Perjanjian Renville

Perjanjian Renville merupakan perjanjian yang terjadi antara Indonesia dengan Belanda setelah kegagalan perjanjian linggarjati yang dilanggar oleh Belanda. Perjanjian tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengakhiri perseteruan yang terjadi antara kedua belah pihak dan menhentikan serangan militer yang dilakukan oleh Belanda terhadap Indonesia.

Meskipun berupa perjanjian damai, namun isi perjanjian Renville merugikan salah satu pihak dan menguntungkan pihak lainnya.

Nah, jika Selasares penasaran, simak ulasan tentang perjanjian Renville pada artikel di bawah ini!

Latar Belakang Perjanjian Renville

latar belakang terjadinya perjanjian renville
wikipedia.org

Terjadinya perjanjian Renville dilatarbelakangi oleh dilanggarnya perjanjian Linggarjati yang telah dibentuk pada tanggal 11 – 15 November oleh pihak Belanda. Perjanjian Linggarjati sendiri di antaranya adalah berisi tentang pengakuan beberapa wilayah Republik Indonesia seperti Jawa, Madura dan Sumatera oleh Belanda secara de facto. Namun kenyataannya, adanya perjanjian tersebut tidak dapat meredakan permasalahan antara Indonesia dan Belanda secara tuntas. Belanda melanggar perjanjian dengan terus melakukan operasi militer di Indonesia termasuk wilayah yang telah disepakati sebagai milik Republik Indonesia yaitu Jawa dan Madura.

Hal yang dilakukan belanda tersebut mendapatkan pertentangan dari banyak negara, diantaranya adalah Inggris, Australia dan Amerika Serikat. Bahkan Australia dan India mengusulkan agar permasalahan yang terjadi antara Belanda dan Indonesia tersebut dirapatkan bersama dengan Dewan Keamanan PBB. Usulan tersebut ditanggapi oleh Dewan Keamanan PBB dengan meminta agar dilakukan gencatan senjata antara pihak Belanda dan pihak Indonesia pada tanggal 1 Agustus 1947. Pada tanggal 4 Agustus 1947 akhirnya Belanda mengakhiri serangan militernya terhadap wilayah Indonesia dan kemudian melakukan gencatan senjata antara keduanya.

Tujuan

tujuan diadakannya perjanjian renville
djawanews.com

Sengketa yang terjadi antara Indonesia dan Belanda diperparah dengan pelanggaran perjanjian oleh pihak Belanda sehingga Indonesia menginginkan agar pihak Belanda tetap mematuhi peraturan yang telah ditetapkan dalam perjanjian Linggarjati. Permasalah tersebut rupanya tidak bisa diselesaikan secara mandiri oleh kedua belah pihak sehingga pada 18 September 1947, Dewan Keamanan PBB membentuk Good Offices Committee (GOC) atau Komisi Tiga Negara (KTN) yang terdiri dari tiga negara yaitu Amerika Serikat, Australia, dan Belgia yang akan membantu menyelesaikan sengketa yang terjadi.

Fungsi utama dari KTN adalah membantu proses penyelesaian masalah antara Indonesia dan Belanda, yang kemudian diadakanlah pertemuan antara KTN dengan pihak Indonesia dan Belanda. Dalam pertemuan tersebut, KTN mengusulkan kepada Indonesia dan Belanda selaku pihak yang berseteru agar melakukan perundingan. Usulan tersebut disetujui oleh kedua pihak yang kemudian mengadakan perundingan pada tanggal 8 Desember 1947 di atas kapal Perang milik Amerika Serikat bernama Renville yang sedang bersandar di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

Tempat dilangsungkannya perundingan tersebut kemudian dijadikan sebagai nama perjanjian yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dengan didampingi oleh KTN.

Delegasi

tokoh yang terlibat dalam perjanjian renville
history.id

Perjanjian yang dilakukan di atas kapal perang Renville milik Amerika Serikat melibatkan perwakilan dari dua pihak yang berseteru yaitu pihak Indonesia dan pihak Belanda. Selain itu hadir pula tiga delegasi dari KTN sebagai mediator utusan Dewan Keamanan PBB yang diwakili oleh Frank Graham sebagai ketua serta dua anggota lainnya yaitu Richard Kirby dan Paul Van Zeeland.

1. Pihak Indonesia

Delegasi Republik Indonesia dalam perundingan perjanjian Renville diwakili oleh 6 orang yang diketuai oleh Amir Syarifuddin, sementara anggota delegasi lainnya adalah Nasrun, Dr. Coa Tik Len, Ali Sastroamidjojo, Haji Agus Salim, dan Dr. J Leimena.

2. Pihak Amerika

Sementara itu perwakilan pihak Belanda yang didelegasikan dalam perundingan adalah Dr. Pj. Koets, Dr. Chr. Soumoki, dan Mr. H. A. L. Van Vredenburgh yang diketuai oleh R Abdul kadir Wijoyoatmojo yang merupakan orang Indonesia namun berpihak kepada Belanda.

Isi Perjanjian Renville

isi kesepakatan perjanjian renville
reqnews.com

Perjanjian Renville secara resmi ditandatangani oleh pihak Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia Serikat pada tanggal 17 Agustus 1947 dan keduanya menyepakati dilakukannya gencatan senjata. Perundingan yang dilakukan dengan bantuan dari KTN tersebut menghasilkan beberapa keputusan diantaranya adalah kedaulatan Belanda atas Indonesia diakui dan Belanda mendapat wilayah kekuasaan tambahan hingga proses pembentukan Republik Indonesia Serikat selesai.

