Kerajaan Kota Kapur

Kerajaan Kota Kapur adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu beraliran Waisnawa yang terletak di pulau Bangka, Kepulauan Bangka Belitung.

Hingga saat ini penelitian terhadap situs Kota Kapur masih terus dilakukan untuk merekonstruksi kehidupan masa lampau di kerajaan tersebut.

Arkeolog yang melakukan penelitian di situs tersebut tahun 1994 M mengungkapkan bahwa Kerajaan Kota Kapur ditengarai sebagai cikal bakal Kerajaan Sriwijaya yang tersohor.

Sejarah Kerajaan Kota Kapur

Sejarah berdirinya Kerajaan Kota Kapur di Pulau Bangka
https://sangrajalaut.files.wordpress.com/

Kerajaan Kota Kapur diperkirakan pada abad 5 – 6 M yang dibuktikan dengan ditemukan empat buah Arca Wisnu dengan gaya arsitektur (langgam) pre-Angkor.

Bukti lain yang menguatkan adalah hasil dari proses analisa terhadap carbon dating benteng di situs Kota Kapur yang menunjukkan angka 532 M.

Hal ini menunjukkan bahwa eksistensi Kerajaan Kota Kapur lebih dulu ada daripada Kerajaan Sriwijaya yang berdirinya tahun 650 M dan tergantikan oleh Kerajaan Dharmasraya.

Nama Kota Kapur merujuk pada kekayaan daerah ini sebagai sentra penghasil kayu kapur.

Awal mula peradaban di Kota Kapur disebut karena letak geografisnya berada di daerah jalur perdagangan internasional.

Kerajaan Kota Kapur memiliki pusat pemerintahan di daerah aliran sungai Menduk atau sekarang lebih dikenal sebagai sungai Mendo, Kota Kapur, Bangka.

Sungai Mendo mengalir menuju selat Bangka dan terhubung langsung ke Selat Malaka.

Pada abad ketujuh, Selat Malaka adalah pintu gerbang terpenting sebagai jalur keluar masuk pedagang dari Cina dan India ke Nusantara.

Oleh karena pada masa lalu menggunakan moda transportasi kapal, sehingga proses bongkar muat dipengaruhi oleh pergerakan angin, Ini menyebabkan banyak dibangun pusat pemukiman yang berkonsentrasi di sepanjang pesisir jalur pelayaran, termasuk di kawasan Kota Kapur.

Menguatnya aktivitas dagang di Selat Malaka berdampak pada kedudukan Kota Kapur di pulau Bangka semakin besar, lebih-lebih untuk jalur menuju ke daerah Jawa.

Raja raja dan pendiri Kerajaan Kota Kapur hingga saat ini masih dilakukan penelitian oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas).

Rekonstruksi sejarah terhadap benda-benda peninggalan di situs Kota Kapur menemukan bahwa sistem kepercayaan yang dianut masyarakat di Kerajaan Kota Kapur adalah agama Hindu dengan aliran Waisnawa.

Lokasi, Letak Geografis, Peta Wilayah

Peta wilayah kekuasaan Kerajaan Kota Kapur
Puslit Arkenas, 2013
Peta Kontur wilayah kekuasaan Kerajaan Kota Kapur
Puslit Arkenas, 2013

Kerajaan Kota Kapur memiliki daerah kekuasaan di sekitar Kota Kapur, Kecamatan Mendo Barat, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung.

Kota Kapur secara geografis berupa dataran tinggi, perbukitan, dataran sedang dan juga pesisir yang menghadap Selat Bangka.

Kontur tanah yang berada di pusat Kerajaan Kota Kapur adalah bergelombang tetapi lemah.

Kota Kapur menjadi strategis karena Selat Bangka berada tepat di tengah antara Laut Jawa bagian selatan dan Laut Cina Selatan bagian utara dengan Selat Malaka.

Kota Kapur secara geografis menempati Pulau Bangka di sisi barat.

