Perang Aceh

Perang Aceh merupakan perang yang melibatkan Kesultanan Aceh dengan Pemerintah Hindia-Belanda. Perang ini dimulai sejak tahun 1873 hingga berakhir pada tahun 1904. Perang berawal dari keinginan Pemerintah Hindia-Belanda menguasai wilayah Aceh mengingat letaknya yang strategis sebagai jalur perdagangan. Hingga kemudian Pemerintah Hindia-Belanda melanggar perjanjian yang telah disepakati dengan Kesultanan Aceh. Perang ini membawa dampak jatuhnya ribuan korban jiwa dari pasukan gerilyawan Aceh.

Berikut pembahasan lengkap Perang Aceh.

Penyebab Perang Aceh

kerajaan aceh perang aceh
Kesultanan Aceh kental dengan ajaran Islam. Sumber: artisanalbistro.com

Semua perang dan konflik pasti memiliki pemicu dan penyebabnya masing-masing. Awal permasalahan terjadi ketika Inggris dan Belanda berselisih soal kekuasaan di Selat Malaka dan Singapura. Perjanjian London atau Traktat London pun dibuat pada tahun 1824. Inti dari isinya adalah tentang batas-batas kekuasaan kedua negara di Asia Tenggara.

Perselisihan yang sama terjadi dengan Aceh, Malaka, dan Siak; dan sementara waktu berhasil diselesaikan dengan cara damai melalui Perjanjian Siak 1858. Sayangnya, dalam perjanjian tersebut Sultan Siak, Ismail, harus menyerahkan wilayah Asahan, Deli, Langkat, dan Serdang kepada Belanda. Padahal dulu, Kerajaan Aceh di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda menguasai daerah tersebut.

Belanda ingin menguasai Aceh dan perdagangannya karena perairan Aceh merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang amat krusial. Pasalnya, untuk tiba di Selat Malaka harus melewati wilayah perairan Aceh. Baik Inggris dan Belanda harus mengakui kedaulatan Aceh berdasarkan Perjanjian London. Sayangnya niat penguasaan Aceh oleh Belanda tersebut menggugurkan dua perjanjian, yakni Perjanjian London dan Siak.

Merasa dikhianati karena Belanda dianggap ingkar janji, Kerajaan Aceh menenggelamkan kapal-kapal Belanda yang lewat. Tapi, Inggris suka dan malah mendukung aksi Kerajaan Aceh ini. Wilayah Sumatra yang banyak dikuasai oleh Inggris memaksa Belanda untuk berunding kembali dan akhirnya menandatangani Perjanjian Sumatra 1871. Isinya yang berhubungan dengan Aceh adalah Inggris memperbolehkan Belanda untuk berdagang dan beraktivitas di Aceh namun dengan syarat harus mempertahankan keamanan lalu lintas perdagangannya serta dilarang untuk memonopolinya.

Kabar Perjanjian Sumatra 1871 sampai di kerajaan dan membuat pihak Aceh melakukan hubungan diplomatik dengan negara lain seperti Amerika Serikat, Italia, Turki, dan Kerajaan Turki Usmani di Singapura. Tidak terima dengan aksi Aceh, Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen, Wakil Presiden Dewan Hindia Belanda, menginterogasi Sultan Machmud Syah, Sultan Aceh, tentang apa yang dibahas saat berdiplomasi. Merasa tidak ada untungnya buat Aceh, sang sultan menutup mulut tanpa memberikan keterangan apapun. Belanda akhirnya memutuskan untuk memerangi Aceh.

Peta Peperangan

foto peta perang aceh
Peta Atjeh yang dibuat oleh Belanda tahun 1896. Sumber: theglobaleuropa.blogspot.com

Berikut adalah peta wilayah kekuasaan Aceh yang ingin dikuasai oleh Belanda. Letaknya yang dikelilingi oleh perairan serta pasti dilalui untuk menuju ke Selat Malaka membuat Belanda ingin sekali menguasai Aceh.

Kronologi

Serangan Pertama Belanda

ekspedisi belanda di perang aceh
Pertama kalinya pasukan Belanda mendarat di pantai Aceh. Sumber: ajnn.net

1. Ekspedisi ke Aceh

Meski berniat untuk menyerang Aceh, Belanda sendiri tidak begitu banyak mengetahui kondisi alam Aceh. Ini menjadi keuntungan bagi pasukan Aceh. Dilansir dari Republika, bahwa sebelum menyerang dalam skala besar, mereka mengintai wilayah terlebih dahulu. Ekspedisi penyerangan ini dipimpin oleh Johan Harmen Rudolf Köhler sekitar April 1873.

