Kerajaan Tidore

Kerajaan Tidore merupakan kerajaan bercorak Islam yang terletak di Kepulauan Halmahera, Maluku Utara dan bertetangga dengan Kerajaan Ternate.

Kerajaan kepulauan ini terkenal menjadikan rempah-rempah sebagai komoditi bagi Nusantara dan dunia, yang ternyata mendorong bangsa-bangsa Eropa untuk memonopolinya.

Tetapi peran Kesultanan Tidore dalam menghalau kekuatan-kekuatan asing yang ingin menguasai Maluku tak kalah menonjol.

Masa kejayaannya berlangsung melalui penaklukkan mayoritas Halmahera selatan, Pulau Seram, Pulau Buru, serta sejumlah pulau pesisir wilayah Papua Barat.

Untuk mengetahui lebih banyak mengenai sepak-terjang kerajaan ini, silakan simak dalam artikel berikut:

Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Tidore

kerajaan tidore memimpin persekutuan
Sumber: https://slideplayer.info

Kerajaan yang didirikan pada tahun 1300-an atau abad ke-14 ini mempunyai sejarah perlawanan terhadap Belanda pada masa saat penjajahan.

Kerajaan Tidore tidak membiarkan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) menguasai wilayah mereka, karena tujuannya semata-mata memonopoli SDA Indonesia.

Sebagai dua kerajaan yang bertetangga, Ternate dan Tidore pun saling memperebutkan hegemoni politik di dataran Maluku.

Persaingan ini memicu pembentukan dua persekutuan dagang yang dipimpin oleh masing-masing kerajaan.

a. Uli-Lima (Persekutan Lima Bersaudara)

Kerajaan Ternate memimpin Uli-Lima (Persekutan lima bersaudara).

Kelompok ini meliputi Ambon, Bacan, Obi, Seram, dan Ternate itu sendiri.

Ternate mencapai titik aman keemasan dengan kekuasaan yang meluas hingga ke Filipina pada masa Sultan Baabullah.

b. Uli-Siwa (Persekutuan Sembilan Bersaudara)

Sementara itu, Kerajaan Tidore memimpin persekutuan Uli-Siwa (Persekutuan sembilan bersaudara).

Daerah-daerah yang dipimpinnya meliputi Halmahera dan Jailalo hingga ke Papua.

Kerajaan Tidore pun termasuk salah satu Kerajaan Islam di Indonesia.

Letak Geografis dan Peta Wilayah Kerajaan Tidore

letak kerajaan tidore dan ternate
Sumber: http://jendelakecildunia.com

Kerajaan Tidore secara geografis terletak di daerah yang penting dalam dunia perdagangan pada waktu itu, yakni Kepuluan Maluku.

kerajaan ternate tidore terletak di
Sumber: https://deddyhuang.com

Bukan tanpa alasan julukan “The Spice Island” disematkan terhadap daerah tersebut, karena menjadi penghasil rempah-rempah terbesar pada masa itu.

Silsilah Kepemimpinan Kerajaan Tidore

Islam sudah memasuki Kerajaan Tidore semenjak pemerintahan Kohlano Syahjati selaku pendiri dan Sultan Pertama.

Nama “Muhammad”-nya sudah memastikan hal tersebut.

Hanya saja, fakta ini baru diresmikan oleh Kerajaan Tidore pada masa kepemimpinan Sultan Djamalludin.

Berikut silsilahnya:

1. Kolano Syahjati atau Muhammad Nakil bin Jaffar As Shiddiq

2. Kolano Bosa Mawange

3. Kolano Syuhud atau nam Subu

4. Kolano Balibunga

5. Kolano Duko Adoya

6. Kolano Kie Matiti

7. Kolano Seli

8. Kolano Matagena

9. Kolano Nuruddin (1334 – 1372)

10. Kolano Hasan Syah (1372 – 1405)

11. Sutan Ciriliyati atau Djamaluddin (1495 – 1512)

Beliau pula yang memicu masuknya Agama Islam ke Kerajaan Tidore pada awal abad ke-15, usai mendengar dakwah Syekh Mansur, seorang pendakwah dari Arab.

Kemudian Islam pun dijadikan agama resmi dalam kerajaannya.

