

  • Ti Biawao
  • Ti Huawango Botu
  • Ti Padengo
  • Ti Papa

Sedangkan 1 orang Bate, satu orang Bate lo Tuntungiyo (wakil Bate), serta 4 orang Kimalaha untuk Kerajaan Limboto, antara lain:

  • Ti Botu
  • Ti Dunito
  • Ti Hungayo
  • Ti Ipilo

Dengan kata lain, sang Ratu wajib menerima pertimbangan-pertimbangan dari para aparat adat bawahan tersebut (Bubato).

d. Lai-lai

Berupa bulu unggas pada ikat kepala depan, tepat di atas ubun-ubun.

Ini mengiaskan keharusan budi pekerti seorang Ratu yang hendaknya luhur sebagaimana kehalusan bulu-bulu unggas.

Layi diberi warna merah dan putih sebagai lambang keberanian dan kesucian.

e. Pangge

Berupa 4 buah tangkai penghias sisi belakang ikat kepala Biliu.

Ini berarti sang Ratu wajib menerima pertimbangan-pertimbangan pendapat dan nasihat dari 4 orang raja bawahan Kerajaan Gorontalo, antara lain:

  1. Raja Bilinggata (Kota)
  2. Raja Hunginaa (Telaga)
  3. Raja Lupoyo (Tapa)
  4. Raja Wuwabu (Kabila)

Juga Kerajaan Limboto, yaitu:

  1. Raja Butaiyo (Paguyaman)
  2. Raja Dunggala (Batudaa)
  3. Raja Tibawa (Limboto)
  4. Raja Tomilito (Kwandang)

f. Huli

tangkai Huli pakaian adat gorontalo
Sumber: olamitarestorangorontalo

Huli atau belakang disematkan di sisi belakang Bili’u sebagai hiasan.

Hiasan ini berupa dua tangkai daun-daunan yang menancap di ujung kanan-kiri Baalanga (rangka).

Pemakaiannya mengibaratkan dua jalur aparat adat, yakni Pegawai Syara’ serta satuan pahlawan keamanan (Talenga), Pulubala di Limboto.

g. Duungo-Bitila

hiasan Duungo-Bitila pakaian adat gorontalo
Sumber: olamitarestorangorontalo

Helaian yang berarti Daun Bitila (sukun) ini dibuat dari sepuhan emas, kemudian ditancapkan pada belakang Baalanga.

Maknanya adalah sikap mengayomi dari sang ratu kepada rakyat.

h. Huwo’o

5 rangkai Huwo’o pakaian adat gorontalo
Sumber: olamitarestorangorontalo

Diartikan sebagai rambut, bentuknya adalah lima potong bagian dengan rantai sebagai penghubung antara satu sama lain.

Walau ada 7 susun potongan saat penobatan ratu pada zaman dahulu.

Kelima bagian tersebut mengambil pengertian tentang keharusan ratu agar bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Pertama, mengambil lima suku kata dari kalimat Tauhid, yaitu: (LA) (ILAHA) (ILLA) (ALLAH) (HU).

Lima bagian kedua mengambil lima Rukun Islam, yakni:

  1. Kalimat Syahadat
  2. Sholat (sembahyang)
  3. Berpuasa
  4. Berzakat
  5. Naik Haji

Pada era Pemerintahan Adat di Gorontalo saat itu, Islam merupakan agama kerajaan yang dibuktikan oleh sanjak: “Adati aji-ayimitila tobutoO ButoO Ayi-Ayimitila to Qurani.”

i. Taya

Taya pakaian adat gorontalo seperti anting anting
Sumber: olamitarestorangorontalo

Disebut juga “Titimenga”, diartikan sebagai Dacing atau timbangan.

Pemasangannya terletak di kanan dan kiri sisi depan mata, yang diartikan menjadi keharusan laku adil seorang ratu.

Artinya sama seperti anting-anting.

j. Rumbai-Rumbai Penghias Baya lo Bo’ute

Menggambarkan bahwa beragam persoalan dalam kehidupan rakyat beserta harapan mereka, bergantung pada pertimbangan pula kebijaksaan dari kepemimpinan seorang ratu.

k. Bo’o Tunggohu/Bo’o Galenggo (Baju Kurung)

Merupakan baju kurung yang disebut juga Bungo Tunggo atau Bo’o Galenggo.

Bagian-bagian penghias/penyempurnanya antara lain:

Kucubu lo Duhelo (Lotidu)

Kain berhiaskan pernak-pernik untuk melapisi dada Bo’o Tunggohu dengan dua makna:

Sang ratu harus mampu menahan nafsu amarah dalam memimpin pemerintahan.

Pancaran sinar kasih sayang serta cinta kepada rakyat dan negeri dari hiasan-hiasan bintang emas.