Pasukan khusus bernama Pendarat berlabuh dalam kapal-kapal menuju Aceh. Anehnya, dikatakan pasukan pengintai tetapi jumlahnya masif, yaitu sekitar 3.000 orang. Perlengkapan senjatanya pun lengkap dan jenis pasukan mulai dari infanteri sampai penembak senapan laras panjang.

Strategi Kohler cukup sederhana, kapal berlabuh, mendarat di Pantai Aceh, lalu mendirikan sebuah pangkalan di muara sungai, dan melaju ke Dalam atau pusat pemerintahan kesultanan. Ia berasumsi bahwa jika Dalam bisa dikuasai maka sisa perjuangannya pasti akan menyerah.

Nampaknya ia menganggap enteng eksekusinya. Masalah pertama yang ia harus hadapi adalah waktu. Angin muson sedang berhembus dari Asia ke Australia, artinya lautan sering terjadi badai besar yang bisa menghancurkan kapalnya.

Pantai Aceh juga bukanlah pantai yang mudah untuk didarati. Pantainya berawa-rawa dan banyak pepohonan tinggi, makin susahlah mereka untuk melihat dari kejauhan. Navigasi menuju Aceh juga hanya mengandalkan buku saku Ekspedisi Aceh yang isinya tidak begitu akurat. Contohnya, dalam buku saku menjelaskan bahwa di Dalam dihuni oleh sekitar 6.000 orang, sedangkan kenyataannya hanya dihuni kurang dari 1.000 orang.

Setibanya di pantai, pasukan pengintai mulai memasuki dan menyerang dua benteng pesisir, yaitu Benteng Kuta Pante Ceremin atau Pantai Cermin dan Benteng Kuta Meugat atau Kota Megat. Sayangnya mereka gagal dan terpukul mundur kembali ke sekoci mereka.

Belanda lagi-lagi melancarkan serangan ke benteng-benteng pertahanan Aceh dan dalam satu hari mereka berhasil menguasai Benteng Kuta Meugat. Pasukan Belanda terus masuk lebih dalam ke area Aceh. Dalam perjalanan, mereka hanya merasakan sabotase dari prajurit Aceh seperti kerusakan jembatan dan jalan.

Setelah dipikir-pikir, ternyata strategi pejuang Aceh adalah melawan sebisanya dan mundur atau bersembunyi ketika jumlah dan kekuatan tidak seimbang. Ini dibuktikan dari benteng pertahanan yang kosong saat dikuasai. Sabotase orang Aceh berhasil karena sangat memperlambat gerakan pasukan Belanda menuju Dalam.

2. Penyerbuan Masjid Baiturrahman

Perjalanan yang panjang dan mengesalkan akibat sabotase membuat Belanda kelelahan. Nampaknya strategi Aceh berhasil. Namun, mereka terus maju hingga bertemu dengan sebuah bangunan yang ternyata adalah Masjid Baiturrahman.

Prajurit Aceh mempertahankan masjidnya seolah-olah sultan kerajaan ada di dalamnya. Bom, api, dan peluru mulai menghujani masjid. Bangunan sudah terbakar dan memaksa prajurit di dalamnya untuk melarikan diri.

Hiruk pikuk kebahagiaan terdengar dari sisi Belanda. Mereka memasuki wilayah masjid dan tidak disangka itu adalah jebakan. Serangan balasan dilakukan oleh prajurit Aceh dan masjid dihujani kembali dengan peluru. Terdesak, akhirnya Kohler menyuruh pasukannya untuk mundur. Ternyata selama ini, pasukan Aceh terdiri dari kelompok-kelompok pasukan yang tersebar di berbagai tempat dan bisa menyatu dalam skala besar.

3. Kekalahan Memalukan Bagi Belanda

foto jenderal kohler perang aceh
Jenderal Johan Harmen Rudolf Kohler. Sumber: id.wikipedia.org

Beberapa hari kemudian, Kohler kembali menyerang masjid dan berhasil mendekatinya. Ketika sedang memantau dengan teropong, peluru ditembakkan menghembus dadanya secara tiba-tiba. Kohler pun tewas di tempat. Mereka kehilangan pemimpin pasukannya dan membuat semangat melemah. Karena serangan Aceh yang begitu dahsyatnya serta musim hujan sudah turun takut perkemahan tergenang, kapal rusak, badai besar, dan ombak tinggi, terpaksa Belanda mengakhiri ekspedisi pertamanya di Aceh dengan kekalahan.