Daerah ini memiliki luas kurang lebih 88 Ha dengan ketinggian di atas laut rata-rata sekitar 16 mdpl (meter di atas permukaan laut).

Dataran tertinggi di Kota Kapur memiliki ketinggian kurang lebih 125 mdpl.

Di bagian utara terdapat rawa-rawa yang terhubung dengan Sungai Mendo, sebagai sungai utama, yang membujur dari barat ke sebelah timur Kota Kapur lalu berakhir di Selat Bangka.

Kehidupan di Kerajaan Kota Kapur

A. Kehidupan Sosial Budaya

Gerabah Arikmedu di Kerajaan Kota Kapur sebagai bukti kehidupan sosial budaya dengan berinteraksi dengan pedangan India
www.kebudayaan.kemdikbud.go.id/

Masyarakat Kerajaan Kota Kapur melakukan hubungan sosial dengan dunia luar Bangka.

Berdasarkan temuan arkeolog, kontak tersebut utamanya dilakukan dengan para pedagang yang berasal dari India Selatan dan Kamboja.

Hubungan dagang ini kemudian mempengaruhi kebudayaan yang timbul di Kerajaan Kota Kapur.

Beberapa diantaranya tertuang dalam bentuk arca dewa Wisnu dengan langgam pre Angkor dan tembikar yang memiliki tipe Oc-Eo sebagai bentuk akulturasi budaya dari Kamboja.

Sedangkan tembikar Arikmedu, manik – manik dari batu karnelian dan agama yang dianut oleh masyarakat Kerajaan Kota Kapur adalah bagian dari pengaruh budaya India Selatan.

B. Kehidupan Ekonomi

Kehidupan Ekonomi jalur perdagangan Kerajaan Kota Kapur
Ilustrasi kegiatan berdagang Kerajaan Kota Kapur. Sumber: https://unsplash.com/

Kegiatan ekonomi masyarakat Kerajaan Kota Kapur mengacu pada letak geografisnya yang berada di pesisir laut.

Perdagangan maritim adalah salah satu pusat kegiatan ekonomi yang paling masuk akal dilakukan oleh masyarakat.

Dilihat dari geografisnya, Kerajaan Kota Kapur disebut pernah mengalami masa kejayaan.

Berdasarkan berita Cina yang dilaporkan oleh Fei Hsin pada tahun 1436 M, diketahui bahwa Pulau Bangka secara umum adalah tanah yang sangat subur bahkan disebutkan bahwa mampu menghasilkan produksi yang lebih banyak dari daerah lain.

Hasil produksi tersebut berupa garam dan arak yang diolah dari getah aren.

Di samping itu, hasil bumi lain dari pulau ini adalah lada.

Merunut ke sumber lain, didapatkan bahwa kemungkinan timah juga menjadi komoditi yang diperdagangkan sejak zaman Kerajaan Kota Kapur.

Hal ini didukung dengan penyebutan kata Wangka untuk pulau Bangka yang dalam bahasa Sansekerta memiliki arti timah.

Istilah Wangka sudah muncul di buku sastra di India dengan judul Milindrapantha pada abad 1 SM, bersisian dengan istilah Swarnabhumi yang merujuk pada pulau Sumatera.

Sementara itu, barang-barang yang ‘dibeli’ oleh masyarakat Kerajaan Kota Kapur antara lain tekstil berupa kain sutra, besi tuangan, pot yang terbuat dari bahan tembaga, dan juga barang pecah belah dari logam lainnya yang diperdagangkan oleh pedangan dari negara lain yang singgah di pulau Bangka.

C. Kehidupan Politik

Sumber sejarah yang masih dilakukan proses rekonstruksi oleh para arkeolog di situs Kota Kapur sampai saat ini masih belum mendapatkan data mengenai raja – raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Kota Kapur.

Pusat kehidupan masyarakat di Kerajaan Kota Kapur berada di wilayah yang dilindungi benteng tanah yang berbentuk memanjang.