12. Sultan Al Mansur (1512 – 1526)

13. Sultan Amiruddin Iskandar Zulkarnaen (1526 – 1535)

14. Sultan Kyai Mansur (1535 – 1569)

15. Sultan Iskandar Sani (1569 – 1586)

16. Sultan Gapi Baguna (1586 – 1600)

17. Sultan Mole Majimo atau Zainuddin (1600 – 1626)

18. Sultan Ngora Malamo atau Alauddin Syah (1626 – 1631)

19. Sultan Gorontalo atau Saiduddin (1631 – 1642)

20. Sultan Saidi (1642 – 1653)

21. Sultan Mole Maginyau atau Malikiddin (1653 – 1657)

22. Sultan Saifuddin atau Jou Kota (1657 – 1674)

23. Sultan Hamzah Fahruddin (1674 – 1705)

24. Sultan Abdul Fadhlil Mansur (1705 – 1708)

25. Sultan Hassanudin Kaicil Garcia (1708 – 1728)

26. Sultan Amir Bifodlil Aziz Muhidin Malikul Manan (1728 – 1757)

27. Sultan Muhammad Mashud Jamalludin (1757 – 1779)

28. Sultan Patra Alam (1780 – 1783)

29. Sultan Hairul Alam Kamalludin Asgar (1784 – 1797)

30. Sultan Syaifuddin Muhammad (1797 – 1805)

Nama lengkapnya menjadi sangat panjang saat semua julukan dan gelar ketika melawan VOC (Belanda) ikut disandangkan, yakni Jou Barakati (Panglima Perang) dengan gelar “Sri Paduka Maha Tuan Sultan Syahidul Jehad el Ma’bus / Mab’us Amirrudin Syah Kaicil Paparangan”.

Beliau inilah raja terkenal yang penuh perjuangan dari Kerajaan Tidore dengan nama Sultan Nuku.

31. Sultan Zainal Abidin (1805 – 1810)

32. Sultan Motahuddin Muhammad Tahir (1810 – 1821)

33. Sultan Achmadul Mansur Sirajuddin Syah (1821 – 1856)

34. Sultan Achmad Syaifuddin Alting (1856 – 1892)

35. Sultan Achmad Fatahuddin Alting (1892 – 1894)

36. Sultan Achmad Kawiyuddin Alting (1894 – 1906)

Konflik di internal kesultanan pecah setelah beliau wafat.

Pertikaian ini mengakibatkan kehancuran Istana Kie.

37. Sultan Zainal Abidin Syah (1947 – 1967)

Beliau dinobatkan di Tidore pada 27 Februari 1947 atau 26 Rabiulawal 1366 H.

38. Sultan Djafar Syah

Dalam masa kepemimpinannya, salah satu pekerjaan yang berhasil diselesaikan adalah pembangunan kembali Istana Kie.

39. Sultan Husain Syah (1967 – sekarang)

Sistem Pemerintahan dan Aspek Kehidupan Masyarakat Kerajaan Tidore

Rempah-rempah menjadi komoditi utama dalam dunia perdagangan melalui pelayaran pada masa itu.

Para pedagang lalu berbondong-bondong datang dari negara lain hanya untuk menemukan limpahan sumber rempah-rempah di tanah Maluku.

Keinginan menemukan rempah-rempah lantas berubah menjadi nafsu untuk menguasai keseluruhan wilayah yang menghasilkannya.

Adanya kondisi semacam ini mendasari aspek kehidupan bermasyarakat Tidore dari bidang politik, ekonomi, sosial, serta budaya yang mulai berubah.

A. Masa Lampau

1. Kehidupan Politik

Kerajaan Tidore dipimpin oleh Sultan Nuku Muhammad Amiruddin, atau yang dikenal dengan nama Sultan Nuku pada masa pemerintahaan ke-30.

Sultan Nuku tercatat pada memiliki gelar yang panjang sebagai penghargaan atas jasa-jasanya terhadap Indonesia.

Atas pertimbangan tersebut pula, tanda dan gelar Pahlawan Nasional Indonesia dianugerahkan kepada Sultan Nuku.

Beliau bahkan mampu menyatukan Ternate dan Tidore yang memiliki catatan perselisihan dan persaingan yang tidak singkat.

Dengan jiwa kepemimpinan yang hebat, sejak saat itu dua kerajaan tersebut tidak diganggu oleh penjajah.

Ketika masa pemerintahan Sultan Nuku telah selesai, Sultan Zainal Abidin menggantikannya.

Dengan jiwa kepemimpinan yang sama seperti kakaknya, beliau meneruskan usaha penentangan terhadap Belanda yang hendak mengambil alih Kepulauan Maluku.

2. Sistem Ekonomi

kerajaan tidore yang terletak di maluku memiliki komoditas perdagangan yang utama yaitu
Sumber: https://www.bulelengkab.go.id

Pencapaian standar ekonomi dalam kehidupan masyarakat Kerajaan Tidore bisa dibilang cukup membanggakan.

