Senjata Tradisional Yogyakarta

Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki banyak jenis senjata tradisional. Bentuk dan dan cara penggunaannya pun berbeda-beda. Material yang digunakan untuk membuat senjata-senjata tradisional ini juga beragam, mulai dari besi, logam, kayu, hingga bambu. Senjata tradisional Yogyakarta telah berkembang sejak masa berdirinya kerajaan nusantara dan memiliki peran penting dalam sejarah perjuangan Indonesia melawan penjajahan. Beberapa contoh dari senjata tradisional tersebut adalah keris, patrem, bandhil, dan wedhung.

Berikut ini adalah ulasan dari masing-masing senjata beserta sejarah dibaliknya.

Nama-Nama Senjata Tradisional Yogyakarta

1. Keris

senjata tradisional yogyakarta dan penjelasannya
Keris sangat melekat dalam kehidupan masyarakat Yogyakarta dan dianggap sebagai benda keramat. Sumber: travelblog.id

a. Asal Usul

Tidak asing lagi ya Selasares mendengar senjata ini. Memang identik dengan tanah Jawa, keris Yogyakarta banyak berevolusi di masyarakat. Para ahli keris dahulu menjamur dan menjadikannya sebagai senjata yang sakti.

Awalnya ia berkembang dari senjata tikam biasa yang biasa disebut dhuwung, curiga, atau wangkingan. Dhuwung diambil dari kata duhung yang berarti tikam dalam Bahasa Jawa. Curiga berarti tajam, sedangkan wangkingan berarti dari belakang (karena keris ditempatkan di belakang badan).

Keris diperkirakan sudah muncul pada tahun 1200-an di era Kerajaan Majapahit. Persebarannya bermula dari Jawa Timur hingga ke kerajaan-kerajaan kecil di Jawa Tengah-Yogyakarta dan akhirnya menyebar ke seluruh Pulau Jawa. Ia dibuat oleh seorang pandai besi yang juga disebut empu. Sang empu biasanya adalah abdi dalem atau pelayan keraton.

Setelah jatuhnya Majapahit dan berkembangnya Islam di Mataram Surakarta-Yogyakarta, keris tidak lagi dimonopoli oleh kesultanan, melainkan sudah menjadi pekerjaan masyarakat umum. Siapa saja boleh membuat keris asalkan ia mampu dan mengerti properti keramatnya.

Zaman Sultan Agung membuat keris semakin dihargai dan dikeramatkan. Kenapa begitu? Karena sang sultan mewariskan keris miliknya ke keturunannya. Pewarisan ini dianggap sebagai benda peninggalan yang sakti serta dapat membawa malapetaka jika tidak bertanggung jawab merawatnya dan sebaliknya (membawa keberuntungan jika benar menjaganya). Akhirnya, tradisi mewariskan keris menjadi hal yang sakral bagi segenap masyarakat.

b. Bentuk dan Ukiran

senjata tradisional yogyakarta sarung keris
Sarung keris juga disebut wrangka. Sumber: tokopedia.com

Keris yang lengkap memiliki bagian-bagian yang meliputi ukiran dan jejeran atau hulu keris, wilahan atau bilah keris, dan pendhok atau sarung keris. Masing-masing daerah di Yogyakarta memiliki coraknya sendiri, baik ukiran, bilah, atau sarungnya. Baik buruknya juga ditentukan dari bahan baku keris, yakni kayu dan logam.

Kayu yang digunakan untuk membuat keris biasanya adalah kayu kemuning, sawo, atau cendana. Logam untuk membuat pisau keris adalah besi. Di bilah keris mewah, biasa dihiasi dengan mendhak yang terbuat dari emas, permata, dan perak. Untuk ukirannya, gaya Yogyakarta pahatannya lebih sederhana dan agak tegak atau kaduk nglanggar.

Pahatannya biasa berbentuk manusia stilir seperti raksasa, nenek moyang, dan pahlawan dalam wayang. Ada juga lo yang menggunakan bentuk flora dan fauna seperti bunga melati, kuda, burung, dan lain-lain. Warna ukiran pada umumnya hitam, putih, kuning kecoklatan.

2. Waos

senjata tradisional yogyakarta waos
Tombak menjadi senjata efektif untuk pasukan berkuda. Sumber: budaya-indonesia.org

Sesudah keris, tombak atau waos adalah senjata yang dikenal dengan baik oleh sebagian besar masyarakat Jawa. Konon, sejak awal kehidupan ini tombak sudah dikenal sebagai alat untuk berperang maupun berburu.