Bisa pula melambangkan kekuatan yang harus dimiliki mempelai wanita dalam menghadapi kerasnya hidup, serta beragam rintangan dan cobaan rumah tangga.

Kucubu lo Ulu’u (Petu)

Pembalut ujung lengan (pergelangan) kanan-kiri baju berwujud pasangan hiasan.

Maknanya adalah karya-karya yang berguna untuk kesejahteraan banyak orang akan terwujud dari tangan sang Ratu.

Bagian bawah Petu pun berhiaskan sepasang gelang lebar keemasan (Pateda).

Maknanya, seorang ratu harus jauh-jauh dari segala bentuk tindakan yang menyusahkan rakyat, tak terkecuali menerima sogokan atau hasil tadahan.

Bisa pula dimaknai sebagai keharusan seorang istri untuk mengekang diri dari perilaku tercela berdasarkan hukum negara, agama, serta adat.

Buohu Wulu Wawu Dehu (Kalung Bersusun)

Wujud lilitan kalung keemasan atau juga disebut Bu’ohu pada lingkar leher.

Maknanya memperingatkan ratu, tentang sanksi tiang gantungan berupa tali lilitan terhadap perbuatan terlarang.

Bisa juga melambangkan jalinan ikatan kekeluargaan antarkeluarga mempelai pria dan wanita.

Loubu

Berupa hiasan kuku keemasan pada jari manis dan kelingking tangan kanan-kiri.

Jari manisnya menandakan keluhuran budi.

Sedangkan kelingkingnya sebagai pengingat, agar seorang ratu senantiasa memperhatikan kepentingan rakyat kecil.

Dapat pula dianggap menyimbolkan keharusan wanita untuk teliti dalam mengerjakan sesuatu.

Lu’ohu atau Kula

Berupa cincin yang letak pemakaian dan maknanya sama seperti Loubu.

Alumbu atau Bide (Sarung atau Rok)

Hiasan-hiasan berderet teratur di sisi kanan-kiri Bide sampai ke bawah.

Pengaturannya mengikuti aturan tempat duduk para Huhulo’a lo Bubato lo Lipu (pejabat kerajaan), disebut juga “Bulita” dalam suatu musyawarah adat.

Desain bagian depannya terbuka, dengan selapis kain Oyilomuhu atau Buluwa lo Rahasiya di dalam yang berarti peti rahasia.

Menyiratkan keharusan sang ratu dalam mengemban kerahasiaan jabatannya, seperti menjaga rahasia atas kehormatan dirinya.

Bintolo dan Etango (Ikat Pinggang dan Pending)

Motifnya menyerupai Kecubu, dengan makna keharusan seorang istri punya sifat dan sikap sederhana serta mudah menerima.

Juga sebagai pengingat dalam hal makan, hendaknya jangan sampai terlalu kenyang sehingga tidak akan memutuskan ikat pinggang.

Maksudnya adalah hanya memakan makanan halal serta senantiasa mengingat rakyat kecil yang tengah dilanda kekurangan.

Pending atau Etango melambangkan tindakan menjauhi makanan haram, hanya memasak makanan halal untuk keluarga sesuai syariat Agama Islam.

Kedua baju tradisional adat Gorontalo di atas (Billiu dan Mukuta) hanya dipakai untuk keperluan adat tertentu.

Seperti tradisi adat Gorontalo, upacara pernikahan, atau ritual keagamaan.

Walau kadangkala pentas seni juga bisa menggunakannya, contohnya pagelaran seni tari daerah oleh anak-anak lengkap beserta aksesorisnya.

3. Pakaian saat Akad Nikah atau Akaji

a. Boqo Takowa

Pakaian ini dipakai oleh mempelai pria saat akad nikah atau Akaji, bersama Talala atau celana panjang dan aksesoris lain.

Bentuknya serupa kemeja lengan panjang dengan kerah yang berdiri tegak, ditambah kancing dan tiga buah saku (kiri atas satu, kiri bawah satu, dan kanan bawah satu) pada bagian depan.

Celana panjangnya berhiaskan corak keemasan bernama Phi, dengan warna dasar yang sama seperti atasannya.

Pilihannya antara lain merah, ungu, hijau, kuning, dan merah hati.

Sejumlah kelengkapan lain juga dipakai, seperti Payunga (penutup kepala berhiaskan kain warna-warni), Etango (ikat pinggang dari emas sepuhan), dan Patatimbo (keris pusaka) yang terselip di pinggang depan.

b. Pakaian Madipungu

pakaian adat madipungu gorontalo
Sumber: https://www.siswapelajar.com

Menjadi pasangan untuk Boqo Takowa, baju ini, Galenggo, Boqo Tunggohu dikenakan oleh mempelai wanita juga saat akad nikah atau Akaji.

Perbedaan di antara ketiganya ada pada panjang-pendek lengan baju.