Wilayah di daerah kepulauan kerajaan ini merupakan tempat yang subur beserta hutan rimbanya.

Hasil rempah-rempah dari tempat ini sangat terkenal, karena banyak menghasilkan cengkih, lada, pala, dan semacamnya.

Rempah-rempah menjadi sangat umum dibutuhkan bangsa Eropa pada masa itu.

Permintaaan terhadap komoditi ini kian meningkat pada abad ke 12 M.

Sehingga harga yang cukup tinggi pun memakmurkan rakyat Maluku.

Kegiatan perdagangan rempah-rempah di Maluku kian berkembang pada pertengahan abad ke-15.

Perkembangan perdagangan yang pesat hingga keluar daerah Maluku membentuk hubungan timbal-balik yang positif.

Banyak pedagang dari Jawa, tanah Melayu, Arab, dan wilayah Cina mendatangi Maluku untuk membeli rempah-rempah.

Sebagai pertukarannya, mereka membawa beras, gading, perak, tenunan, dan barang-barang lain.

Hubungan ekonomi yang terjalin antara kerajaan-kerajaan di Maluku dengan para pedagang Jawa menjadi sangat erat.

Walau demikian, masih ada mata pencaharian lain yang turut mendukung perekonomian masyarakat, yakni bidang perikanan.

Melihat pundi-pundi yang melimpah ruah seperti di atas, maka bangsa asing seperti Belanda, Portugis, dan Spanyol mulai gelap mata.

Mereka ingin menguasai wilayah tersebut untuk menjadi tambang ‘emas hitam’ bagi negara masing-masing.

3. Kehidupan Sosial

Kedatangan Portugis ke wilayah Maluku karena ingin menjalin kerja sama perdagangan sekaligus memperoleh hasil dari rempah-rempahnya.

Sebagai kerajaan yang menggunakan adat Islam di Maluku, Kerajaan Tidore banyak menggunakan syariat Islam dalam kesehariannya.

Semacam petunjuk yang bisa dijadikan bukti bahwa mayoritas masyarakat Tidore memanfaatkan Hukum Islam, salah satunya adalah perjanjian perdamaian antara Sultan Nuku dengan De Mesquita dari Portugis di bawah kitab suci Al-Qur’an.

Bagi rakyat yang sebelumnya beragama Katholik, mereka harus berganti memeluk ajaran Protestan usai Belanda memasuki Maluku.

Tentu saja kesewenangan ini memantik persoalan yang lebih serius dalam kehidupan penduduk kerajaan.

Rakyat merasakan tekanan kala itu.

Amarah besar dari rakyat Maluku kepada pihak Belanda juga timbul.

Kehidupan rakyat Maluku pada zaman penjajahan Belanda sangat memprihatinkan.

Tak ayal kondisi ini melahirkan gerakan-gerakan untuk menentang Belanda.

4. Kehidupan Budaya

Selain perkara rempah-rempah, tujuan lain kedatangan pihak Portugis adalah menyebarkan Agama Katholik.

Walau memang kedudukan Katholik di wilayah Halmahera, Ternate, serta Ambon sudah kuat berkat peranan Fransiskus Xaverius pada tahun 1534 M.

Namun, mayoritas masyarakat Maluku memang masih menganut Agama Islam.

Berdasarkan fakta ini, Portugis tidak memanfaatkan perbedaan agama sebagai umpan untuk memancing pertikaian di antara rakyat kerajaan.

Pedagang Jawa sering datang ke Maluku untuk membeli rempah-rempah, begitupun sebalinya.

Hubungan ini memengaruhi proses penyebaran Agama Islam di Kerajaan Tidore.

Agama Islam kali pertama memasuki Kepulauan Maluku dari pedagang-pedagang Malaka dan para mubaligh dari Pulau Jawa.

Raja Tidore yang kali pertama beragama Islam adalah Ciriliyah.

Nama beliau lalu berubah menjadi Sultan Jamaludin.

Kerajaan ini mulanya hidup berdampingan secara damai dengan Ternate.

Aktivitas perekonomian terkait rempah-rempah yang pada waktu itu mendominasi, tampaknya membikin masyarakat tidak banyak punya kesempatan menghasilkan karya-karya fisik sebagai produk kebudayaan.

B. Masa Sekarang

Kehidupan penduduk Kepuluan Tidore telah sama sebagaimana masyarakat umum pada zaman sekarang.

1. Ras Tidore

Melanesia (berkulit coklat) adalah ras asli masyarakat Tidore.