Serangan Kedua Belanda

1. Menyerang dari Dalam

Nampaknya Belanda tidak mengetahui strategi yang digunakan musuhnya. Apalagi dia sama sekali tidak mengetahui mengapa mereka begitu gigih dan kuat mempertahankan wilayahnya. Jika mengandalkan serangan dari luar saja, Belanda akan kalah lagi seperti sebelumnya.

Oleh karena itu, ia mempunyai dua strategi dalam serangan kedua ini. Pertama menyerang perkampungan dan pelabuhan di berbagai daerah dan kedua menyerang dari dalam dengan cara mengangkat orang-orang yang bisa diperalat untuk memecah belah pemerintahan. Politik adu domba atau devide et impera ini sudah bertahun-tahun digunakan untuk memecah belah nusantara.

Awalnya ia menggunakan Sultan Mahmud dari Kesultanan Deli untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang Aceh. Sultan Mahmud berusaha untuk menghasut orang-orang Batak untuk berhenti membantu Aceh dalam perang. Namun, provokasinya gagal karena mereka tidak mau bermusuhan dengan Aceh. Perjalanannya berakhir dan hanya mendapat informasi bahwa prajurit di daerah-daerah hanya untuk penjagaan lokal bukan tergabung dalam pasukan inti Aceh.

Orang kedua yang mereka utus adalah seorang Tionghoa bernama Ang Pi Auw yang menjadi Chi Putih setelah ia memeluk Islam. Celakanya, Chi Putih merupakan agen ganda dan memberi tahu informasi kepada Aceh tentang serangan besar selanjutnya yang sedang direncanakan Belanda.

Mata-mata lain Belanda ada lagi yang bernama G. Lavino di Penang. Penang dan Aceh adalah sekutu sejak lama. Tugasnya tak lain adalah melakukan spionase terhadap Panitia Delapan, dewan Aceh yang berfungsi sebagai penyedia pasokan logistik perang.

2. Jatuhnya Keraton Sultan

Serangan kedua Aceh dilakukan secara besar-besaran dan dipimpin oleh Jenderal Jan Van Swieten. Kalau kemarin hanya bisa menempuh Masjid Baiturrahman, kali ini Belanda mampu mencapai keraton kesultanan. Tidak membutuhkan waktu lama, Belanda mampu menguasai keraton dan menjadikannya sebagai pusat pertahanan untuk melawan pasukan Aceh.

Oleh karena itu, ibu kota Aceh pindah ke Indrapuri. Tuanku Muhammad Daud Syah diangkat sebagai sultan baru menggantikan Sultan Machmud Syah yang telah wafat. Belanda kemudian mengumumkan bahwa seluruh Aceh sudah menjadi bagian dari Hindia Belanda.

Perang Gerilya

Karena pemerintahan kesultanan sedang kacau, perang kecil-kecilan dan gerilya dilakukan di berbagai daerah di Aceh. Semangat mati di jalan Islam menjadi motivasi utama yang dikobarkan. Pemimpinnya ada empat, yaitu Teuku Umar, Panglima Polim, Cut Nyak Dien, dan Sultan Muhammad Daud Syah.

Mereka berhasil merebut kembali beberapa daerah di Aceh. Namun, serangan mendadak di Meulaboh menewaskan prajurit-prajurit termasuk Teuku Umar. Cut Nyak Dien pun mengambil alih pasukan dan komando berada di tangannya.

Siasat Snouck Hurgronje

foto snouck hurgrinje perang aceh
Foto Christiaan Snouck Hurgronje. Sumber: suluhbanjar.blogspot.com

Masih soal spionase dan siasat menyerang dari dalam, Belanda mengutus Snouck Hurgronje untuk menyamar dan tinggal di pedalaman Aceh. Ia menghabiskan dua tahun di sana dan bahkan dikabarkan berpura-pura memeluk Islam. Setelah itu dia kembali dan menuangkan hasil temuannya dalam buku De Acehers atau Rakyat Aceh.

Di Aceh, ia menemukan bahwa satu hal yang membuat mereka sangat kuat adalah agama dan itu bisa menjadi satu hal yang membuat mereka lemah juga. Hurgronje mengusulkan kepada panglima perang Belanda untuk tidak memfokuskan pada pemimpin gerilya, melainkan kepada para ulama.

Belanda harus merebut hati ulama Aceh karena mereka berpengaruh terhadap rakyat lainnya. Hurgronje merekomendasikan Belanda untuk membangun langgar, surau, masjid, dan pesantren; memperbaiki jalan dan irigasi; serta pekerjaan sosial lainnya. Setelah menjalani siasatnya, pasukan gerilya melemah karena berkurangnya jumlah pasukan yang ingin bertempur.

