Tari Kipas

Tari Kipas Pakarena adalah salah satu ekspresi kesenian yang menjadi ciri khas adat budaya daerah Gowa, Sulawesi Selatan.

Salah satu keunikan dalam tari tradisional ini adalah konsep epistemologi namanya dan juga properti yang digunakan pada tarian ini cukup unik berupa kipas, seperti hal nya properti lilin pada tari Lilin dari Minangkabau.

Tari kipas dimainkan oleh penari wanita berbusana adat, dengan gerakan yang anggun sambil membawa kipas sebagai atribut utamanya.

Dalam perkembangannya, tarian ini banyak dijumpai di Takalar, Bantaeng, dan Kepulauan Selayar untuk beragam acara adat maupun hiburan.

Ingin tahu lebih banyak mengenai nilai-nilai dalam tarian daerah ini?

Berikut rincian lengkap dan pengertiannya, beserta sejumlah foto terkait:

Video Rangkuman Tari Kipas Pakarena

Unsur-Unsur Pertunjukan Tari Kipas Pakarena

1. Tema

Tarian ini mengangkat tema seputar berpisahnya penghuni khayangan (Boting Langi) dengan penduduk bumi (Lino).

Keberadaan tari ini juga dikait-kaitkan dengan turunnya Tumanurung (bidadari) dari langit untuk menyampaikan ajaran perkara beragam-macam hal kepada umat manusia.

2. Karakteristik

Pakarena adalah gambaran karakteristik dari watak para wanita di Makassar, dengan ciri utama berupa kipas dan selendang, serta gerakan tangan lambat dan langkah tenang, tapi iringan musiknya khas.

Tarian ini pun pernah jadi kesenian khusus istana pada masa kepemimpinan Sultan Hasanuddin, Raja Gowa ke-16 melalui sentuhan terampil dari ibunya, Li’motakontu.

Pelestarian dan pewarisan tarian ritualnya kemudian dilakukan turun-temurun oleh Anrongguru (pemimpin kesenian istana), serta masyarakat Gowa dan sekitarnya.

Pasang surut terbesar yang menimpa pewarisan tarian ini terjadi saat Kahar Muzakkar menjadi dalang dalam gerakan pemurnian Islam.

Pakarena bahkan dianggap sebagai seni yang kontradiktif dengan ajaran dalam Islam pada saat itu.

Namun minat masyarakat untuk melestarikan tarian ini tetap berjalan terus alih-alih surut meski ada peristiwa itu, karena mereka telah menjadikannya bagian dari hidup.

Perubahan fungsilah yang menyebabkan Pakarena masih eksis sampai sekarang.

Fungsi yang lebih profan sebagai hiburan juga hadir dalam tari kipas ini, alih-alih hanya sebagai tarian sakral.

Tentu saja ini mendatangkan polemik baru, hingga Pakarena pun terbagi antara seniman pro wisata dan seniman tradisi yang hanya ingin menjaga aspek sakral dalam tarian ini.

3. Pementasan

para penari membawakan tari kipas pakarena
Sumber: www.indonesiakaya.com

Ada 5 sampai 7 penari wanita yang sering memainkan Pakarena saat dipentaskan.

Penari tersebut mengenakan pakaian adat dengan musik-musik tradisional sebagai pengiringnya.

Gerakan tariannya lemah gemulai dan lembut sambil memainkan properti berupa kipas lipat dengan indah pada tangan mereka.

Teraturnya gerakan tariannya menjadikan Pakarena nyaman saat dilihat.

Para penari juga sepenuhnya berhati-hati saat membawakannya agar dapat menyampaikan maksud dan makna dalam setiap gerakannya.

Ada beberapa bagian untuk pola tarian ini, walau kadang susah membedakannya karena terlalu banyak gerakan serta masing-masingnya punya kemiripan antara satu sama lain.

Kelika-likuan tarian ini berada dalam gerakan salah satu tangan yang mendominasi dengan permainan kipas lipat, sementara tangan satunya bergerak lembut dan lemah gemulai.

Tak lupa pula untuk mengikutkan langkah kaki pada gerakan ini, agar seirama dengan gerakan badan dan tangannya.

4. Aturan

pakem tari kipas pakarena
Sumber: blogabbasahmad. blogspot.com

Ada sejumlah aturan yang menjadi pakem dan harus dipatuhi oleh para penari dalam Tari Kipas.