Karena daerah kekuasaan Kerajaan Kota Kapur yang potensial untuk mendukung kekuatan perdagangan maritim Kerajaan Sriwijaya, maka daerah ini kemudian terkena imbas dari politik ekspansi.

Penyebab Keruntuhan

Perairan Selat Bangka adalah salah satu jalur perdagangan yang ramai oleh kapal asing sekaligus ‘markas’ bagi para perompak.

Posisi Selat Bangka adalah gerbang strategis menuju ke Palembang, sebagai pusat kekuasaan Sriwijaya, melalui sungai Musi.

Latar belakang tersebut kemudian membuat Raja Dapunta Hyang, Penguasa Kerajaan Sriwijaya saat itu mengirim bala tentaranya untuk menyerang ke Kerajaan Kota Kapur sebagai salah satu strategi politik ekspansi wilayah.

Perluasan wilayah kekuasaan Sriwijaya ini bertujuan untuk menguasai seluruh jalur niaga di sepanjang garis pantai Sumatera, mulai dari Kerajaan Perlak di Aceh bagian ujung hingga ke Kerajaan Tulang Bawang dengan pusat pemerintahan di Lampung.

Taktik yang dilakukan oleh Sriwijaya untuk menaklukkan Kota Kapur di pulau Bangka juga diupayakan melalui tawaran kerja sama terhadap perompak yang beroperasi di kawasan tersebut.

Kontrak yang ditawarkan adalah diangkat menjadi armada ‘pengaman’ laut untuk menjamin para pedagang asing yang melintas.

Kesepakatan ini menandai keberhasilan penaklukan daerah Bangka oleh Sriwijaya.

Hal inilah yang kemudian menjadi penyebab runtuhnya kekuasaan Kerajaan Kota Kapur.

Kedudukan Kerajaan Sriwijaya dikuatkan dengan adanya prasasti Kota Kapur yang menyebutkan penguasaannya atas wilayah tersebut tahun 686 M.

Sumber sejarah

A. Prasasti Kota Kapur

Prasasti kota Kapur dan penaklukan Kedatuan Sriwijaya
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/

Prasasti Kota Kapur adalah inskripsi penaklukan Kerajaan Kota Kapur oleh kekuasaan Kerajaan Sriwijaya yang memiliki angka tahun di prasasti adalah 608 saka atau 686 M.

Prasasti ini berisi ‘kutukan’ dari Raja Dapunta Hyang dari Kerajaan Sriwijaya untuk daerah daerah yang membangkang dan tidak mau tunduk di bawah kekuasannya.

Prasasti Kota Kapur dipahat pada tugu batu sepanjang 177 cm, dengan lebar di bagian dasarnya adalah 32 cm sedangkan bagian puncaknya mengerucut menjadi 19 cm.

Huruf yang digunakan dalam penulisannya adalah aksara Pallawa dengan menggunakan bahasa Melayu kuno.

Prasasti Kota Kapur ditemukan tanggal 29 November 1920 di daerah Sungai Mendo dan dilakukan pembacaan oleh seorang arkeolog Belanda bernama H. Kern.

a. Isi Prasasti Kota Kapur Asli

Tulisan di Prasati Kota kapur
www.kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjambi/

1. Siddha titam hamba nvari i avai kandra kayet ni paihumpaan namuha ulu lavan tandrun luah makamatai tandrun luah vinunu paihumpaan hakairum muah kayet ni humpa unai tunai.

2. Umentern bhakti ni ulun haraki. unai tunai kita savanakta devata mahardika sannidhana. manraksa yan kadatuan çrivijaya. kita tuvi tandrun luah vanakta devata mulana yan parsumpahan.

3. paravis. kadadhi yan uran didalanna bhami paravis hanun. Samavuddhi lavan drohaka, manujari drohaka, niujari drohaka talu din drohaka. tida ya.