Akhir Perang Aceh

pembasmian di perang aceh
Ilustrasi pembasmian rakyat Aceh oleh Belanda. Sumber: yahwa-ki.blogspot.com

1. Pembasmian Sisa-Sisa Perjuangan

Selanjutnya Belanda melancarkan serangan ke daerah pedalaman Aceh seperti pegunungan dan hutan-hutan rimba, tempat pasukan gerilya bersembunyi serta menyiapkan perang. Tidak berhenti di situ, Belanda juga menahan keluarga-keluarga pemimpin gerilya untuk membuat mereka menyerah. Dan itu terbukti benar, seperti contoh Belanda berhasil menculik permaisuri, keluarga Panglima Polim, dan lain-lain.

Lalu Panglima Polim dan Sultan Muhammad Daud Syah menyerah dan berdamai. Ketika pemimpin perang menyerah, pasukan bawahannya otomatis menyerah juga. Dan kini hanya tersisa Cut Nyak Dien.

Bagi mereka yang masih bertarung, tidak segan-segan Belanda akan membantai mereka. Terbukti dengan aksi pembantaian di Kuta Reh oleh Belanda. Korbannya mencapai 2.922 orang.

Tak lama kemudian, istri Teuku Umar itu berhasil ditangkap dan diasingkan ke Sumedang. Dan hilangnya pemimpin pasukan, maka sisanya menyerah dan bubar.

2. Surat Perjanjian Tanda Menyerah

Para pemimpin besar sudah menyerah dan ditangkap, membuat Belanda beraksi untuk menguasai Aceh. Tahap akhir adalah membuat bukti sah penyerahan Aceh kepada Belanda. Ia memberikan surat pendek yang berisi penyerahan Aceh, janji untuk tidak melakukan hubungan dengan luar negeri, dan janji akan mematuhi segala aturan dari Belanda.

Perjanjian ringkas itu ditandatangani oleh Sultan Muhammad Daud Syah. Dan sang sultan menjadi sultan terakhir Kesultanan Aceh. Aceh ini jatuh ke tangan Belanda pada Januari 1904 setelah puluhan tahun berperang melawan Belanda.

Tokoh-Tokoh yang Terlibat

foto cut nyak dhien perang aceh
Potret Cut Nyak Dhien. Sumber: pahlawannomor1.blogspot.com

Berikut adalah tokoh-tokoh yang terlibat dalam Perang Aceh.

  • Johan Harmen Rudolf Kohler, jenderal perang Belanda;
  • Sultan Ismail, Sultan Siak;
  • Ferdinand de Lesseps, pembuka Terusan Suez di Mesir;
  • Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen, Wakil Presiden Dewan Hindia;
  • Teuku Panglima Polim Sri Muda Perkasa Muhammad Daud; panglima Aceh;
  • Sultan Alauddin Machmud Syah;
  • Jenderal Jan Van Swieten, pemimpin perang Belanda kedua di Aceh;
  • Teuku Umar, panglima Aceh;
  • Cut Nyak Dhien, istri Teuku Umar dan panglima Aceh;
  • Sultan Muhammad Daud Syah;
  • Van Der Dussen, pemimpin serangan mendadak di Meulaboh;
  • Van Heutz, gubernur militer dan sipil Belanda di Aceh;
  • Christiaan Snouck Hurgronje, penasihat Van Heutz;
  • Gotfried Coenraad Ernst van Daalen, pemimpin pembantaian di Kuta Reh;
  • Kerajaan Penang;
  • Kerajaan Turki Usmani di Singapura;
  • Amerika Serikat;
  • Kerajaan Italia;
  • Pasukan Belanda; dan
  • Pasukan Aceh.

Inilah akhir dari cerita Perang Aceh. Cukup tragis bagi Aceh dan perang dimenangkan oleh Belanda. Namun, kita perlu melihat pula kecerdasan Belanda dalam menyusun strategi dan taktik melawan Aceh dan kegigihan para pejuang Aceh dalam mempertahankan wilayahnya. Akhir kata, sampai jumpa di tulisan berikutnya.

Geolana Wijaya Kusumah

Selamat datang di bumi Geo! Halo, aku Geo bisa juga dipanggil Geol. Ya benar sekali, sesuai dengan namaku, aku suka dengan hal-hal berbau Geografi dan hobiku bergeol alias Dance.

Update : [modified_date] - Published : [publish_date]

Tinggalkan komentar