Penari Pakarena tidak boleh membuka terlalu lebar mata mereka, serta dan tidak mengangkat terlalu tinggi kaki mereka, sehingga mereka harus punya stamina yang luar biasa tinggi.

Hal ini untuk melambangkan aspek kesopanan dan kesantunan yang dijunjung tinggi dan sangat ditonjolkan dalam tarian ini.

Maka perlu kesungguhan rasa dengan setulus hati dalam diri penari agar berhasil menarikannya.

Setiap gerakan yang dilakukan juga harus diperhatikan, agar menghasilkan keindahan dan keserasian serta menarik perhatian karena enak untuk dilihat.

Maka penonton yang menyaksikannya kemudian tidak akan bosan karena terpesona dengan penampilan tariannya.

Unsur-unsur ini pula yang menjadi nilai estetis yang terkandung dalam tari pakarena.

5. Penari

rentang usia Penari tari kipas
Sumber: https://seringjalan.com

Wanita usia dewasa berperan sebagai Tumanurung dan menarikan tarian dengan asal daerah dari Gowa ini.

Empat penari atau lebih di dalamnya tidak dibatasi usianya, antara 15 sampai 80 tahun.

6. Kostum Penari

tata busana penari tari kipas
Sumber: www.indonesiakaya.com

Busana adat khas Suku Gowa menjadi kostum yang umum digunakan untuk Tarian Kipas, yakni Baju Bodo lengkap dengan aksesorisnya.

Bajunya longgar, dengan kain yang diselempangkan serta sarung khas Sulsel.

Pakaian ini menjadikan suatu ciri khas menarik yang membedakan tata busana Tarian Kipas dengan tarian-tarian adat dari daerah lain seperti Tari Mandau dan Tari Musyoh.

Ada konde berhiaskan tusuk warna emas di kepala penari.

Desainnya bebungaan dan berfungsi untuk mempercantik hiasan rambut.

Sedangkan aksesoris yang melengkapinya sendiri terdiri atas gelang, kalung, dan anting-anting.

Kipas lipat berwarna senada juga dibawa sebagai properti utama dalam tarian ini.

7. Tata Rias

riasan wajah penari tari kipas
Sumber: https://www.picuki.com

Penari akan dirias sebelum memasuki panggung agar tampil lebih cantik.

Riasannya cukup tebal, dan disesuaikan tema pakaian serta kipas yang digunakan agar tampak lebih segar walau dipandang dari jauh.

Sehingga mengandung unsur keserasian pula dalam diri setiap wanita yang tampil di atas panggung.

8. Properti Tarian

Atribut yang wajib dibawa oleh penari antara lain:

a. Kipas

atribut utama tari kipas
Sumber: https://m.bukalapak.com

Kipas berjenis lipat berukuran besar ini digunakan oleh masing-masing para pemain.

Jumlah kipas yang dibawa masing-masing tangan kanan dan kiri ada 2 buah.

Warna-warna umumnya adalah cerah, seperti merah, kuning, ungu, atau putih.

Karena ini adalah Tari Kipas, maka para penari harus memiliki keterampilan yang baik dalam memainkan kipas.

Sehingga tarian indah pun bisa ditampilkan saat pertunjukan.

Apalagi tarian ini dimainkan selama 2 jam.

b. Baju pahang

baju adat penari tari kipas
Sumber: blogahmadabbas. blogspot.com

Tenunan tangan asli dari Provinsi Sulawesi Selatan ini sendiri bernama Baju Pahang.

Baju ini menjadi busana dan properti dalam penarian Kipas Pakarena.

Saat seorang penari mengenakannya, akan seketika didapatkan sebuah kesan yang unik.

c. Gelang khas Sulawesi

pemakaian tari kipas Gelang khas Sulawesi
Sumber: https://sekolahnesia.com

Beragam tarian telah banyak memanfaatkan gelang sebagai aksesorisnya.

Gelang dalam tari ini lazimnya berwarna emas dan punya ukiran di semua bagiannya.

d. Lipa’ Sa’be

tari kipas Lipa’ Sa’be khas Sulsel
Sumber: serbahbada.blogspot.com

Lipa’ sa’be adalah sarung sutra dengan corak yang khas Sulawesi Selatan.

e. Kalung

fungsi kalung dalam tari kipas
Sumber: https://sekolahnesia.com

Kalung kuning emas ini berhiaskan mutiara warna-warni di bagian dalamnya.