4. Marppadah tida ya bhakti. tida yan tatvarjjawa diy aku. dngan diiyan nigalarku sanyasa datua. dhava vuathana uran inan nivunuh ya sumpah nisuruh tapik ya mulan parvvanda datu çriwi-

5. jaya. Talu muah ya dnan gotrasantanana. tathapi savankna yan vuatna jahat. makalanit uran. makasuit. makagila. mantra gada visaprayoga. udu tuwa. tamval.

6. Sarambat. kasihan. vacikarana.ityevamadi. janan muah ya sidha. pulan ka iya muah yan dosana vuatna jahat inan tathapi nivunuh yan sumpah talu muah ya mulam yam manu-

7. ruh marjjahati. yan vatu nipratishta ini tuvi nivunuh ya sumpah talu, muah ya mulan. saranbhana uran drohaka tida bhakti tatvarjjava diy aku, dhava vua-

8. tna niwunuh ya sumpah ini gran kadachi iya bhakti tatvjjava diy aku. dngan di yam nigalarku sanyasa dattua. çanti muah kavuatana. dngan gotrasantanana.

9. Samrddha svasthi niroga nirupadrava subhiksa muah vanuana paravis chakravarsatita 608 din pratipada çuklapaksa vulan vaichaka. tatkalana

10. Yan manman sumpah ini. nipahat di velana yan vala çrivijaya kalivat manapik yan bhumi java tida bhakti ka çrivijaya

b. Isi Prasasti Kota Kapur Terjemahan

Terjemahan isi Prasasti Kota Kapur dari Kerajaan Sriwijaya
www.regionalkompas.com

1. Keberhasilan! (disertai mantra persumpahan yang tidak dipahami artinya)

2. Wahai sekalian dewata yang berkuasa, yang sedang berkumpul dan melindungi Kadātuan Śrīwijaya ini; kamu sekalian dewa-dewa yang mengawali permulaan segala sumpah !

3. Bilamana di pedalaman semua daerah yang berada di bawah Kadātuan ini akan ada orang yang memberontak yang bersekongkol dengan para pemberontak, yang berbicara dengan pemberontak, yang mendengarkan kata pemberontak;

4. yang mengenal pemberontak, yang tidak berperilaku hormat, yang tidak takluk, yang tidak setia pada saya dan pada mereka yang oleh saya diangkat sebagai datu; biar orang-orang yang menjadi pelaku perbuatan-perbuatan tersebut mati kena kutuk biar sebuah ekspedisi untuk melawannya seketika di bawah pimpinan datu atau beberapa datu Śrīwijaya, dan biar mereka

5. dihukum bersama marga dan keluarganya. Lagipula biar semua perbuatannya yang jahat; seperti mengganggu :ketenteraman jiwa orang, membuat orang sakit, membuat orang gila, menggunakan mantra, racun, memakai racun upas dan tuba, ganja,

6. saramwat, pekasih, memaksakan kehendaknya pada orang lain dan sebagainya, semoga perbuatan-perbuatan itu tidak berhasil dan menghantam mereka yang bersalah melakukan perbuatan jahat itu; biar pula mereka mati kena kutuk. Tambahan pula biar mereka yang menghasut orang

7. supaya merusak, yang merusak batu yang diletakkan di tempat ini, mati juga kena kutuk; dan dihukum langsung. Biar para pembunuh, pemberontak, mereka yang tak berbakti, yang tak setia pada saya, biar pelaku perbuatan tersebut

8. mati kena kutuk. Akan tetapi jika orang takluk setia kepada saya dan kepada mereka yang oleh saya diangkat sebagai datu, maka moga-moga usaha mereka diberkahi, juga marga dan keluarganya

9. dengan keberhasilan, kesentosaan, kesehatan, kebebasan dari bencana, kelimpahan segalanya untuk semua negeri mereka! Tahun Śaka 608, hari pertama paruh terang bulan Waisakha (28 Februari 686 Masehi), pada saat itulah

10. kutukan ini diucapkan; pemahatannya berlangsung ketika bala tentara Śrīwijaya baru berangkat untuk menyerang bhūmi jāwa yang tidak takluk kepada Śrīwijaya.