Lebih jelasnya, poin-poin isi dari perjanjian Renville adalah sebagai berikut:

– Pembentukan RIS atau Republik Indonesia Serikat harus segera dilakukan

– Sebelum pembentukan Republik Indonesia Serikat selesai, Indonesia menjadi wilayah kekuasaan Belanda.

– Wilayah Indonesia yang diakui Belanda hanyalah Sumatera, Jawa Tengah dan Yogyakarta.

– Wilayah kekuasaan dari masing-masing pihak Belanda dan Indonesia dipisahkan oleh sebuah garis yang dikenal dengan garis Van Mook.

– Tentara Indonesia akan ditarik mundur dari Jawa Timur dan Jawa tengah yang merupakan daerah kekuasaan Belanda.

– Uni Indonesia-Belanda akan dibentuk dengan dikepalai oleh Raja Belanda.

– Untuk menentukan nasib wilayah yang termasuk dalam Republik Indonesia Serikat, akan diadakan voting atau pemungutan suara.

– Pembentukan Dewan Konstituante Republik Indonesia serikat akan dilakukan dengan pemilihan suara.

Peta

peta wilayah perjanjian renville
p3ta-indonesia.blogspot.com

Salah satu isi dari perjanjian Renville adalah pembagian kembali wilayah kekuasaan Belanda dan Indonesia, dimana Belanda mendapatkan tambahan wilayah kekuasaan sehingga wilayah kekuasaan Indonesia semakin sempit. Selain menyempitnya wilayah kekuasaannya, Indonesia juga mendapat wilayah yang dikungkung oleh wilayah kekuasaan Belanda yang membuat akses Indonesia ke daerah luar otomatis tertutup.

Berikut adalah peta wilayah pembagian kekuasaan yang dihasilkan dari perjanjian Renville.

peta wilayah perjanjian renville
p3ta-indonesia.blogspot.com

Dampak

dampak perjanjian renville bagi Indonesia
sejarahhits.blogspot.com

Seperti yang telah kita bahas sebelumnya bahwa perjajian Renville dilakukan untuk menyelesaikan sengketa antara Indonesia dan Belanda, namun pada kenyataannya isi perjanjian tersebut justru semakin merugikan pihak Indonesia.

Salah satu isi perjanjian yang merugikan Indonesia adalah bertambahnya wilayah kekuasaan Belanda di Indonesia yang artinya wilayah Indonesia menjadi semakin sedikit. Wilayah yang dikuasai Belanda adalah wilayah-wilayah dengan sumber daya alam melimpah dan penghasil pangan, sementara itu Indonesia hanya mendapatkan wilayah yang terletak di antara wilayah kekuasaan Belanda yang artinya Indonesia terkurung oleh wilayah kekuasaan Belanda. Hal tersebut membuat Indonesia mengalami kesulitan akses sandang dan pangan karena blokade ekonomi wilayah yang dilakukan oleh Belanda yang bertujuan agar Indonesia kesulitan mendapat pasokan senjata dari luar.

Kejadian yang paling dirasakan oleh Indonesia adalah keputusan penarikan tentara Indonesia dari wilayah-wilayah yang sebelumnya menjadi wilayah kekuasaan Indonesia. Dengan kesepakatan tersebut, sekitar 30.000 tentara Divisi Siliwangi yang ada di hutan-hutan, gunung, dan daerah lainnya harus pindah ke Jawa Tengah dari Jawa Barat di mana sebelumnya mereka ditempatkan. Peristiwa berpindahnya tentara tersebut dikenal dengan peristiwa Hijrah Siliwangi dan tentara Divisi Siliwangi disambut hangat oleh masyarakat Yogyakarta yang berdiri di sepanjang jalan sambil meneriakkan semangat. Namun tentara Belanda yang mengawal hijrah tersebut langsung mengantisipasi dengan menembakkan senjata ke udara.

Keputusan tersebut membuat banyak pihak kecewa dan akhirnya beberapa partai politik menarik dukungan dari pemerintah sebagai bentuk penolakan atas perjanjian Renville. Selain itu, Belanda juga mengumumkan kekuasaannya atas wilayah Sumatera padahal pulau tersebut tidak sepenuhnya milik Belanda namun sebagiannya adalah hak wilayah Indonesia yang telah disepakati dalam perjanjian. Pengakuan Belanda tersebut menunjukkan bahwa sekali lagi Belanda mengingkari perjanjian yang telah disepakati bersama padahal isi perjanjian tersebut telah banyak menguntungkan pihak mereka.

Setelahnya, Belanda juga melakukan serangan kembali dengan menerjunkan pasukannya dari pesawat DC-3 Dakota di Yogyakarta yang merupakan Ibu Kota Indonesia pada pukul 6 pagi tanggal 18 Desember 1948 di mana serangan tersebut dikenal dengan Agresi Militer Belanda II.

Itulah peristiwa perjanjian Renville yang menjadi saksi perjuangan pemerintah Indonesia dalam mempertahankan wilayahnya dari kekuasaan Belanda dan bagaimana dengan liciknya Belanda mengingkari perjanjian yang telah merugikan pemerintah dan rakyat Republik Indonesia tersebut.

Semoga artikel ini bermanfaat untuk teman-teman semua, jangan lupa ajak teman-teman untuk membaca juga artikel ini.

Farida Alviyani

Hi, I'm Alvi, who has an interest in writing, traveling and photography,

Update : [modified_date] - Published : [publish_date]

Tinggalkan komentar