Properti berupa perhiasan ini berguna untuk menambahkan nilai kecantikan kepada para penari.

f. Sampur (Selendang)

tari kipas model Sampur (Selendang)
Sumber: https://gramho.com

Dalam bahasa setempat, Sampur dapat diartikan sebagai selendang yang dikenakan oleh seorang penari adat.

9. Tempat dan Waktu

a. Latar

Latar tempat dan waktu tari kipas
Sumber: https://www.picuki.com

Tari Kipas Pakarena dipertunjukkan dengan bertempat di panggung.

Waktu yang lumrah untuk melakukannya adalah semalam suntuk, atau bisa disesuaikan lebih lanjut bila dalam acara-acara pertunjukan tertentu.

b. Tata Cahaya

penampakan dari tata cahaya pada tari kipas
Sumber: https://gramho.com

Tata cahaya main light (cahaya utama) adalah penataan cahaya yang digunakan dalam pertunjukan ini.

Maka cahaya yang dihasilkan pun akan menerangi seluruh bagian panggung.

Tujuannya agar para penikmat bisa menyaksikan semua penari sekaligus keadaan panggung.

c. Tata Panggung/Pentas

tari kipas Tata Pentas
Sumber: https://www.picuki.com

Hanya ada lima penari yang memainkan Tari Kipas.

Walau tidak/belum ada aturan yang baku dan jelas mengenai jumlah penari yang boleh berada di atas panggung serta batas minimalnya.

Namun untuk menjaga nilai estetika dapat tersampaikan kepada penonton, biasanya penari hanya berjumlah lima orang.

Kendati kadang dijumpai pula sebanyak 10 penari ada di atas panggung, belum termasuk pemain alat musik pengiring yang bertempat di sebelah kanan dan kiri panggung.

Makanya, cuma ada lima di beberapa pertunjukan, walau masih ada saja yang bisa melebihkannya di pertunjukan lain.

10. Musik Pengiring dan Pemainnya

tari kipas dilakukan bersama Musik Pengiring
Sumber: www.indonesiakaya.com

Sejumlah alat musik tradisional yang tergabung dalam nama Grondong Rinci menghasilkan alunan musik sebagai pengiring tarian ini.

Rincian komponen Gondrong Rinci terdiri dari genderang, gong, katto-katto, dan puik-puik (seruling).

Pemainnya berjumlah sekitar 4 sampai 7 orang, yang sebagian meniup seruling, dan sisanya menabuh gendang.

Ada keharmonisan yang tercipta dari permainan nada yang saling berbeda-beda, sehingga jenis suara yang indah, pas, unik, padu, pula merdu pun bisa dihasilkan.

Ada juga gemuruh dari hentakan demi hentakan sebagai pengatur.

Anggapannya, ini adalah cerminan watak kaum lelaki Sulawesi Selatan yang keras.

Pukulan dalam memainkan Gandrang ada dua, yaitu pukulan yang memakai stik dari tanduk kerbau, dan pukulan menggunakan tangan dengan tumbu.

Saat tabuhan gendang ditimpali para pasrak (bambu belah), tiupan dari seruling, serta gong, suasana pun jadi makin menghibur dan riuh.

Umumnya pemain atau penabuh Gandrang turut menggoyangkan kepala atau tubuh, selain pukulan yang berjenis untuk tanda pengatur irama musik.

Ada pula iring-iringan syair maupun lagu sesuai acara, saat dalam momen penyambutan pahlawan perang ataupun pesta bulan purnama.

Diketahui, lagu tersebut adalah dongang-dongang.

Selain itu, Tari Kipas tidak memberlakukan kelembutan tempo yang pelan dalam pementasannya, alih-alih sebagaimana tari-tari lain.

Walaupun permainan tariannya tetap lemah lembut, tapi ritme yang dimainkan oleh para pemusik justru sebaliknya, yakni bertempo cepat.

Perpaduan unsur kelembutan dari keteraturan gerakan penari yang berkembang dan kecepatan tempo dari pemusik menghasilkan tarian yang tampak unik sekaligus sangat serasi.

11. Bagian-Bagian dalam Tarian

Tari Kipas yang harus dilakukan secara berkelompok, dipentaskan dalam pembagian beberapa gerakan antara lain:

  • Samboritta (berteman)

Istilah lainnya adalah Paulu Jaga, yakni aktivitas begadang sepanjang semalam suntuk.