Bentuknya yang panjang menjadikan nilai plus dari tombak. Terutama jika kita sedang bertarung menggunakan kuda. Ia sangat efektif karena saat berkuda, tombak memberikan jarak tambahan untuk menyerang musuh. Selain jarak, tombak juga ringan untuk digunakan.

Seperti hal keris, waos juga dibuat oleh seorang empu dengan teknik tempa dan bakar. Ia terdiri dari tiga bagian, yaitu mata atau bilah tombak, tangkai atau tongkat tombak, dan sarung tombak. Bahan baku mata waos berupa campuran beberapa logam yang hanya diketahui oleh empunya. Sedangkan ladheyan atau tongkatnya terbuat dari kayu cendana, sonokeling, atau jatiwangi. Nah, kalau sarungnya itu dari bambu atau kayu pohon palem, Selasares.

Fakta unik Selasares, apakah kalian tahu kalau waos adalah senjata favorit Pangeran Diponegoro? Ya, jadi sang pangeran bertarung menggunakan waos dan keris sambil menunggangi kudanya. Panjangnya tongkat tombak menjadi efektif untuk menyerang musuh yang menunggangi kuda juga ataupun di bawah tanpa harus turun dari kuda.

Jenis-Jenis Tombak atau Waos

gambar senjata tradisional yogyakarta
Ini adalah tumbak yang digunakan Pangeran Diponegoro ketika Perang Jawa. Sekarang tersimpan dalam Museum Diponegoro, Kota Yogyakarta. Sumber: flickr.com

Terdapat beragam jenis tombak yang digunakan oleh masyarakat Yogyakarta. Semua dibedakan dari bentuk tombaknya, antara lain adalah:

  • Tumbak, senjata panjang yang ujungnya terbuat dari besi dan baja tajam, panjangnya kurang lebih dua meter.
  • Tumbak Larakan, tombak yang lebih panjang sekitar 2.5-3 meter.
  • Talempak, tombak pendek dengan ukuran sekitar 1.5 meter.
  • Trisula, tombak panjang sekitar dua meter dengan ujungnya bermata tiga.
  • Canggah, tombak yang panjangnya kurang lebih 3 meter dengan ujung matanya membentuk dua mata lengkung.
  • Lawung, tombak tumpul dan kecil yang digunakan untuk latihan berperang.

3. Patrem

senjata tradisional keris patrem
Senjata patrem sekilas mirip dengan keris, hanya saja ukurannya lebih kecil. Sumber: galerikerispusaka.com

Patrem adalah versi mininya dari keris. Ukurannya lebih kecil dan biasanya digunakan oleh para prajurit wanita yang disimpan di pinggang mereka. Untuk bahan bakunya, sama seperti keris. Bahkan bentuk dan bagiannya juga sama, ada bilah, gagang, dan sarungnya. Sayangnya, senjata tradisional Yogyakarta satu ini sudah jarang ditemukan di bumi Jogja. Padahal zaman dahulu, ia turut berjasa dalam melawan penjajahan.

4. Bandhil

senjata tradisional yogyakarta bedil
Senapan bedil dengan ukiran gaya Jawa Yogyakarta. Sumber: id.pinterest.com

Senang main tembak-tembakkan? Mungkin akan lebih seru kalau Selasares bisa cobain langsung rasanya menembak dengan bandhil. Populer dengan nama bedil, bandhil adalah salah satu senjata yang berperan penting dalam Perang Jawa 1825-1830. Senapan kuno ini digunakan oleh prajurit pribumi melawan Belanda dikeker dari tempat tinggi.

Namun, senjata ini sudah punah dan hanya dipajang di museum-museum seperti di Museum Diponegoro, Kota Yogyakarta. Bedil ada yang terbuat dari rantai dan kuningan, tali tampar, atau anyaman tampar. Sedangkan pelurunya terbuat dari besi atau batu. Jika kepepet dan kehabisan peluru, rakyat akan menggunakan benda keras apapun di sekitar mereka untuk dijadikan amunisi.