Madipungu berbentuk blus lengan panjang, serupa baju kurung dengan bentuk model leher huruf V.

Bahan-bahan pembuatnya adalah brokat, beludru, kain satin, atau kain lain.

Mengenakan sarung atau rok panjang pada bagian luar baju sebagai bawahan, serta beragam macam aksesoris untuk melengkapi keseluruhan pakaian.

4. Pakaian untuk Upacara Adat Gorontalo

Terakhir, adalah pakaian tradisional khusus upacara adat tertentu berbentuk serupa pakaian pengantin, tanpa aksesoris atau hiasan lain.

Perbedannya ada pada warna-warna yang digunakan, yakni kuning emas, merah, hijau, dan ungu.

Makna Filosofi Warna Pakaian Adat Gorontalo

Pakaian adat Gorontalo identik memakai tujuh warna.

Tiap-tiap warna punya kedalaman ciri khas, makna, dan filosofi, seperti busana identik melayu.

Masing-masing dari ketujuh warna digunakan dalam upacara yang berbeda-beda, misalnya acara resmi pemerintahan, pembaiatan, pernikahan, upacara adat, dan kedukaan.

Berikut penjelasan dan keterangannya:

1. Merah

photo Makna Warna Pakaian Adat Gorontalo Merah
Sumber: https://www.idntimes.com

Memiliki arti keberanian, semangat, dan tanggung jawab yang diharapkan dimiliki oleh masyarakat Gorontalo atas daerahnya.

2. Hijau

Makna Warna Pakaian Adat Gorontalo Hijau
Sumber: https://id.pinterest.com

Berarti kesejahteraan, kedamaian, kesuburan, dan kerukunan yang harus dipegang teguh oleh masyarakat Gorontalo dalam persatuan untuk menjaga tali persaudaraan.

3. Kuning Emas

arti warna kuning emas pakaian adat gorontalo
Sumber: https://www.idntimes.com

Artinya kejujuran, kemuliaan, kebesaran, dan kesetiaan yang menggambarkan keharusan kepala daerah berlaku bijaksana dalam memimpin daerahnya.

4. Ungu

Makna Warna Pakaian Adat Gorontalo Ungu
Sumber: https://www.idntimes.com

Berarti kewibawaan dan keagungan dalam karakter seorang pemimpin.

5. Hitam

arti warna hitam pakaian adat gorontalo
Sumber: https://sulsel.idntimes.com

Memiliki arti keteguhan dan ketakwaan kepada Tuhan, sebagaimana julukan Serambi Madinah untuk Gorontalo, dengan tradisi masyarakat yang mengacu pada ajaran Islam.

6. Coklat

arti coklat pada warna pakaian adat gorontalo
Sumber: budayaindonesiaaa

Memiliki arti tanah, yang dimaksudkan sebagai kepastian siklus hidup setiap manusia akan kembali ke tanah untuk menjumpai kematian dan dikubur.

7. Putih

psikologi warna pakaian adat gorontalo
Sumber: https://id.pinterest.com

Warna yang mengartikan kesucian sekaligus kedukaan.

Perpaduan ketujuh warna ini sering dijumpai pada prosesi pernikahan.

Masyarakat Gorontalo menganggap warna-warna tersebut merepresentasikan budaya Kerajaan Gorontalo, yakni “Duo lo Limo Pohalaa” (dua kerajaan inti dari lima bersaudara).

Keunikan Pakaian Adat Gorontalo

nilai lebih pakaian adat gorontalo
Sumber: http://infopublik.id
  • Ada tiga warna umum, yaitu kuning keemasan, ungu, dan hijau.
  • Masyarakat hanya memakai empat warna utama yaitu merah, hijau, kuning emas, dan ungu dalam upacara pernikahan adat Gorontalo.
  • Misalnya ingin memakai pakaian gelap, masyarakat lebih suka memilih hitam dan putih.
  • Lebih menyukai warna putih, saat mendatangi tempat perkabungan, kedukaan, atau tempat ibadah.
  • Kurang menyukai pakaian berwarna coklat, karena melambangkan tanah.
  • Sering menggunakan warna biru muda saat peringatan 40 hari duka, sedangkan biru tua dikenakan untuk memperingati 100 hari duka.

Pakaian adat Gorontalo lebih mudah dijumpai apabila menghadiri keperluan adat tertentu, seperti upacara pernikahan, ritual keagamaan, tradisi adat, maupun pentas seni tari daerah.

Tak mengherankan, karena hanya pada acara-acara tersebutlah baju-baju ini dikenakan.

Miftachul Arifin

Peminat genre fantasi dalam perbukuan, penulisan, dan perfilman yang ingin terus belajar berkarya. Saya pun penggemar musik-musik orkestra, terutama dari biola, cello, dan piano.

Update : [modified_date] - Published : [publish_date]

Tinggalkan komentar