Gerakannya adalah bagian pertama dalam pertunjukan, berupa tarian awal pemberi hormat kepada pengunjung.

  • Jangang Leak-Leak (ayam berkokok)

Bagian ketiga ini berangkat dari pementasan Tari Pakarena yang dulu dilakukan semalam suntuk, sehingga bagian penutupnya pun berlangsung saat ayam berkokok atau subuh.

  • Ma’biring Kassi (mendarat ke pantai)

Penyajiannya adalah pada babak kedua, dengan makna terkabulnya permohonan.

  • Bisei Ri Lau’ (mendayung ke arah timur)

Penyajiannya adalah pada babak kedua, yang dimaknai dengan arah pergerakan menuju matahari terbit, atau sebagai penanda awal mulainya kehidupan di bumi.

  • Angingkamalino (angin tanpa hembusan)

Tarian babak kedua yang menggambarkan rasa kecewa, karena bermakna ketiadaan hembusan angin sehingga tidak membawa kesejukan.

  • Anni-anni (pemintalan benang)

Penyajiannya ada pada babak kedua saat upacara perkawinan, yang dimaknai perihal ketekunan dalam mengerjakan suatu pekerjaan, maka akan membuahkan hasil yang memuaskan.

  • Dalle tabbua (kesabaran sepanjang meniti nasib)

Maksud dalam menarikan bagian pada babak kedua ini adalah semua hal kadang mesti berulang-ulangkali dilakukan tanpa kenal putus asa, sampai akhirnya hasil terbaik pun tercapai.

  • Nigandang (berulang-ulang)

Ditarikan pada babak kedua, dengan makna yang sebenarnya sama saja dengan yang sebelumnya.

Hanya memang penyebutan untuk istilahnya ada perbedaan.

  • So’nayya (memimpikan sesuatu)

Dilakukan oleh penari pada babak kedua, maknanya adalah ketidakbolehan seorang manusia berharap terlalu tinggi, tanpa adanya usaha dan upaya sampai mampu menggapai cita-citanya.

  • Iyolle’ (mencari kebenaran)

Maknanya mengenai pencarian kebenaran yang harus terus dilakukan supaya hidup bisa tenang dan tenteram.

  • Lambassari (kekecewaan)

Berarti kadangkala segala usaha yang telah dilakukan dalam hidup, bisa saja berakhir dengan kekecewaan.

  • Leko’ Bo’dong (bentuk bulat yang sempurna)

Mengumpamakan adanya bulan purnama yang dianggap punya kesempurnaan dalam bentuk bulatnya serta cahaya yang terang.

  • Sanro Beja’ (seorang dukun beranak)

Dipentaskan pada babak kedua tarian saat upacara kelahiran, untuk menjadi gambar terhadap makna perihal cara-cara dalam merawat diri bagi seorang perempuan yang telah melahirkan.

12. Pola Lantai

Harus ada kerja sama dalam setiap posisi gerakan yang dilakukan oleh para penari.

Keteraturan pola lantainya berupa maju dan mundur, sementara gerakan ke kiri dan kanannya lebih mendominasi.

Ada juga pola lantai dengan formasi melingkar untuk mencerminkan kehidupan manusia pada gerakannya.

13. Ragam Gerakan

keragaman gerakan dalam tari kipas
Sumber: https://seringjalan.com

Watak para perempuan di Makassar yang lembut, patuh, setia, sopan, serta hormat kepada lelaki, (khususnya) kepada suami tecermin melalui setiap gerakan oleh para penari.

Mayoritas ragam gerak tangannya berayun ke kanan dan kiri, lalu ke depan secara teratur sesuai lambatnya tempo.

Tangan ini hanya akan terangkat setinggi bahu, tapi karena bergerak sangat lembut, membedakan babak demi babak begitu sulit bagi penonton.

Gerakan duduk yang dilakukan oleh para penari akan menandai awal dan akhir pementasannya.

Sejarah Tari Kipas Sulawesi Selatan

1. Asal Usul Nama dan Pencipta (Versi Kerajaan)

Bila meninjau dari sejarah yang tercatat, tarian tradisional ini merupakan peninggalan Kerajaan Gowa di wilayah Sulawesi Selatan.

Segala bentuk budaya yang dilahirkan dari berabad-abad kejayaan kerajaan ini pun memengaruhi corak kebudayaan masyarakat setempat, hingga terciptalah Tari Kipas Pakarena.