B. Benteng Pertahanan

Benteng pertahanan bagian Selatan Kerajaan Kota Kapur
www.jelajahbangka.com

Pemukiman yang berada di Kerajaan Kota Kapur berada di dalam benteng yang terbuat dari tanah.

Benteng ini dibangun menghadap ke daratan berada di sisi timur, barat dan selatan.

Sehingga wilayah pemukiman penduduk berada di tengah – tengah benteng dengan laut.

Benteng tanah ini membujur dengan panjang kira-kira mencapai 1,5 Km.

Di bagian timur laut, yang memiliki kontur tanah agak curam, bangunan benteng dibangun dua lapis dengan tinggi hampir empat meter, padahal di sisi lain hanya sekitar 2 – 3 meter dari permukaan.

Stratigafi benteng menggunakan tanah yang tebalnya mencapai sepuluh meter.

C. Candi 

1. Candi I

Lokasi penemuan Candi Kerajaan Kota Kapur
https://negerilaskarpelangi.com/
Candi 1 Peninggalan Kerajaan Kota Kapur
www.kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjambi/

Ekskavasi dilakukan di situs Kota Kapur pada koordinat 2º14’ – 25º8’ LS dan 105º49’ – 04 º3’ BT.

Candi I ini memiliki bentuk bujur sangkar dengan sisinya memiliki ukuran 4,5 x 4,5 meter.

Candi I diperkirakan memiliki akses masuk dari sebelah utara karena terdapat undak – undakan.

Struktur Candi I dibangun menggunakan batu kapur tufaan atau tuffaceous limestone yang berwarna putih.

Sebagian besar batuannya berbentuk balok dan sisa lainnya menggunakan bentuk tidak beraturan yang disusun membentuk empat lapis.

Di dalam Candi I ini ditemukan terdapat 13 fragmen arca batu dari 3 buah arca yang terpecah.

Ditemukan pula mangkuk keramik 60 buah dan 5 wadah berbahan besi yang menjadi alas peletakan mangkuk.

2. Candi II

Candi 2 Peninggalan Kerajaan Kota Kapur
www.kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjambi/

Candi II berada di satu lokasi dengan Candi I berjarak sekitar 50 cm di sisi barat laut.

Bahan pembuatnya masih menggunakan jenis batu yang sama.

Namun ukurannya lebih kecil daripada Candi I, yaitu 2,65 × 2,95 meter dan lapisannya hanya satu atau dua lapis.

Di bagian tengah candi ditemukan batu laterit lonjong setinggi 40 cm berwarna merah di bagian bawah dan berwarna hitam di atasnya.

Batu ini menyerupai bentuk lingga.

Dari batu tersebut menuju dinding di sebelah utara disusun batuan serupa cerat yoni yang diindikasikan sebagai saluran air.

Bagian bawah dari saluran air ini diletakkan beberapa batu berbentuk bulat yang diduga memiliki fungsi seperti soma sutra, yaitu mengalirkan air suci.

Hasil analisis karbon menunjukkan terak besi dan arang yang berada di lapisan lantai Candi II memiliki tahun yang merujuk abad ke-6 M.

3. Candi III

Candi 3 Peninggalan Kerajaan Kota Kapur
www.kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjambi/

Candi III berada di lokasi yang berbeda dengan penemuan Candi I dan Candi II.

Candi III terpendam sedalam 60 cm di dalam gundukan tanah dengan tinggi sekitar 120 cm.

Lokasinya berada di kebun karet seorang warga bernama Mahadil.

Bangunan Candi III masih menggunakan jenis batu kapur berwarna putih, dan dilengkapi dengan batuan berwarna merah bertekstur lunak.

Susunan batuannya tidak beraturan hanya berupa bongkahan berjumlah empat buah.