5. Wedhung

senjata tradisional yogyakarta wedung
Wedhung adalah versi besarnya pisau dapur tetapi digunakan dalam berperang bukan di dapur. Sumber: commons,wikimedia.com

Kalau kalian bisa membayangkan pisau dapur tapi ukurannya besar itulah yang dinamakan wedhung,vMeski abdi dalem keraton membuat keris, senjata mereka bukanlah keris, melainkan wedhung. Para pejabat tinggi keraton dahulu juga menggunakan wedhung sebagai senjata. Wedhung mereka dinamakan pasikon sebagai tanda status sosial mereka.

Secara universal, wedhung terdiri dari sebuah bilah, sarung, dan sangkelitan atau penjepit yang melekat pada sarung. Pisaunya terbuat dari besi dan baja sedangkan sarungnya terbuat dari kayu trembalo atau cendana. Yang bikin beda wedhung, ada di sangkelitan-nya. Ia terbuat dari kulit penyu yang diikat dengan pengikat dari kuningan, perak, atau rotan.

6. Candrasa

senjata tradisional yogyakarta condroso
Ilustrasi ragam bentuk candrasa. Sumber: repositori.kemdikbud,go,id

Senjata tradisional Yogyakarta satu ini adalah senjata mata-mata. Bentuknya seperti tusukan sanggul atau konde. Candrasa senantiasa digunakan oleh para prajurit wanita yang menjadi mata-mata di sanggul mereka.

Jangan remehkan senjata satu ini Selasares. Meski kecil, ia sangat runcing dan tajam karena terbuat dari besi. Biasanya mereka memancing prajurit laki-laki dengan rayuan. Setelah lengah, candrasa diambil dari konde mereka dan menusuk ke leher musuh.

Candrasa kini dipajang sebagai koleksi di Museum Diponegoro, Kota Yogyakarta. Tapi entah, mungkin di luar sana masih ada mata-mata yang menyimpan candrasa di dalam kondenya.

7. Plintheng

senjata tradisional yogyakarta ketapel atau katape
Selain menjadi senjata, plintheng juga menjadi mainan tradisional anak-anak. Sumber: bukalapak.com

Plintheng sekarang dijadikan mainan anak-anak lo Selasares. Tahu tidak mainan apa itu? Ya, sesuai dengan gambarnya, plintheng adalah senjata katapel.

Dahulu plintheng digunakan untuk melontarkan peluru dari batu sebesar kelereng. Ia dilemparkan dari semak-semak atau tempat bersembunyi. Bentuk gagang atau tongkatnya adalah seperti huruf Y dan diikat dengan tali karet dan kulit. Selain untuk mainan, katapel sekarang masih digunakan sebagai alat berburu buah-buahan di pohon dan berburu burung.

8. Tulup

senjata tradisional yogyakarta sumpit
Ilustrasi tulup dan cara menggunakannya. Sumber: repositori.kemdikbud.go.id

Tulup atau sumpit adalah senjata yang difungsikan dengan cara ditiup kencang. Senjata yang berkembang dari mainan anak-anak ini menggunakan peluru dari butiran-butiran tanah atau benda keras lainnya yang muat dengan lubang sumpit. Bahan bakunya juga mudah, cukup sediakan bambu kecil. Kegunaannya dalam perang tidak terlalu diceritakan namun dalam Babad Tanah Jawa, Joko Tarub selalu membawa tulup untuk berburu burung di hutan.

9. Tameng

gambar perisai senjata tradisional yogyakarta
Perisai yang digunakan untuk menahan serangan musuh sekarang dipajang di Museum Diponegoro. Sumber: anishidayah.com

Tameng atau perisai dari Yogyakarta umumnya berbentuk bulat atau bulat telur. Ia digunakan sebagai alat perlindungan diri baik saat perang hingga meronda keliling kampung. Tameng dibuat dari yang dilebur dan ditempa. Di bagian tengah belakang, diberi pegangan untuk tangan. Sedangkan di depannya diberi hiasan berupa lukisan pola geometris.

Oke cah, mungkin cukup sekian dulu cerita tentang senjata tradisional dari sentra gudeg Indonesia. Semoga dapat memberikan pengetahuan baru bagi Selasares. Nah, jika ingin tahu soal senjata-senjata tradisional dari wilayah lain, bisa langsung mampir ke artikel lainnya di Selasar.

Geolana Wijaya Kusumah

Selamat datang di bumi Geo! Halo, aku Geo bisa juga dipanggil Geol. Ya benar sekali, sesuai dengan namaku, aku suka dengan hal-hal berbau Geografi dan hobiku bergeol alias Dance.

Update : [modified_date] - Published : [publish_date]

Tinggalkan komentar