Sampai dengan melewati keruntuhan Kerajaan Gowa, tariannya masih dilestarikan oleh masyarakat hingga hari ini.

Berbicara mengenai pencipta Tari Pakarena, ia adalah putri pasangan Andi Bau Tunru Karaeng Kaluarrang dengan Hj. Andi Humaya Tunru Petta Pudji, namanya Andi Ummu Tunru.

Karena sejak umur tujuh tahun sudah mulai menari, ia mempelajari tarian tradisi Bugis-Makassar dari para guru tari di lingkungan kerajaan saat berusia sembilan tahun.

Penamaan lain terhadap tarian ini adalah Tari Sere Jaga, yakni sarana ritual sebelum dan seusai menanam padi oleh para warga era lampau.

Properti yang digunakan untuk mengumpamakan Dewi Padi saat itu masihlah seikat padi.

Pementasannya dalam beragam upacara adat seperti Ammatamata Jene atau Ammata-Mata Benteng juga masih semalam suntuk.

Seiring perkembangan zaman ini, penyajian dan atribut yang digunakan pun mengalami sejumlah perubahan, contohnya penggantian seikat padi menjadi kipas.

Adanya nama Pakarena dalam tarian ini diambil dari kata “karena” yang berarti “main” dalam bahasa setempat.

Sehingga kini, tarian ini bisa pula diartikan sebagai suatu tradisi permainan kipas yang diwariskan dan dipertahankan turun-temurun sampai hari ini.

2. Mitos Tari Kipas (Versi Langit dan Bumi)

Tari Pakarena tentu adalah warisan budaya yang tidak bisa terlepas dari cerita rakyat atau mitos di antara masyarakat.

Kendati untuk mengetahuinya secara persis juga masih belum bisa, karena ketiadaan bukti yang tertulis.

Namun ada kepercayaan dari masyarakat terhadap suatu mitos yang diturunkan secara lisan, tentang muasal Tari Kipas yang terkait makhluk dari khayangan.

Kisah tarian ini berasal dari peristiwa berpisahnya penghuni khayangan(Boting Langi) dengan penduduk bumi (Lino) pada masa dulu kala.

Penghuni Boting Langi pun mengajari cara-cara baik untuk hidup di bumi pada penduduk Lino sebelum mereka berpisah.

Mulai dengan beternak, bercocok tanam, hingga berburu melalui gerakan tangan, badan, dan kaki.

Lino kemudian menjadikan gerakan-gerakan yang telah diajarkan itu sebagai ritual rasa syukur dan terima kasih pada Boting Langi, yang berikutnya melahirkan tarian bernama Kipas Pakarena.

Ada pula kisah lain perihal terciptanya Pakarena dari sebuah legenda Tumanurung ri Tamalate, Sang Raja atau Somba Pertama di Kerajaan Gowa.

Bila berangkat dari cerita ini, maka kemunculan kali pertama Pakarena itu bersama Putri Tumanurung ri Tamalate, yang berikutnya menjadi tarian pengiring dan pelengkap bagi kebesarannya.

Makna Tarian Pakarena

Secara umum setiap gerakan yang dilakukan oleh penari mengandung makna khusus dan nilai-nilai yang sangat penting, mengenai bagaimana sikap hidup dalam pandangan masyarakat Gowa.

Salah satu ciri dari makna tarian ini adalah sebagai bentuk ungkapan rasa syukur atas kebahagiaan yang telah diberikan, melalui gerakan-gerakan yang dilakukan oleh para penari.

Ekspresi kesetiaan, kesantunan, kepatuhan, kesucian, sikap menghormati, kelembutan, serta kasih sayang wanita Gowa dibawakan melalui keteraturan setiap gerakan lemah lembut para penari perempuan.

Makna dan filosofi lain yang diwujudkan melalui gerakan memutar searah jarum jam adalah perlambang siklus kehidupan manusia.

Serta gerakan naik dan turun, yang melambangkan roda kehidupan dinamis manusia, kadang bisa ada di atas, kadang pula di bawah.

Sementara pria-pria penabuh alat musik tradisioal yang mengiringi gerakan tarian dengan tempo cepat, adalah cerminan ketangkasan dan ketangguhan kaum pria di Gowa.

Fungsi

Pementasan Tari Kipas biasanya adalah sebagai tari hiburan maupun bagian dari acara adat.