Peletakannya membentuk denah bujur sangkar 3,12 x 3,19 meter.

Di lokasi Candi III terdapat tembikar, pecahan barang keramik dan dua buah perhiasan yang terbuat dari bahan emas.

Peninggalan

A. Dermaga

Temuan Dermaga Peninggalan Kerajaan Kota Kapur
Puslit Arkenas, 2013

Dermaga dari Kerajaan Kota Kapur yang menjadi tempat sandar kapal niaga yang singgah.

Pada saat melakukan ekskavasi ditemukan deretan tiang kayu Nibung atau Oncosperma tigilarium serta gelondongan kayu jenis pelangas atau Aporoso aurita berjumlah lima buah yang berjejer ke arah timur dan barat.

Berdasarkan temuan patok dan ikatan ijuk yang dibuat dari pohon enau, jajaran gelondongan kayu ini ditengarai sebagai lantai pijakan dermaga.

Jejeran tiang berjumlah dua buah dengan masing-masing deretannya terdapat 21 tiang.

Panjang jejeran di setiap sisi mencapai 6,7 meter dengan interval penanaman antar tiang adalah 20 – 30 cm.

Sedangkan jarak yang diapit ejeran tiang tersebut sekitar 1 meter.

Hasil analisis karbon C-14 menunjukkan hasil bahwa tiang kayu di dermaga ini bertahun 480 – 620 M sedangkan tali ijuknya berasal dari tahun 250 – 590 M.

B. Papan Perahu Kuno

‘Bangkai’ perahu kuno dari Kerajaan Kota Kapur ditemukan oleh tim arkeolog dari Puslit Arkenas pada 25 September 2007.

Terdapat dua lokasi penemuan, yaitu di alur Sungai Kupang dan sebelah barat sungai.

Tempat ditemukannya ‘bangkai’ perahu ini adalah kolong – kolong bekas penambangan timah.

Perahu yang berhasil diangkat dari lokasi pertama hanya berupa papan dengan ketebalan 4 cm, lebar 35 cm, dan panjang 134 cm.

Permukaan papan perahu yang menghadap atas memiliki lubang sebanyak 17 dengan ukuran diameter rata-rata adalah 3 cm.

Sedangkan pada sisi tepiannya yang mengarah ke bawah terdapat total 20 lubang.

Lubang yang berada di empat sudut dipahat hingga menembus dari permukaan hingga ke bagian tepi.

Di lokasi kedua yang berjarak 500 meter ke arah barat dari Sungai Kupang, ditemukan lima kepingan dari papan perahu dari jaman Kerajaan Kota Kapur dengan panjang antara 49 – 120 cm dan lebar 8 – 15 cm.

Ketebalan sisi tepi papan bervariasi antara 2 – 5 cm. Demikian juga dengan ukuran diameter lubang yaitu antara 1,5 – 4 cm.

Berdasarkan kajian yang dilakukan, perahu yang ditemukan menggunakan jenis kayu besi sebagai bahannya.

Sedangkan untuk teknik pembuatannya memakai metode sewn plank (papan ikat) yang disempurnakan dengan lushed plug technique (kupingan pengikat). Gaya pembuatan kapal yang demikian berkembang di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-1 M.

C. Arca Wisnu

Rekonstruksi Potongan Arca Wisnu Kerajaan Kota Kapur
www.kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjambi/

Arca Wisnu di Kerajaan Kota Kapur ditemukan pertama kali tahun 1925 M.

Penemuan selanjutnya berupa 13 fragmen arca di kawasan Candi I pada tahun 1994 M.

Kemudian pada tahun 1996 M, 8 buah fragmen arca kembali ditemukan.

Fragmen arca tersebut merujuk pada arca Dewa Wisnu bertangan empat.

Fragmen arca Dewa Wisnu yang ditemukan berupa potongan tangan arca dengan posisi memegang terompet yang berasal dari cangkang siput atau biasa disebut sangkha.