Masih terdapat hubungan kekerabatan antara ras ini dengan Kepulauan Fiji, Tonga, dan sejumlah kepulauan di Samudra Pasifik.

Kendati ras asli ini kian hari kian menipis, tergerus kaum pendatang dari sejumlah negara (Arab, Cina, Malaysia, dsb) yang telah menetap dan membaur di Kepulauan Tidore.

2. Suku Tidore

Maitara, Pulau Tidore, pesisir pantai Halmahera bagian barat, Pulau Mare, dan pesisir Moti merupakan muasal Suku Tidore.

Bertempat tinggal di pesisir pantai, menjadikan suku ini memiliki mata pencaharian sebagai nelayan.

Sebagian lainnya bekerja sebagai petani.

Profesi rakyat Tidore akan menyesuaikan lokasi tempat tinggal mereka.

Sistem kepemimpinan penduduk setempat masih menggunakan kepemimpinan kelompok dengan yang paling kuat sebagai pemimpinnya.

Orang terkuat ini lantas dijuluki “Momole”.

3. Agama Tidore

Atas dasar sejarah Kerajaan Islam Tidore di Kepulauan Tidore dahulu, mayoritas agama penduduk setempat adalah Islam.

Salah satu pusat pengembangan Agama Islam di Maluku juga berada di Tidore.

Setiap desa memiliki masjid masing-masing dengan seorang ustaz/ustazah atau ulama yang bisa dijumpai di sana.

4. Sosial Budaya

Selain memiliki Bahasa Tidore sebagai bahasa daerah mereka sendiri, masyarakat Tidore juga bisa berbahasa Ternate dan Indonesia.

Daerah kebudayaannya dibagi ke dalam beberapa bagian wilayah, yaitu Daerah Kebudayaan Ternate, Bacan, dan Tidore.

Daerah Kebudayaan Tidore meliputi Kepulauan Tidore serta Kepulauan Halmahera Tengah dan Timur.

Mengenai kekerabatan suku-sukunya atau orang luar, masyarakat Tidore menarik garis keturunan berdasarkan prinsip patrilineal.

Soa adalah salah satu kelompok tersebut.

Perkawinan antarsaudara sepupu (kufu) dipandang ideal menurut adat mereka.

Adat menetap baru ada seusai pernikahan.

Artinya, sepasang pengantin dibebaskan dalam memilih menetap di lingkungan kerabat suami atau istri.

Masa Kejayaan Kerajaan Tidore (Wilayah Kekuasaan)

Kerajaan Tidore mencapai puncak kejayaan pada pemerintahan Sultan Nuku (1780-1805).

Sebagai raja, beliau memang dikenal berani, cerdik, ulet, dan waspada pada waktu itu.

Pada masa pemerintahan Sultan Nuku, wilayah kekuasaan Kerajaan Tidore (dan Ternate) meliputi Pulau Seram, Makean/Maksan, Halmahera, Jailolo, Raja Ampat, Kai, serta Papua.

Menurut (almarhum) Sultan Zainal Abidin “Alting” Syah (Sultan Tidore ke-36), Kerajaan Tidore terdiri dari 2 bagian yaitu:

1. Nyili Gam

a. Nyili Gamtufkange

b. Nyili Gamtumdi

c. Nyili Lofo-Lofo

d. Yade Soa-Sio se Sangadji se Gimelaha

2. Nyili Papua (Nyili Gulu-Gulu)

a. Kolano Ngaruha (Raja Ampat)

b. Mavor Soa Raha

c. Papua Gam Sio

Gorong, Kepulauan Kei, Kepulauan Tanimbar, Maba, Pulau Gebe, Pulau Patani, Sorong, Weda, dan Papua juga pernah menjadi wilayak taklukan Kerajaan Tidore.

Penyebab Kemunduran dan Runtuhnya Kerajaan Tidore

Keruntuhan Kerajaan Ternate bermula sejak adanya adu domba oleh pihak asing, yakni Portugis dan Spanyol.

Alasan mereka tak lain ingin memonopoli wilayah penghasil ‘emas hitam’ itu.

Adu domba yang diketahui oleh Sultan Ternate dan Sultan Tidore menyatukan kekuatan mereka, hingga berhasil memaksa Portugis dan Spanyol angkat kaki dari Maluku.

Walau kemenangan ini tidak berlangsung lama, karena VOC berhasil mengambil alih perdagangan rempah-rempah di Maluku.