Tentu saja ada maksud tertentu yang dimiliki oleh Pakarena sebagaimana umumnya tarian dari daerah lain.

Berikut beberapa kegunaan dan tujuan dari pementasan tarian ini:

1. Tarian Ritual

Karena berhubungan dengan keberadaan kisah antara bumi dan khayangan, Tari Pakarena digelar sebagai ritual ungkapan terima kasih untuk keduanya.

2. Pengiring Raja

Pakarena juga menjadi tarian untuk mengiringi Raja Gowa bahkan sampai hari ini.

3. Sarana Dakwah

Ada ajaran mengenai kehidupan melalui setiap gerakan tarian ini, yakni kesabaran serta pantang mudah putus asa yang harus dimiliki manusia.

4. Wujud Syukur

Dari catatan sejarah pula, tarian ini mulanya dilakukan untuk mengungkapkan rasa syukur, karena baiknya perjalanan pertanian hingga bisa menghasilkan panen yang berlimpah.

5. Sarana Hiburan

Warga juga wisatawan yang mengunjungi Gowa bisa menyaksikan tarian Pakarena sebagai pentas sarana hiburan.

Keunikan

  1. Tari Kipas Pakarena terbagi dalam 12 bagian, dan setiap pola gerakkannya mempunyai makna masing-masing.
  2. Banyak ragam acara seperti festival, datangnya event panen, saat upacara adat, untuk menghibur bangsawan di kerajaan, dan lain sebagainya memainkan tarian ini.
  3. Rentang usia penari Tari Kipas ada dari remaja (minimal 15 tahun) sampai para lansia (maksimal 80 tahun).
  4. Tarian Pakarena punya aturan unik yang tidak memperkenankan mata penarinya terbuka terlalu lebar dan terlalu tinggi saat mengangkat kaki.
  5. Rapatnya gerakan kaki yang tertahan berdiri di satu tempat tidak melangkah, dengan tangan yang terus aktif menggerakkan kipasnya.
  6. Pengiring yang memainkan musik untuk Tari Kipas Pakarena juga harus turut menggerakan badannya sepanjang berlangsungnya pementasan.
  7. Pergerakan seorang penari akan tetap terus lemah lembut, kendati tempo musiknya begitu lambat atau cepat.

Perkembangan Tari Kipas Pakerana

Tarian yang telah ada sejak era dahulu ini tetap berupaya dipertahankan sampai masa kini, karena terus dilestarikan dan dikembangkan oleh masyarakat Gowa, yang menjadikannya bagian hidup sehari-hari.

Ada banyak pertunjukan tari, seperti acara adat atau acara-acara hiburan lain yang bisa didatangi untuk melihat tarian ini.

Termasuk pementasannya dalam festival budaya untuk mempromosikan wisata daerah Gowa.

Tari Kipas Pakarena masa kini pun sudah mengalami perkembangan pesat, baik dari segi variasi dan kreasi kostum maupun gerakannya.

Meski mengalami perkembangan, namun ciri khas serta pakem atau aturan utamanya tidak diabaikan.

Sebab, inilah yang menjadi karakteristik tari kipas yang membedakan tarian ini dari daerah lain.

Tari Kipas pun menjadi tak kalah dengan tarian modern, meski merupakan tarian tradisional.

Dibutuhkan waktu yang tak singkat dalam satu kali pementasan tarian ini, yakni berlangsung selama 2 jam.

Maka para penari pun menerima tuntutan agar punya stamina kuat, demi keberhasilan membawakan tariannya dengan sempurna, sekaligus harus memperhatikan aturan pakemnya baik-baik.

Itu semua merupakan poin-poin mengenai Tari Kipas Pakarena.

Tarian ini memosisikan kebudayaan di Sulawesi Selatan punya kelengkapan yang menarik.

Semoga informasi seputar Tari Kipas di atas akan menambah pengetahuan pula wawasan perihal kesenian tari tradisional yang ada di Indonesia.

Kamu juga bisa pelajari tarian tradisional Sulawesi Selatan lainnya, seperti Tari Bosara.

Miftachul Arifin

Peminat genre fantasi dalam perbukuan, penulisan, dan perfilman yang ingin terus belajar berkarya. Saya pun penggemar musik-musik orkestra, terutama dari biola, cello, dan piano.

Update : [modified_date] - Published : [publish_date]

Tinggalkan komentar