Fragmen lainnya adalah tangan yang sedang memegang kuncup bunga Teratai.

Selain fragmen tangan ditemukan juga dua potong arca yang menunjukkan bagian kepala laki-laki yang memakai mahkota dengan bentuk (kuluk).

Di bagian belakang kuluk terdapat pahatan prabhamandala berbentuk lintang segi empat sebagai simbol sinar kedewaan.

Fragmen – fragmen tersebut lalu disatukan untuk direkonstruksi membentuk relatif Dewa Wisnu yang utuh dengan tinggi 80 cm.

Mengacu pada hasil analisis karbon arca yang ditemukan di areal merupakan peninggalan dari abad ke-6 atau ke-7 M.

D. Benda Emas

Benda Emas Peninggalan di Candi III Kerajaan Kota Kapur
www.kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjambi/

Benda emas yang ditemukan di situs Kota Kapur terdapat dua kali penemuan.

Tahun 1996 di areal Candi I benda emas tersebut berupa gelang berpilin sepanjang 2,26 cm dan berat 2,26 gram.

Hasil analisis menunjukkan gelang tersebut memiliki kadar 21 karat. Benda emas yang ditemukan kemungkinan adalah fragmen dari relik yang ditanam di dinding candi.

Benda emas lainnya adalah lempengan emas yang memiliki bentuk menyerupai kura-kura dengan lebar 1,3 cm, panjang 3,9 cm, dan ketebalan 0,03 cm.

Lempengan emas ini memiliki berat 0,89 gram dan kadar emasnya 21 karat. Karena kura-kura merupakan lambang Dewa Wisnu, maka benda tersebut dimungkinkan juga merupakan relik Candi I.

Penemuan kedua terjadi tahun 2007 di areal Candi III.

Temuan benda emas ini memiliki bentuk gendang dengan ujung diberi untaian mengelilingi kedua lubang.

Benda emas ini ditengarai sebagai barang persembahan kepada Dewa yang dilakukan di candi tersebut.

E. Tembikar

Tembikar yang ditemukan berupa fragmen cerat kendi, tungku dan wadah periuk.

Periuk hasil temuan memiliki tinggi kurang lebih 15 cm dengan kondisi utuh hanya tepiannya yang sudah rusak.

Badan periuk ini berdiameter 20 cm dengan model membulat di bagian bawahnya.

Warna hitam yang tidak merata di badan periuk menunjukkan pembakaran yang dilakukan belum sempurna.

Berdasarkan bentuknya, periuk ini dimungkinkan berfungsi untuk mengambil air.

Fragmen cerat kendi yang ditemukan memiliki warna oranye dengan hiasan berupa titik titik melingkar.

Bentuk yang demikian diindikasikan bukan buatan penduduk Kerajaan Kota Kapur.

Fragmen tembikar lain berupa tungku yang mengalami pembakaran tidak sempurna seperti halnya periuk menunjukkan barang ini dibuat oleh penduduk lokal.

F. Keramik

Benda keramik yang ditemukan sebagai peninggalan Kerajaan Kota Kapur berupa mangkuk yang berjumlah 60 buah.

Mangkuk tersebut berada di atas lima tumpukan benda berbahan besi berbentuk seperti wajan.

“Kalau orang tak tahu sejarah bangsanya sendiri tanah airnya sendiri – gampang jadi orang asing di antara bangsa sendiri”. –Pramoedya Ananta Noer

Kajian tentang Kerajaan Kota Kapur hingga saat ini masih memiliki sumber yang sangat sedikit.

Oleh karena itu, arkeolog masih terus melakukan penelitian di situs Kota Kapur guna mendapatkan rekonstruksi kehidupan di masa Kerajaan Kota Kapur yang lebih mendetail dan lengkap.

Laila Nur Fatimah

Agriculture entusiast || Writer of Digital Journal || (newbie) Illustrator ❣

Update : [modified_date] - Published : [publish_date]

Tinggalkan komentar