Kongsi dagang ini menaklukkan Ternate sebagai organisasi yang kuat dengan keteraturan strategi serta tata kerja yang rapi dan terkontrol.

a. Perselisihan

Kerajaan Tidore tumbuh makmur dan kuat dalam kekuasaan Sultan Almancor.

Puluhan perahu yang dimiliki kerajaan ini digunakan untuk berperang juga sebagai pengawas lautan wilayah dagang mereka dari Kerajaan Ternate.

Perkembangan dan kemajuan ini memicu perebutan pengaruh dan kekuasaan di antara keduanya.

Sehingga persekutuan Uli Lima dan Uli Siwa (telah dijelaskan di atas) pun terbentuk.

Keduanya saling bersaing demi menguasai seluruh jaringan perdagangan rempah-rempah.

b. Intervensi Bangsa Eropa

Perselisihan Kerajaan Tidore dengan tetangganya kian panas, usai kedatangan bangsa-bangsa Eropa.

Portugis merupakan yang pertama memasuki Maluku pada 1512, dan bersekutu dengan Kerajaan Ternate.

Beberapa tahun kemudian pada 1521, Spanyol datang ke Maluku dan menjadikan Kerajaan Tidore sebagai sekutunya.

Adanya konflik antara dua kerajaan pun dimanfaatkan dengan mengadu domba mereka.

Pemerintahan dalam negeri bahkan turut dicampuri.

Persaingan ini kemudian mendorong keduanya untuk menyelesaikan konflik melalui perjanjian Saragosa pada 1529.

Perjanjian ini berbuntut keluarnya Spanyol dari Maluku dan akhirnya menguasai Filipina.

Sedangkan Portugis tetap meneruskan perdagangannya di Maluku.

Bergabungnya Tidore dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

kerajaan tidore merah putih pertama
Sumber: http://jendelakecildunia.com

Presiden Pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno telah memantau perkembangan keberanian penentangan VOC / Belanda oleh para raja atau sultan di Kepulauan Tidore.

Pemerintahan Kesultanan Tidore kemudian diaktifkan kembali, kendati konflik internal telah terjadi sebelumnya.

Zainal Abidin Syah pun dilantik sebagai Pemimpin Kerajaan Tidore ke-37.

Beliau bersedia menyatukan kesultanannya dengan Indonesia, alih-alih menerima tawaran kerja sama dari Belanda.

Zainal Abidin Syah kemudian diangkat sebagai Gubernur Pertama Irian Barat (Papua) oleh Presiden Soekarno sebagai tanda penghormatan.

Peninggalan dan Sumber Sejarah Kerajaan Tidore

1. Benteng Tahula dan Torre

benteng tahula kerajaan tidore
Sumber: http://alloeddahlan.blogspot.com

Benteng Tahula dan Torre adalah peninggalan zaman penjajahan Portugis yang terletak di Kota Soa Sio.

tampak depan benteng tahula kerajaan tidore
Sumber: http://www.triptrus.com

Benteng Torre dibangun dekat makam Sultan Zainul Abidin pada tahun 1512.

bagian dalam benteng tahula kerajaan tidore
Sumber: https://kataomed.com

Letak kedua benteng ini berdekatan dengan Instana Kie (Kadato Kie).

tampak atas benteng tahula kerajaan tidore
Sumber: https://wisatakita.com

Keduanya digunakan Portugis untuk menghadapi Belanda.

benteng torre kerajaan tidore terkini
Sumber: https://pixabay.com

Sebagai bukti kebanggaan adanya Kerajaan Tidore pada zaman dahulu, kedua peninggalan bersejarah ini sangat dijaga kebersihannya.

2. Kadato Kie (Istana Kie)

kerajaan tidore kadaton kie
Sumber: http://spirit-literasi.blogspot.com

Bangunan bersejarah tinggalan Kerajaan Tidore lainnya adalah Kadato Kie.

Kadato sendiri berarti istana, sementara masyarakat sering menyebutnya Istana Kie, Keraton Kie, atau Kadaton Kie.

Pembangunannya berlangsung pada masa pemerintahan Sultan Syahjuan T. tahun 1812 M.

Kini, bangunan itu dimanfaatkan sebagai lokasi wisata sejarah.

Singgasana para sultan serta arsitektur interior istana sebagai gambaran Kerajaan Tidore pada saat itu bisa dilihat sendiri oleh pengunjung.

Miftachul Arifin

Peminat genre fantasi dalam perbukuan, penulisan, dan perfilman yang ingin terus belajar berkarya. Saya pun penggemar musik-musik orkestra, terutama dari biola, cello, dan piano.

Update : [modified_date] - Published : [publish_date]

Tinggalkan komentar